Mohon tunggu...
Urip Widodo
Urip Widodo Mohon Tunggu... Freelancer - Pensiunan yang ingin terus menulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Berusaha menuliskan apa saja yang bermanfaat, untuk sendiri, semoga juga untuk yang lain

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Tidak Butuh Orang Pinter

7 Desember 2020   12:46 Diperbarui: 7 Desember 2020   13:14 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Belum hilang kekagetan publik atas berita seorang Menteri ditangkap KPK, sekarang ditambah lagi dengan yang lebih heboh. Seorang Menteri ditangkap KPK lagi. OTT lagi alias ketankap basah, walau ga lagi hujan-hujanan. Eh, yang di OTT stafnya sih, doi nya menyerahkan diri. Daripada dijemput ke rumah mungkin.

Yang bikin heboh, itu lho, uangnya dari dana program bantuan Covid-19. Tega ya? Terus jumlahnya bikin wooowww. Jumlah yang bagi saya sangat fantastis.

Menurut keterangan Ketua KPK Firli Bahuri di detikcom tanggal 6 Desember, saat OTT disita uang sekitar Rp 14,5 miliar. Uang tersebut disimpan di dalam 7 koper, 3 tas ransel, dan amplop kecil. Kira-kira uang sebanyak 14,5 miliar itu kalau ditumpuk bisa setinggi apa ya?

Karena ada hubungannya dengan Covid-19, saya jadi ngebayangin. Saya kebetulan jadi Ketua RT, tahu persis salah satu bentuk bantuan ke masyarakat yang terdampak Covid-19, besarnya 600 ribu rupiah sebulan. Cairnya tiga bulan sekali.

Nah, saya hitung-hitung, uang yang 14,5 miliar itu kalau di bagi 600 ribu bisa membantu 24.100 orang lebih. Menurut Wikipedia, jumlah penduduk setiap RT terdiri dari minimal 10 KK dan maksimal 50 KK. Kalua saja kita ambil yang maksimal, 50 KK, berarti uang 14,5 miliar itu bisa membantu sebanyak 482 RT. Luar biasa kan?

Duh ... ngeri-ngeri sedap, malingnya pa Mensos itu sama dengan ngembat uangnya orang miskin sebanyak 24.100 orang. Walaupun dosa urusan Tuhan, tapi bisa ngebayangin deh, segimana dosa zalimnya pak Menteri.

Dari dua kasus ini, tertangkapnya dua orang Menteri karena kasus korupsi, secara tidak langsung membenarkan nasihat-nasihat orang tua dahulu. Orang tua kita dulu sering memberi nasihat, hidup itu kudu bener, syukur-syukur pinter juga. Tapi orang yang bener itu lebih baik daripada orang yang pinter.

Nah, sepertinya negeri kita hari-hari ini butuh pengelola negara yang bener, bukan yang pinter. Ya, buktinya dua orang Menteri itu. Mereka tentu orang-orang pinter, makanya ditunjuk Pak Jokowi untuk memimpin Departemen. Mereka pasti orang yang dianggap mampu. Namun, nyatanya?

Bukan meniadakan unsur kepintaran (intelektual), tetapi orang yang bener, dalam arti jujur, amanah, komitmen pada ajaran agama dan moral, itu yang paling penting, paling dibutuhkan. Toh, pengelolaan negara itu dilakukan secara kolektif, saling kerjasama, jadi bisa saling menutupi kelemahan dari sisi intelektual.

Sekali lagi, kita butuh orang yang bener bukan pinter. Kita butuh orang yang spiritualnya kuat bukan yang kuat inteltualnya saja. Ya idealnya sih, spiritual kuat, intelektuanya juga kuat, apalagi kalau ditambah emosialnya kuat juga. Sempurna dah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun