Kebijakan publik merupakan salah satu konsekuensi dalam kehidupan masyarakat yang hidup dalam sistem politik dan pemerintahan yang berlangsung secara demokratis. Kebijakan publik yang baik akan memberikan dampak yang baik kepada masyarakat dan serta merta kebijakan tersebut akan didukung dan diterima oleh publik secara luas.Â
Sebaliknya, kebijakan publik yang tidak baik maka kebijakan tersebut akan menjadi beban bagi masyarakat dan masyarakat akan berat menerimanya bahkan menolak kebijakan tersebut. Oleh karena itu dalam membuat kebijakan publik pemangku kebijakan harus benar-benar melakukan kajian dan pertimbangan yang mendalam serta menyerap aspirasi sebanyak-banyaknya keinginan masyarakat luas.
Riant Nugroho menjelaskan bahwa ada tiga syarat utama kebijakan publik yaitu:
- cerdas
- bijaksana, dan
- memberi harapan
Kebijakan publik yang bersifat cerdas adalah kebijakan publik yang langsung mengena terhadap inti dari permasalahan di masyarakat. Adapaun bersifat bijaksana, artinya kebijakan tersebut harus bersifat adil dan tidak memihak, sedangkan memberi harapan dalam arti kebijakan tersebut memiliki sifat memberi harapan bagi masyarakat untuk menjadi lebih baik.
Mencermati beberapa kebijakan publik yang terjadi di masa sekarang, khususnya kenaikan tarif tol dan penggunaan uang elektronik yang akan digunakan dalam seluruh transaksi di gerbang tol menurut hemat penulis belum sepenuhnya memenuhi kriteria kebijakan publik yang baik.
Kenaikan tarif tol di ruas Jagorawi yang sebelumnya berdasarkan jarak tempuh dirubah menjadi tarif yang sama untuk jarak jauh maupun dekat. Kebijakan ini tentunya sangat memberatkan masyarakat, mengingat tol jagorawi merupakan salah satu jalur penting transportasi warga menuju dan dari Jakarta. Masyarakat yang sebelumnya cukup membayar Rp1.000,00 Rp1.500,00 atau Rp2.500,00 atau Rp3.500,00 sekarang harus membayar Rp6.500,00. Kenaikan ini melebihi 200% dari tarif sebelumnya. Seperti dicontohkan kendaraan yang masuk dari Cawang dan keluar di TMII atau Duku melanjutkan ke JORR maka harus membayar Rp6.500,00 dari sebelumnya Rp2.500,00. Ini kenaikan yang luar biasa dan sangat memberatkan bagi masyarakat pengguna tol.
Kebijakan ini tentunya tidak memihak rakyat karena adanya kenaikan yang luar biasa dari tarif sebelumnya sementara rakyat tidak menerima secara signifikan kompensai kenaikan tersebut. Ini pula yang membuat LBH Bogor melaporkan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) kepada Ombudsman RI pada Jumat 22 September 2017 terkait kebijakan integrasi tol Jagorawi yang berdampak pada kenaikan tarif tol jarak dekat. (sumber: http://industri.bisnis.com/read/20170922/45/692127). Penulis sangat mengharapkan tarif tol Jagorawi dapat dikembalikan ke skema semula, jika ada penyesuaian maka paling dapat dinaikkan Rp 500,00 sampai dengan Rp1.000,00 untuk jarak terjauh.
Kebijakan yang kedua, adalah kebijakan penggunaan uang elektronik untuk pembayaran di semua gerbang tol di Indonesia. Menurut hemat penulis sebaiknya kebijakan ini ditunda untuk penerapannya. Mengapa, karena rakyat belum merasakan manfaat yang lebih dari penggunaan uang elektronik tersebut. Mungkin sekarang dianggap lebih cepat dalam antrian, namun bagaimana jika semua orang sudah menggunakan uang elektronik, apakah yakin tidak ada antrian lagi? Apalagi jika kita lupa akan saldo uang elektronik tersebut dan tidak cukup untuk membayar bisa jadi menjadi masalah baru lagi.