Mohon tunggu...
Lyra Vetra
Lyra Vetra Mohon Tunggu... -

Lahir tanggal 28 Maret 1995 di Yogyakarta. Ayahnya peneliti tenaga nuklir dan ibunya seorang guru. Keduanya mantan guru dan yang sekarang pengajar Biologi STTN.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Lyra Suatu Malam

13 Maret 2010   01:00 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:27 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Malam itu ku membukakan pintu untuk si pengetuk. Sesosok gadis kecil berambut merah panjang menyerbu masuk. Aku biasa menganggapnya sebagai adikku, atau mungkin lebih tepat sebagai keponakanku. Dialah temanku dari dunia lain. Mungkin baginya aku seperti Dr. Mary Malone, yang jika kau sudah baca ceritanya di buku His Dark Materials Trilogy, kau akan mengetahui aku benar-benar seperti Dr. Mary baginya.

Begitu Lyra masuk, rumahku seakan diliputi gambaran imajinasi yang tak terlihat. Aku menyadari bahwa aku merindukan wajahnya yang rupawan beserta aura kecerdasan yang senantiasa ada dalam dirinya. Dia duduk di sofa tanpa banyak bicara. Cengirannya kemudian disertai tawarannya untuk membacakan apa yang ingin kuketahui dari Alethiometernya.

Kompas emas, benda legenda yang diwariskan ayahnya sewaktu berada di Jordan telah membawanya bukan hanya berkeliling dunia, tetapi juga melewati berbagai dunia. Hingga sekarang, dia ada di duniaku, berada di depan mataku, di rumahku. Aku sampai tidak sanggup membayangkan jika tahu dia akan pergi dan tidak kembali.

Tawaran itu tak serta merta kutanggapi dengan melontarkan segumpal pertanyaan dari mulutku. Langsung saja aku berkata, "Asal kau tidak berbohong padaku sekali ini Lyra, kau sudah sangat sering melakukannya, persis seperti Marisa, ibumu itu."

Lyra mengerti apa yang kumaksudkan dan senyum bergigi segera mengembang di wajahnya, dia senang akan bakat alaminya itu. Berbohong, bakat alaminya itu. Tetapi setelah beberapa waktu bersamaku, dia tidak berbohong padaku. Mungkin takut atau bagaimana, aku juga tak tahu. Senyumnya cantik, persis seperti ibunya pula, batinku berkata.

Aku menanyakan sesuatu, rahasia, tak akan kuberitahukan di sini. Segera dia sibuk dengan Alethiometernya. Hanya dua detik, tak lebih, dia memberikan jawaban padaku. Aku terheran akan ketepatannya menebak, bahkan apa yang sudah kupikirkan atas kemungkinan jawaban. Alethiometer yang pintar, Lyra yang pintar. #Lyra lainnya (bersambung)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun