Penulis :
Usman Taip, SH, MH
Analis Hukum Pemerintah Provinsi Gorontalo
Wajah sebuah kota seringkali tercermin dari denyut kehidupan di ruang publiknya. Aktivitas para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di sepanjang jalan adalah pemandangan lazim yang menandakan geliat ekonomi kerakyatan. Kebijakan Pemerintah Kota Gorontalo baru-baru ini yang mempersilakan para pedagang untuk memanfaatkan trotoar di beberapa ruas jalan utama adalah cerminan dari semangat keberpihakan tersebut.
Niat baik untuk membuka ruang bagi warga yang mencari nafkah tentu patut diapresiasi. Namun, kebijakan ini bersinggungan dengan kerangka aturan yang lebih luas, sehingga menimbulkan diskursus publik. Tulisan ini tidak bermaksud menghakimi, melainkan mengajak kita semua untuk memahami duduk perkara ini secara jernih dari perspektif tata kelola pemerintahan yang baik.
1. Fondasi Utama: Memahami Status Jalan sebagai Penentu Kewenangan
Dalam sistem administrasi pemerintahan di Indonesia, pertanyaan mendasar yang harus dijawab adalah, "Siapakah yang berwenang mengelola sebuah aset?" Untuk jalan raya, jawabannya tidak ditentukan oleh letak geografisnya semata, melainkan oleh status hukum jalan tersebut.
- Â Pembagian yang Jelas: Undang-Undang No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan secara tegas membagi kewenangan penyelenggaraan jalan. Pemerintah Pusat mengurus Jalan Nasional, Pemerintah Provinsi bertanggung jawab atas Jalan Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota mengelola Jalan Kabupaten/Kota.
- Satu Paket Kewenangan: Kewenangan ini mencakup seluruh bagian yang melekat pada jalan, termasuk trotoar. Pengaturan, pemeliharaan, hingga perizinan pemanfaatan trotoar secara hukum berada di tangan penyelenggara jalan sesuai statusnya.
Untuk konteks Gorontalo, jika sebuah ruas jalan telah ditetapkan sebagai Jalan Provinsi, maka kewenangan pengelolaannya, termasuk memberikan izin di atas trotoarnya, berada di pundak Pemerintah Provinsi. Ini adalah prinsip dasar yang menjadi fondasi penataan ruang dan aset di seluruh Indonesia.
2. Fungsi Trotoar: Hak Pejalan Kaki dan Kemungkinan Pemanfaatan Terbatas
Setelah memahami aspek kewenangan, kita perlu melihat fungsi fasilitas itu sendiri. Apa kata aturan mengenai pemanfaatan trotoar?
- Prioritas Utama: UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menempatkan hak dan keselamatan pejalan kaki sebagai prioritas utama. Trotoar secara fundamental disediakan untuk mereka.
- Adakah Pengecualian? Pertanyaan ini dijawab oleh pedoman teknis, yaitu Permen PUPR No. 03/2014. Peraturan ini memang membuka kemungkinan penempatan sarana penunjang di trotoar, termasuk sarana komersial seperti kios. Namun, hal ini disertai dengan syarat yang sangat ketat:
- Tidak Mengganggu Sirkulasi: Aktivitas usaha sama sekali tidak boleh menghalangi lalu lintas pejalan kaki.
- Menjaga Ruang Bebas: Harus tetap tersedia ruang gerak yang lapang dan bebas halangan bagi pejalan kaki (umumnya minimal 1,5 meter).
- Tertata dan Seragam: Sarana yang diizinkan adalah yang memiliki desain terstandar, rapi, dan menyatu dengan estetika kota, bukan lapak temporer yang tidak teratur.
- Memperoleh Izin: Poin terpenting, penempatannya wajib mendapatkan izin dari penyelenggara jalan yang sah.