Mohon tunggu...
Urip Widodo
Urip Widodo Mohon Tunggu... Freelancer - Pensiunan yang ingin terus menulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Berusaha menuliskan apa saja yang bermanfaat, untuk sendiri, semoga juga untuk yang lain

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Suara Terbanyak

4 Agustus 2020   13:27 Diperbarui: 4 Agustus 2020   13:27 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Kamu tahu? Retak di jembatan itu sudah lama ada. Dan, sampai sekarang apa yang kau khawatirkan itu tidak pernah terjadi." Pak Lurah menyodorkan kembali catatan yang diserahkan Andi. Catatan yang dibacanya sekilas tanpa antusias. Andi menghela napas, menerima kembali catatan yang dia buat semalaman. Untuk kesekian kalinya Pak Lurah menolak usulan Andi soal perbaikan jembatan. Seingat Andi ini kali keempat.

"Tapi ini tidak bisa dibiarkan Pak, kalau jembatan itu runtuh, selain akan memakan korban, juga akses satu-satunya kampung ini akan putus." Andi tetap berargumen sebelum meninggalkan rumah Pak Lurah. Kali ini kakinya dia langkahkan menuju rumah Haji Ridwan, sesepuh kampung Cibiru.

"Begini Pak Haji," Andi mengawali penjelasannya setelah dipersilahkan masuk. "Menurut yang saya pelajari, keretakan pada tiang jembatan ini lama-lama akan memanjang dan merembet, keretakannya akan semakin meluas, dan kalau dibiarkan tiang-tiang yang retak ini tidak akan mampu menahan beban sebagaimana biasa."

Andi tak lupa memperlihatkan catatan perhitungan dia tentang kemungkinan kerusakan jembatan. Haji Ridwan manggut-manggut mendengar penjelasan Andi sekaligus membaca catatan yang Andi sodorkan. Sebagai mahasiswa ITB jurusan Planologi, tanggung jawab morilnya terpanggil saat liburan kali ini. Waktu dia ingin memancing di bawah jembatan, Andi kaget melihat retakan yang ada di kedua tiang jembatan.

"Jembatan itu sudah dibangun sebelum kau lahir nak. Dan selama ini tetap kokoh. Apa kau serius dengan perhitunganmu ini?" Haji Ridwan tak yakin dengan penjelasan Andi.

"Saya kan bersandar pada teori yang saya pelajari, Pak Haji. Tentu saya yakin. Walaupun, sebagaimana disampaikan Pak Lurah, retak yang ada di tiang itu sudah lama ada. Betul, retak di luarnya mungkin tidak terlihat bertambah, tetap seperti itu. Tapi saya yakin di dalam beton tiangnya, retak itu bertambah, merembet. Apalagi beban yang diterima jembatan semakin lama semakin berat," tegas Andi. Meyakinkan kembali Haji Ridwan.

"Baiklah, Insyaallah Pak Haji akan bawa masalah ini ke pertemuan rutin para ketua RW dengan Pak Lurah, lusa." Jawaban Pak Haji sedikit mengobati kekecewaan Andi terhadap sikap Pak Lurah, dan memunculkan optimis bahwa usulan untuk memperbaiki jembatan akan disetujui, sehingga bayangan buruk yang selama ini menghantui kepalanya akan sirna.

Kampung Cibiru nyaris terisolir. Keberadaan dua sungai besar yang mengapit, melingkar mengelilinginya, memisahkan kampung Cibiru dengan kampung-kampung yang lainnya. Hanya ada 2 akses jalan bagi 1000an warga kampung Cibiru untuk keperluan sekolah, bekerja, ke pasar, ke kota, dan keperluan lainnya. Satu jembatan kecil di sebelah kiri kampung, yang hanya bisa dilewati pejalan kaki. Satunya akses utama, jembatan besar yang bisa dilewati 2 mobil. Boleh dikatakan, jembatan ini satu-satunya yang menghubungkan kampung Cibiru dengan kampung yang lainnya. Dan, jembatan ini yang sedang mengalami keretakan. 

"Dalam kondisi seperti sekarang ini sangat sulit kalau kita mengajukan dana untuk pembangunan ke pemkab, sementara kalau mengandalkan kas kita, tidak akan cukup." Pak Lurah membuka diskusi tentang perbaikan jembatan, setelah diawali paparan oleh Haji Ridwan.

"Tapi kalau dibiarkan, kita khawatir terjadi apa-apa yang tidak kita harapkan,"  Haji Ridwan mengungkapkan kembali kekhawatirannya, dan beberapa ketua RW yang duduk di belakangnya turut mengamini.

"Terus, menurut bapak-bapak sekarang harus bagaimana?" Pak Lurah melempar masalah ke forum.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun