Mohon tunggu...
Usman D. Ganggang
Usman D. Ganggang Mohon Tunggu... Dosen - Dosen dan penulis

Berawal dari cerita, selanjutnya aku menulis tentang sesuatu, iya akhirnya tercipta sebuah simpulan, menulis adalah roh menuntaskan masalah

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Berawal dari Jomblo, hingga Hidup Hanya Sebentar

12 Januari 2020   05:55 Diperbarui: 12 Januari 2020   06:07 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 (Cerita mini (cermin) buat anak gantengku yang berulang   tahun  tepat tanggal 5 November )

Oleh Usman D.Ganggang*)

Pagi amat cerah. Secerah hatiku saat ini. Apalagi sepoi angin datang terburu-buru  menghaluskan rasaku demi mengingat serpihan kisah-kasih serta kasih-kisah kita yang telah dirajut manis dalam bingkai yang bernama kebersamaan itu. "Maksudnya Abah? Setidaknya anakku bertanya sesaat menikmati isi surat ini.  Iya,  apalagi kalau bukan, sebuah nyanyian harmonis di antara kejujuran dan tanggung jawab. Itulah komitmen yang sedang Abah cerna saat ini, meski cuma sebentar, tapi kebersamaan itu hadir kembali teringat  ketika mentari pagi  ini muncul di ufuk timur. Mencerahkan !

Aku ingat, komitmenmu tempo dulu, "Jangan ada dusta di antara kita Abah!"desismu saat itu. Abah paham, ini  sebuah ungkapan manis yang jadi syair lagu dan dijadikan tophit beberapa tahun silam. Premis ini memberikan bukti, dalam kebersamaan itu, butuh jujur dan tanggung jawab penuh dengan apa yang telah diucapkan. Apalagi seminggu lalu, kau berpremis lagi,"Hidup itu Cuma sebentar, ngejomblo yang kelamaan". Haem, kamu sudah berdialek Jakarta. Intinya  Abah sudah tangkap bahwa hidup harus diberi makna, karena seperti kata Chairil Anwar Sang Pelopor Angkatan '45,dan terkenal dengan julukan "Binatang Jalang itu,"Hidup hanya sekali, sesudah itu mati". Lalu yang kamu punya, "Hidup hanya sebentar,ngejomblonya yang kelamaan", sebuah premis manismu selalu kuingat anakku," Kamu hebat anakku!: batinku pagi ini.

Permenunganku akhirnya terbuyar setelah menerima telpon dari Jakarta. "Haem... ada apa?" batinku lagi. Sayang pertanyaanku belum dijawab. Lama kutunggu sapaannya.

" Assalamualaikum, Abah?" Suara itu manis terasa, suara khasmu yang kucatat juga.

" Wassalamualaikum, anandaku.

"Gimana kabar Abah?" tanyamu

"Alhamdulillah kabar baik, anakku! Sebaliknya, kamu, gimana?"

"Baik juga, Abah", jawabmu, kemudian HP-nya mati.

Sejenak angin lewat. Lalu, tiba-tiba telingaku terngiang-ngiang panjang. Kusebut namamu. Tapi ngiangan tersebut masih saja membentak-bentak telingaku. Sebentar jedah, angin sepoi lewat lagi. Bersamaan jedahan yang terakhir, non Annisa Dinar temanmu dulu  yang katanya duduk sebangku di SMA, hadir dalam Facebookku.

"Abah, sudah kirim ucapan selamat hari ulang tahun?"

"Siapa yang berulang tahun, anakku?"

"Kim, Abah", sambungnya.

Iya, boleh jadi, tadi, Kim memberi tanda bahwa hari ini ulang tahunnya, "Mengapa Abah, tidak kirim ucapan?" batinku. Iya, aku yakin seyakin-yakinnya , deringan tadi itu sebuah tanda, yang kurang kuperhatikan maknanya. Padahal dulu sewaktu kecil, sering Ibu beritahu, kalau ada deringan berupa ngiangan, itu pertanda ada yang sebut nama kita.

Sebelum kutelpon dia, kubaca isi ucapan anandaku  Annisa Dinar. Heiii  Kimmm, met ultah plen, panjang umur, sehat terus, murahkan rezeki, selalu diberi yang terbaik sama Allah buat Kim, Aamiin, Semoga. Harapanku, diberkurangnya hidup ini, semakin bermakna dan bijak dalam hidup".  Tanpa menunggu jawaban atau boleh jadi kamu sibuk, nanda Annisa Dinar terus menyampaikan ucapan buat kamu yang lagi sibuk,

"Eh, semoga rezeki buanyak biar, bisa traktir teman-temanmu di sana Jakarta", harapnya.

"Terima kasih Nisa, atas doa dan harapannya", kubaca juga balasan dari Kim akhirnya.

 Akhirnya, aku tak sabar lagi untuk mengirimkan ucapan ultahnya. Tidak hanya di facebook, tetapi juga lewat telpon. Dan tidak beberapa lama, dibalas melalui telpon.

"Terima kasih Abah, oh ya, gimana kabar?" tanyanya

"Alhamdulilah masih diberi nafas panjang anakku"

"Abah! Hidup itu Cuma sebentar, ngejomblonya yang kelamaan", kamu berpremis.

Begitu aku mau balas premis itu, eh... tiba-tiba HP-nya mati lagi. "Ah, tanda-tanda  apa lagi ini?" batinku. Sejak awal, suara di HP, Cuma sebentar. Boleh jadi ada tanda lain lagi. Untuk mengisi waktu kosong itu, aku buka google terkait makna jomblo. Maklum sudah tua, tak mengerti istilah anak muda generasi  era revolusi industry  4.0 itu.

Alhamdulillah, makna  serta perluasan  istilah "jomblo"ditemui dalam google serta referensi lainnya. Ternyata, kata itu berasal dari bahasa daerah Sunda. Dan ternyata  sudah dibakukan ke dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (KUBI). Maknanya, merupakan sebutan bagi orang yang tidak mempunyai ikatan hubungan dengan lawan jenis, terutama gadis yang belum memiliki pasangan. Konktretnya, ditujukan kepada perempuan sudah tua namun belum menikah atau memiliki pasangan.

Setelah ditemukan makna kata jomblo  langsung menelpon anakku, Kim. Dan kali ini, direspon cepat.

 "Gimana Abah?" tanyanya dari seberang.  Belum dijawab, langsung pula dia tanya,   

 "Pasti Abah tidak paham kata jomblo"                                                                                  

 "Masak, Abah tidak paham,!" bantahku bepura-pura, karena setelah menemukan makna kata jomblo khusus untuk cewek yang belum ada pasangannya.

Nah, sudah kalau begitu, sambungnya. Tapi agar Abah tidak penasaran, tetap diberikan pemahaman kata jomblo itu. Kata jomblo itu, lanjutnya, memang  awalnya ditujukan kepada  cewek Tetapi kemudian, berlaku juga untuk cowok. Selanjutnya, jomblo  bukan berarti cewek/cowok yang  tak laku. "Hanya saja belum diberikan  pasangan yang pasti oleh Tuhan dalam menjalani sebuah kehidupan",  komentarnya sambil menambahkan," Selain itu, jomblo bukan orang yang ketinggalan zamanm Abah".urainya membaca ketidaktahuanku.

Terima kasih penjelasan anakku.  "Oh ya, sudah Aba baca premismu. Belum dilanjutkan,  tiba-tiba dia sambung dengan  premisnya yang sengaja dia hadirkan  ulang sebagai statusnya dalam  Facebook (FB):.                               

 "Abah, hidup itu cuma sebentar, ngejomblonya yang kelamaan".                                       

 "Gimana maksudnya?", tanyaku .                                                                                             

 "Cuma lagi setahun, saya ujian sarjana, Abah!".sambungnya.

Sejenak aku diam. "Apakah dia mau cari cewek untuk pasangannya?", batinku. Tetapi supaya jelasnya, aku tanyakan saja, biar kliern.  Cuma sebentar aku analisis maksud premisnya, kembali dia ditelpon. Sambil duduk,kuambil buku dan pulpen untuk mencatat maksud  premisnya," "Abah, hidup itu cuma sebentar, ngejomblonya yang kelamaan", batinku lagi.

Boleh jadi dia masih berpikir-pikir, terkait penjelasannya. Soal kearifan lokal, pantaskah diajukan kepada orangtua soal nikah sementara masih kuliah,, atau boleh jadi hal lain, aku hanya menduga-duda saja. Pasalnya, sejak dia masuk kuliah, sudah aku wanti-wanti agar meraih ijazah sarjana tidak boleh lebih dari satu apalagi tiga ijazah dirah dalam kuliah. Maksud ungkapan itu, kalau masih kuliah, iya kuliah saja, jangan menikah apalgi sudah punya anak. Punya istri dan anak itu maksudnya, ijazah lebih dari satu.

Tanpa menunggu  telponnya, langsung aku tanyakan tentang maksud, hidup itu cuma sebentar, ngejomblonya yang kelamaan.  "Nak, apakah kamu punya cewek dan mau menikah?"             

 "Ah, bukan Abah?" jawabnya dari seberang. Sebentar dia sambung lagi, 

"Sudah saya paham pesan atau nasihat Abah, terkait tujuan kuliahku", bantahnya  serius.

Mencermati jawabannya, langsung kuberikan nasihat lagi. Cepatlah selesai kuliah agar maksud anakku Abah dukung. Ingatkah kamu terkait  premis  yang pernah Abah berikan dulu sewaktu kamu masih duduk di bangku SMA   di Timor doeloe?                                                              

"Apa itu Aba?" tanyanya.                                                                                                             

 "Nak, tak akan lari gunung dikejar! "

"Iya, Abah, tapi itu dulu, bagaimana bisa maju jika masih di tempat tanpa ada usaha?" balasnya "Iya, maksudnya, untuk dapat cewek itu, insya Allah kamu dapatlah" , sambungku ,                  

"Ah, bukan itu maksud ananda, Abah! Bantahnya sambil menambahkan,"  Maksud ananda, adalah  harus berusaha selesai kuliah, baru pikir yang lainnya." Urainya mantap.

Sejenak jedah. Aku harus berpikir jernih, maksud premis anakku. Dari ngejomblonya yang kelamaan hingga hidup hanya sebentar. Kubalik rumusannya, menjadi: Hidup hanya sebentar, lalu ngejomblonya kelamaan, bisa jadi tujuan mewariskan generasi berikutnya diabadikan. Untuk itu perlu ada keutamaan dalam hidup, demi menjawab tujuan hidup. Pertanyaannya,"Apa sih keutamaan itu? " Tentu, beragam jawaban orang terhadap pengertian keutamaan. Ini disadari bahwa setiap orang mempunyai pandangan tersendiri terhadap sebuah objek yang ditinjau dalam berpendapat.Tidak keliru kata orang bijak, kita boleh sama berambut hitam, tapi isi pikiran tidak sama.

Bagaimanapun juga perasaan, tujuan, dan kesukaan manusia serta cara mereka menegakkan keutamaan itu, bermacam-macam.Konkretnya, ada sama sekali tidak memperdulikan kepentingan orang lain, atau hanya menilik kepentingan dirinya sendiri.Pikirannya dipengaruhi oleh cinta harta, hati dan matanya telah tertutup.Pertanyaan mengganjal," Adakah fakta seperti itu?" Kita juga punya mata dan telinga untuk hal yang terkait dengan keutamaan yang dimaksud.

Dalam Buku Falsafah Hidup karya Prof.DR.Hamka, (\Sastrawan dan ulama besar) yang diterbitkan Pustaka Panjimas, terurai jelas soal keutamaan ini. Menurut Hamka, yang lebih utama, ialah orang yang berpendirian sederhana, dipikirkannya kepentingan kaum keluarganya dengan kepentingan umum dan bangsa. termasuk masyarakat umum.

Sementara yang lainnya berpendapat, (1)" Keutamaan itu, ialah melakukan kewajiban lantaran telah teradat dan telah dibiasakan" (2)"Keutamaan itu ialah menghadapkan cita-cita yang teguh dan kemauan yang kuat kepada pekerjaan mulia"; (3) "Keutamaan ialah mengorbankan segenap tenaga untuk mengerjakan petunjuk akal yang waras, timbul rasa cinta dan pengharapan".Ketiga pendapat di atas, oleh Hamka digolongkan ke dalam setengah filsuf

Hamka menyimpulkan bahwa sebagai orang hidup dia wajib berbuat baik terhadap segenap.yang bernyawa, manusia atau binatang dan dirinya sendiri. Aristoteles berkata,"Keutamaan itu ialah membiasakan berbuat baik".

"Lalu, bagaimana menurut penulis ini?"tanya pembaca. hehehe, penulis hanya melihatnya dari sudut makna kata "keutamaan " itu. Keutamaan terbentuk dari kata "utama"dan konfiks 'ke-an. Utama bermakna, terbaik, terpenting (KUBI), lalu "ke-an" = hal-hal. Jadi, keutamaan adalah hal-hal yang terkait dengan yang terbaik dan terpenting. Apa itu? nilai-nilai kearifan lokal dan nilai agama yang dianut.***)

Kpta Kesultanan Bima, 5 November 2019

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun