Prostitusi sebagai "sampah" sosial keberadaannya sudah ribuan tahun dan mustahil untuk dimusnahkan.
Sebagai sebuah sampah pilihan terhadap prostitusi adalah apakah dibiarkan begitu saja sehingga mencemari lingkungan ataukah dikelola secara" sehat" agar tidak mencemari lingkungan sekaligus bisa didaur ulang sampah prostitusi tersebut.
Saat ini dengan kian berkembang pesatnya media sosial secara online, tersedia beragam " aplikasi " kencan online terselubung yang ujung ujungnya sebagian mengarah ke prostitusi.
Akibatnya prostitusi terselubung semakin banyak dan dampak buruk dari prostitusi itu sendiri baik bagi para pelakunya maupun lingkungan sekitar jadi sulit untuk dikendalikan.
Prostitusi" terselubung " akhirnya dikendalikan oleh para " preman " yang motif utamanya sekedar uang dan tidak menghiraukan keselamatan para pelaku prostitusi dan lingkungan sekitarnya.
Pada titik inilah perlunya kesadaran bersama para pemangku kepentingan untuk perlunya dihidupkan kembali" lokalisasi PSK" atau apapun istilahnya agar dampak buruk dari prostitusi bisa diminalisir.
Indonesia bisa belajar dari pengalaman negara lain yang berhasil meminimalisir dampak buruk dari prostitusi dan disaat yang bersamaan justru mampu meningkatkan kunjungan wisatawan lewat wisata " Sex".
Diperlukan persyaratan yang ketat terkhusus terkait status kesehatan para pelaku prostitusi, termasuk adanya kewajiban menggunakan pengaman/ kondom.
PSK secara periodik diperiksa status kesehatannya, dijaga status kesehatannya lewat pola hidup yang sehat agar terhindar dari narkoba dan bahaya seks yang tidak aman.
Pilihannya sekarang ada pada para pemangku kepentingan terkait" prostitusi " dibiarkan merajalela tanpa kendali dengan beragam dampak buruknya ataukah dikendalikan salah satunya lewat lokalisasi PSK agar dampak buruk dari prostitusi bisa diminalisir.
Satu hal yang jelas berdasarkan fakta di lapangan... prostitusi akan selalu ada hingga akhir masa.