Mohon tunggu...
Usman D. Ganggang
Usman D. Ganggang Mohon Tunggu... Dosen - Dosen dan penulis

Berawal dari cerita, selanjutnya aku menulis tentang sesuatu, iya akhirnya tercipta sebuah simpulan, menulis adalah roh menuntaskan masalah

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Antara Cinta, Rasa Kebersamaan dan Keberpolitikan

25 Mei 2017   19:36 Diperbarui: 25 Mei 2017   20:54 714
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ketika cinta itu tumbuh dan berkembang, kata-kata manis selalu hadir tepat waktu. Jarang ada  kata bertemu hilang dalam kamus mereka. Dan ketika bertemu, lahirlah syair-syair indah, semuanya untuk menggoda. Tapi kemudian, jika ditemui dusta, mulailah hadir syair-syair bernada dendam kesumat./Terang bulan terang di kali/ Buaya muncul disangka mati/Jangan percaya mulut lelaki/ Berani sumpah takut mati//.

Nah, inilah bukti kejengkelan seseorang jika ada tanda-tanda hoax {bohong] terkait kebersamaan dalam cinta. Sampai mati pun, dia tidak percaya kepada mereka yang bermulut manis, semanis madu.Apalagi kalau syair di atas dibalas tuntas seperti ini./Tinggi-tinggi gunung Rinjani/Salah sedikit miring ke kiri/Tinggi-tinggi nona sekarang ini/Salah sedikit kencing berdiri//. Haem, klop kan? Bagaimana lagi lagu kebersamaan itu hadir?

Itulah sebabnya, orang bijak selalu mewanti-wanti sebelum jatuh cinta berpolitik. “Berbicaralah sebelum engkau berbicara; Jangan sampai”Mulutmu harimaumu”; karena itu,  Jangan mengundang susah ketika kita senang atau Ketika kita senang jangan mengundang susah. Itulah sebabnya, jika kita jatuh cinta lalu kebersamaan dalam cinta itu, telah diraih, cermatilah kalimat-kalimat yang dihadirkan dalam dia berkomunikasi.

Biasanya, kalimat-kalimat berikut yang selalu hadir demi kebersamaan sejati yang diharapkan pelaku cinta. [1] Perasaanku, kata-kataku serta tindakanku adalah satu merupakan persembahan bagimu, tanpa mengharapkan sesuatu kembali sebagai balasannya. [2] Aku tidak lebih dan tidak kurang darimu, duduk sama rendah berdiri sama tinggi. [3] Aku tahu bahwa kau butuh kuterima, begitu juga sebaliknya, aku butuh kau terima secara tulus tanpa bujuk rayu yang kadang malah menyesatkan.

Lalu, bagaimana strategi kita dalam memahami kebersamaan semu atau quasy belonging? Yang jelas dalam kebersamaan semu, diharapkan pelakunya adalah sebuah ibarat saja, artinya hanya sebagai upaya hadirkan gema saja, atau merupakan bayang-bayang saja dari realitas yang ada di sekitar lingkungannya.

Dalam berkomunikasi, selalu menghadirkan kalimat-kalimat ambigu [ bermakna ganda] dan akan nampak dalam  tindakan kesehariannya. seperti ini. [1] Tidak pernah berterus terang kepada siapa pun akan hal-hal sebenarnya sedang bergejolak dalam dirinya. [2] Berprisai diri untuk tujuan menepis kejadian-kejadian merugikan yang ditujukan kepada dirinya. Dan [3] ini dia, selalu ber-hoax ria kepada siapa pun.

Mengapa pelaku kebersamaan semu ini, menghadirkan premis [pernyataan yang mendasari pendapat] selalu berambigu [bermakna bias] dalam memaparkan pesannya kepada yang dicintainya? Setidaknya, dalam relung hatinya berusaha sedapat mungkin, menyembunyikan dirinya, jangan sampai diketahui orang lain. Iya, dia menutupi  tingkah lakunya, jangan sampai diketahui orang lain. Maka tidak heran jika dalam kesehariannya selalu ada perang batin. Itu semua terjadi lantaran tidak terbuka dalam urusan berkomunikasi.

Ketika keberpolitikan itu mengarah ke kebersamaan semu seperti  terurai di atas, maka yang diterima adalah kebersamaan dalam berpolitk yang semu. Inilah yang menyebabkan ada orang yang berpremis,”Politik itu kotor.”  Padahal yang kotor itu orangnya.Sementara  politik itu, baik.  Pasalnya, tujuan dari berpolitik adalah mensejahterakan rakyat Iya, bBoleh jadi karena melihat orang yang opportunis, berkubang dalam tipu muslihat yang licik,  akhirnya hadirlah kalimat,”Politik itu kotor”.

Itu pulalah sebabnya, dalam berpolitik jangan hanya mendasarkan diri pada soal cinta saja. Harus disadari bahwa untuk meraih kebahagiaan itu, bukan saja  bermodal cinta, kararena bukankah masih banyak  unsur penunjang kebahagiaan  yang lainnya seperti harga diri. Premis ini hadir sekaligsu menjawab pertanyaan di awal tulisan ini,”“Ketika kau berpolitik, demi  mencapai tujuan keberpolitikan , kenapa cinta kau utamakan sementara harga diri dicampakkan?”

Ternyata dengan hanya bermodal cinta saja, tujuan berpolitik untuk mencapai kebahagiaan, belumlah cukup, sebab terkadang orang tidak  bahagia dengan cintanya lantaran dia kehilangan harga diri.  Motto Broadbent tentang cinta yang dikutip Jiwo Mangu barangkali kita cermati untuk diambil maknanya dalam kehidupan seharian. Moto tersebut berbunyi,” If you are trying to make people love you, they won’t!

Terlalu sering kita berusaha untuk memiliki agar dapat dicintai. Terlalu sering kita berusaha memiliki untuk bias diterima. “Saudara, ijaksanakah itu?” tanya Jiwo Wungu dalam artikelnya bertajuk,”Kebersamaan dalam Cinta” yang terbit dalam Majalah ANDA edisi tathun 1983.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun