Pagi itu saya bersiap menuju tempat kerja. Sebelumnya perut sudah terisi dengan sepiring nasi uduk buatan tetangga. Perihal mengisi perut menjadi wajib karena hari ini saya akan pergi ke Ciomas, salah satu kecamatan yang ada di Kabupaten Serang.Â
Letak kecamatan ini tidak terlalu jauh, sekitar 1,5 jam perjalanan darat. Jalan yang akan dilalui pun terbilang mulus meski tidak terlalu lebar. Di kecamatan ini saya dan beberapa orang teman akan melihat titik 0 Cibanten. Inilah sumber dari sungai Cibanten yang mengalir melalui beberapa wilayah di Provinsi Banten.
Untuk masyarakat Banten, sungai ini memiliki arti penting karena menunjang kehidupan, baik dari segi penyediaan air hingga sumber kehidupan bagi padi yang menjadi sumber pangan. Sungai Cibanten juga memiliki arti untuk Suku Baduy sehingga dalam kegiatan Seba Baduy, mereka akan membersihkan diri di aliran Sungai Cibanten.
Melihat begitu pentingnya arti Sungai Cibanten untuk masyarakat, saya bersama tim melakukan peninjauan ke titik 0 Cibanten untuk mengetahui kondisinya saat ini. Maka, pagi ini saya bersama teman-teman bersiap menuju ke Ciomas.
Perjalanan pagi ini cukup lancar. Beberapa ruas jalan yang berada di depan sekolah dapat dilalui dengan lancar karena para siswa sudah berada di dalam kelas. Pasar yang dilewati pun tidak terlalu ramai. Perjalanan selama 1,5 jam itu pun berjalan dengan lancar. Sepanjang perjalanan saya melihat ragam kegiatan masyarakat, ada yang berdagang buah-buahan di tepi jalan. Mobil bak terbuka yang membawa potongan kayu mahoni. Pepohonan dan rumah warga di perbukitan.
Mobil yang membawa saya dan teman-teman akhirnya berbelok ke jalan di samping Puskesmas Desa Sukarena. Kondisi jalan semakin sempit dan menanjak. Tidak ada papan petunjuk menuju titik 0 Cibanten padahal kawasan ini menjadi kawasan wisata karena dikenal sebagai Danau Biru.
Mobil kembali berbelok ke kiri dan melewati jalan di depan rumah warga. Tidak lama kemudian tampaklah sebuah danau berwarna biru yang tidak terlalu luas. Inilah titik 0 Cibanten.
Mobil sengaja di parkir tepat di samping pagar pembatas danau. Sebuah papan petunjuk dipasang untuk mengingatkan warga atau pengunjung agar tidak berenang di danau dengan kedalaman 4 meter.Â
Di atas permukaan danau tampak ikan-ikan berenang dengan gembira. Saya senang melihatnya, apalagi kondisi danau terbilang bersih dari sampah. Hiasan yang tidak menyenangkan itu memang masih terlihat di badan jalan. Bagaimana dengan kondisi di mata airnya?
Mari kita lihat bersama.
Dari tepi danau, saya dan tim berjalan menuju mata air yang menjadi asal sumber sungai Cibanten. Letaknya sebenarnya tidak jauh dari danau tetapi menanjak dan berada di sekitar pepohonan besar.
Sumber mata air pertama letaknya tidak jauh dari danau. Sumber mata air ini berada di bawah kerimbunan pepohonan. Ada batu-batuan besar untuk berpijak. Sumber ini diberi pagar pengaman sebagai pelindung.Â
Melihat aliran air yang bening itu sungguh menggoda. Cuaca yang panas seperti pemantik yang tepat untuk berendam. Tetapi keinginan itu harus ditahan karena masih ada beberapa sumber mata air yang perlu dilihat.Â
Perjalanan pun berlanjut ke sumber mata air kedua. Letaknya tidak terlalu jauh. Sumber mata air ini serupa ceruk sehingga bisa ditebari ikan. Airnya juga masih jernih dan bening. Di sini mulai tampak sampah tetapi tidak terlalu banyak.
Untuk sumber mata air berikut bentuknya seperti sumur. Sebuah gayung diletakkan tepat di mulut sumur. Sepertinya banyak orang yang mengambil airnya untuk kepentingan pribadi.Â
Tepat di seberang kedua mata air ini terdapat aliran sungai kecil. Di tepinya tumbuh sebuah pohon besar yang diberi kain. Ada harum bunga mawar. Aliran sungai kecil ini tampak dihiasi oleh sampah-sampah berukuran kecil. Keberadaan sampah di aliran sungai dan sumber mata air tersebut sangat disayangkan.Â
Sampah-sampah ini tidak hanya mengganggu pemandangan tetapi juga bisa merusak lingkungan. Tindakan nyata harus segera dilakukan untuk mengurangi sampah dan meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap kebersihan lingkungan.
Usai mendata keberadaan sumber mata air di titik 0 Cibanten, saya dan tim melanjutkan perjalanan ke bagian atas danau biru. Deretan bangunan non permanen berdiri di tepi jalan. Bangunan ini seperti berkawan dekat dengan pepohonan besar.Â
Senang sekali bisa berjalan di bawah pepohonan besar. Keteduhan dan hawa segar membuat suasana hati menjadi gembira. Kegembiraan itu semakin menjadi ketika melihat hamparan sawah. Indahnya.
Tanaman padi yang sudah berisi itu tampak merunduk. Semburat warna kuningnya tampak disela-sela dedaunan. Duduk-duduk di tepi sawah sembari melihat perbukitan dan langit benar-benar menyenangkan. Istilahnya, setelah bekerja bisa langsung healing benar nyata adanya. Inilah bonus yang saya dapat dari tugas hari ini.Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI