Mohon tunggu...
Uzee D Portgas
Uzee D Portgas Mohon Tunggu... Administrasi - Pekerja serabutan

asal : Wonosobo, Jateng Pekerjaan : Anything.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sore, Sesederhana Itu

1 Juli 2019   16:13 Diperbarui: 1 Juli 2019   16:23 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aku ingin bercerita tentang sore, bukan tentangmu atapun tentangku. Aku ingin bercerita kepada jam dinding yang berdetak, ketika jarum jam persis di angka lima dan jarum menit terduduk takzim di angka 12 sedang si detik seperti tak lelah berlari.

Sore ini ketika burung pipit sadar waktunya beranjak dari dahan pohon rambutan dan gelisah mencari anak-anaknya yang tak kunjung pulang dari bermain. Cantik terlukis di hamparan ufuk barat merenda kesejukan alami. Ini adalah musim ketika kemarau menggantikan hujan yang rajin sekali turun saat menjelang pergantian hari.

Sesosok tubuh berkaos oblong dan kolor pendek tanpa alas kaki memegang cemeti menggiring satu keluarga kerbau menuju kandang. Sang bapak kerbau tampak gagah dan sombong serta memancarkan mata tak peduli melangkahkan kakinya mantap di setapak. Sementara si ibu kerbau tampak anggun mengikuti sang suami yang kekar dari belakang dengan tubuh gemuknya. Lalu si anak kerbau tampak nakal dan banyak tingkah sehingga sang penggembala sedikit kerepotan dibuatnya. Sesekali cemeti diayunkan di udara menimbulkan bunyi "cetar" agar si anak kerbau tidak bertingkah seenak perutnya.

Di sudut jalan lain, di sebuah pelataran rumah, seorang ibu muda nampak tengah menikmati hobi barunya. Tampak pot-pot baru berisi bermacam-macam bunga tertata rapi di atas rak kayu bikinan sang suami siang tadi. Ada bunga mawar merah, mawar putih, bunga ester, bunga dahlia, bunga kamboja aneka warna, lalu bermacam-macam tanaman kaktus dalam pot yang tampak mungil namun tampak memamerkan sikap defensif dengan duri-duri di sekujur tubunya.

Ia menata bunga-bunga dengan sedemikian rupa, sepertinya ia begitu serius menata pot-pot tersebut agar terlihat rapi dan indah serta natural. Dari tadi terlihat sesekali ia membongkar-pasang, memindahkan posisi pot-pot bunga hingga ia tampak puas. Lalu ketika ia mencoba melihat dari sudut pandang lain ada yang dirasa kurang pas ia langsung berpikir dan menimbang-nimbang pot mana lagi yang harus dipindahkan.

Sekitar lebih dari setengah jam ia terlihat melakukan kegiatan membongkar-pasang pot-pot bunga hingga akhirnya ia puas, atau mungkin karena sudah mentok. Ia mengambil teko khusus menyiram bunga dan dengan riang ia bernyanyi bersama bunga-bunga menyiramkan harapan kehidupan pada setiap bunga yang ia tanam. Keindahan sore ini bertambah berlipat-lipat.

Duduk di teras rumah aku sengaja tidak membuat kopi atau minuman apapun. Sengaja karena aku hanya ingin benar-benar menikmati sore ini tanpa siapapun. Tanpa kau,tanpa notifikasi chat dan telepon darimu, aku bahkan sedang tidak ingin mengingatmu sama sekali, tanpa buku, tanpa kopi dan camilan apapun. Meja kecil di sebelah kananku kubiarkan kosong, hanya berisikan sebuak taplak meja coklat tua yang sudah mulai kusam.

Rumahku menghadap ke barat, dengan desain rumah kampung yang sederhana. Tembok separuh kayu dengan cat warna hijau muda pada tiang-tiangnya. Pohon rambutan yang gemar berbuah tiap musimnya berdiri gagah sedikit melampaui atap rumahku, dengan rimbun dedaunan yang membuat halaman rumahku menjadi teduh. Pohon jambu biji tumbuh di sebelahnya dengan ketinggian yang hampir sama, seolah kedua pohon ini adalah sahabat sejak kecil yang selalu bertukar cerita.

Dua bocah laki-laki berumur sekitar 6 tahun tampak setengah berlari membawa jajan warung. Mereka tampak rapi dengan ramput klimis dan bersih menandakan mereka baru saja mandi lalu meminta uang jajan ke ibunya. Wajah mereka riang memamerkan jajanan masing-masing. Tak ada iri atau dengki, mereka hanya tertawa lalu berlari memasuki sebuah setapak kecil melewati sepetak kebon menuju rumah mereka. Aku tersenyum-senyum senang, aku pernah sebahagia itu. Hei, di mana kawan-kawan sepermainanku dulu?

Aku mendongakkan kepala ke arah matahari terbenam, jingga memancarkan kemolekannya kepada siapa saja di bawahnya. Ini adalah sore yang sederhana dengan keindahan yang tidak sederhana. Ini bukanlah cerita untukmu atau untukku. Ini bukanlah cerita, ini hanyalah tentang sore yang sederhana.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun