Tikus-tikus jantan mulai kehilangan minat untuk bersaing dan berkembang biak. Sebagian menjadi agresif dan menyerang tikus lain tanpa sebab. Yang lainnya menjadi apatis, menyendiri, dan hanya fokus merawat diri mereka sendiri. Calhoun menyebut mereka "the beautiful ones", tikus-tikus yang tampak sehat secara fisik tapi lumpuh secara sosial.
Tikus-tikus betina pun menunjukkan perilaku menyimpang. Mereka menjadi agresif terhadap anak-anak mereka sendiri, bahkan tega membunuhnya.
Tingkat kelahiran pun turun drastis. Kekerasan meningkat. Struktur sosial runtuh.
Meski makanan dan tempat tinggal masih tersedia melimpah, tikus-tikus itu berhenti berkembang biak dan akhirnya... punah.
Apa yang Sebenarnya Terjadi?
Calhoun menyimpulkan bahwa bukan kelaparan, penyakit, atau kekurangan fisik yang membunuh para tikus. Melainkan runtuhnya struktur sosial dan hilangnya makna hidup. Ia menyebut fenomena ini sebagai "behavioral sink" atau lubang gelap perilaku, di mana makhluk hidup yang kehilangan peran sosial dan koneksi akhirnya rusak dari dalam.
Ia kemudian memperingatkan: jika manusia terlalu nyaman, terlalu penuh, terlalu sibuk dengan diri sendiri - tanpa keterlibatan sosial yang bermakna - maka kita sedang menghadapi kehancuran.
Pelajaran untuk Dunia Manusia
Eksperimen Universe 25 memang dilakukan pada tikus. Tapi ia berbicara banyak tentang manusia modern. Hari ini, kita hidup dalam kenyamanan yang belum pernah ada sebelumnya. Akses makanan, hiburan, dan teknologi serba instan. Tapi justru di saat itulah, banyak dari kita kehilangan makna hidup.
Kita tak lagi mengenal tetangga. Anak-anak dibesarkan oleh gawai. Peran ayah, ibu, guru, dan masyarakat menjadi samar. Kita sibuk membangun dunia fisik, tapi meninggalkan dunia sosial dan spiritual kita kosong.
"Kenyamanan tanpa makna adalah awal dari kehampaan; saat hidup tak lagi menantang, jiwa pun kehilangan arah."