Mohon tunggu...
Urip Widodo
Urip Widodo Mohon Tunggu... Peg BUMN - Write and read every day

Senang menulis, membaca, dan nonton film, juga ngopi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Toleransi yang Diajarkan Rasulullah

28 September 2022   13:56 Diperbarui: 28 September 2022   14:06 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi toleransi dalam interaksi sosial/sumber: pexels-cedric-fauntleroy-7221279

Rasulullah tidak segera menjawab ajakan Walid bin Mughirah tersebut. Dan Allah pun menyampaikan wahyu kepada Rasulullah sebagai jawabannya.

"Katakanlah: "Hai orang-orang kafir. Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmu agamamu, dan untukku agamaku." (Surat Al-Kafirun ayat 1-6)

Dengan tegas Rasulullah pun menyampaikan jawaban dari Allah Swt tersebut. Dengan lugas Rasulullah menolak ajakan para pemuka Quraisy.

'Agamu untukmu, agamaku untukku.'

Mereka pun kecewa. Mereka meninggalkan Rasulullah dengan muka tertunduk, tapi hati bergemuruh karena marah.

Itulah sikap yang diambil Rasulullah, tidak ada toleransi untuk urusan menyembah Tuhan. Tidak ada tenggang rasa dalam urusan ibadah.

Namun, sikap Rasulullah tersebut tidak dilakukan saat bersosialisasi dalam kehidupan sehari-hari. Rasulullah berbisnis dengan siapa pun, Muslim atau bukan. Bahkan pernah dengan orang yahudi.

Jadi, sikap toleran itu seperti yang dilakukan Rasulullah. Dalam urusan ibadah mari kita jalankan syariat agama masing-masing. Dalam urusan di luar ibadah; bekerja, bisnis, berorganisasi, aktivitas sosial, atau belajar, boleh kita menjalin kerjasama dengan tetap saling tenggang rasa.

Tidak seperti yang terjadi sekarang. Ada yang baca selawatan di gereja, baca Al-Quran di acara natalan atau misa, atau acara serupa. Katanya, semuanya itu, atas nama toleransi. Padahal seharusnya seperti apa yang dilakukan oleh Rasulullah Saw.

Seorang teman mengilustrasikan toleransi itu seperti dua orang yang bersahabat, yang satu Sukanya makan nasi Padang, dan yang satu senang makan pecel khas Madiun. Suatu saat keduanya makan siang bersama.

Saat makan, ya ... keduanya makan sesuai kesukaannya masing-masing, tanpa harus mencampurkan nasi Padang dengan Pecel Madiun lalu dimakan bersama. Masing-masing menikmati makanan pavoritnya masing-masing, tanpa harus menghujat atau menjelekkan pilihan temannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun