Mohon tunggu...
Aniza Ambarwati
Aniza Ambarwati Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pendidik, Penulis, dan mahasiswa magister

A critical person who likes reading, writing, studying, and travelling

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Demi Masa Depan, Masuk Kampus Kedinasan Saja!

16 April 2018   20:31 Diperbarui: 16 April 2018   20:45 838
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kuliah masih menjadi impian besar masyarakat, berharap setelah lulus kuliah, masa depan cerah menanti mereka. Sekarang ini, pendaftaran kampus kedinasan sudah mulai dibuka. Siapa yang tidak memimpikan masuk STAN, STIS, AKMIL, dan lain-lain, dengan harapan masa depan terjamin menjadi PNS. Memiliki hidup mapan dan jelas, wajar-wajar saja menjadi impian kebanyakan orang, ditengah ketidakstabilan ekonomi saat ini.

Biasanya, orang tua menjadi faktor penting mengapa memilih kampus kedinasan, selain karena kepastian setelah  lulus, bisa juga karena gratisnya biasa pendidikan. Memang alasan-alasan tersebut sangat logis. Namun, pesan saya kepada siswa-siswa kelas XII yang saat ini mulai berjuang mendapat kursi di bangku kuliah, pikirkan matang-matang kampus dan jurusan yang hendak kamu ambil.

Dalam tulisan saya sebelumnya, "Setelah lulus mau apa?", hal ini tidak lepas dari pilihan yang kamu ambil saat ini. Banyak orang yang berangan-angan masuk kampus kedinasan tapi tidak paham apakah hidupnya memang benar-benar ingin menjadi PNS. Rendahnya motivasi sejati membuat mereka tidak mampu bertahan ditengah ketatnya persaingan untuk bertahan supaya tidak kena Drop Out. Sebut saja STAN, setelah diterima, perjuangan kamu justru dimulai saat itu. Tidak sedikit mahasiswa yang di Drop Out (DO), bukan karena tidak pintar. Bagaimana mungkin siswa yang diterima di STAN itu tidak pintar, tapi kurang tekad untuk mampu bersaing dan bertahan.

Sebenarnya yang ingin saya katakan adalah pilihlah jurusan kuliah dan kampus karena kamu sudah mengenali minatmu. Ketika kamu belajar karena minat di bidang tersebut, Insya Allah jalannya tidak akan sulit. Kamu tidak akan mempermasalahkan masa depan, selama apa yang kamu kerjakan adalah minatmu/hobimu. Lihatlah para seniman yang dipandang tidak punya penghasila tetap, tapi mereka tetap bahagia dengan hidupnya. Justru menjadi hal yang salah kaprah ketika mengambil jurusan hanya karena gengsi, orang tua, jurusan mentereng dan dianggap memiliki masa depan. Beberapa tahun yang lalu, jurusan hukum masih menjadi idola, tapi sekarang ini, tidak sedikit lulusan hukum yang bekerja di luar bidang, lebih parahnya mengnggur. Atau jurusan PGSD yang masih saja popular karena isu akan adanya pensiunan besar-besaran dan pengangkatan CPNS besar-besaran, lihatlah sarjana pendidikan masih dipermainan oleh politik dan pemerintahan dengan nasib yang entah bangaimana nanti.

Belajarlah untuk menghormati diri sendiri, menghargai minatmu dan mengambil resiko. Apa kabar Indonesia di masa depan, jika generasi mudanya hanya berharap menjadi PNS? Dengan dalih, hidup nyaman dan mapan. Dan kepada orang tua, pekerjaan  bukan hanya menjadi PNS.

Disini saya hanya ingin bercerita tentang sosok-sosok dekat di sekitar saya yang berani mengambil resiko dan bertekad memperbaiki kekeliruan keputusan yang ia ambil sebelumya.

Menolak Masuk STAN dan Memilih Teknik Kimia UI

Seorang tetangga sekaligus kakak angkatan SMP dan SMA saya yang satu ini memang cerdas. Ia pernah mengikuti olimpiade astronomi hingga tingkat Provinsi (seingat saya). Sosok religius dan prihatin yang terus bertekad untuk mengubah hidupnya di masa depan. Suatu hari di penghujung tahun ajaran 2009, ia diterima di STAN tapi menolaknya. Banyak suara dari tetangga bermunculan, "bagaimana bisa STAN ditolak, sedangkan banyak orang memimpikannya?" atau lebih kasarnya cemoohan "tidak bersyukur sekali!" Yah, begitulah tetangga yang kadang tidak tahu bagaimana mengungkapkan kepedulian kepada orang lain. Terlebih ketika setelah lulus S1, ia belum bekerja karena Allah sudah mempersiapkan hal yang lebih besar.

Singkat cerita ia memilih teknik Kimia UI, entah apa alasannya. Ia bukan berasal dari keluarga kaya, sehingga ia harus mencari beasiswa untuk masuk UI dan bertahan selama kuliah dengan mencari kerja sampingan. Saat itu, belum ada beasiswa bidikmisi. Seiring berjalannya waktu, perubahan besar terjadi padanya. Ia sempat mengikuti pertukaran mahasiswa ke Amerika dan setelah lulus pun ia berkesempatan memperoleh beasiswa S2 di Turki. Sekarang ia menjadi pengajar di kampus negeri ternama di Jakarta.

Inilah yang disebut tekad. Ia memilih meninggalkan zona nyaman dengan jaminan PNS dan mengambil resiko. Allah memang Maha Pengatur terbaik, Allah Maha Melihat dan menjawab perjuangan hidup sosok ini dengan hal-hal menakjubkan yang tidak pernah ia banyangkan sebelumnya.

Demi Masuk Kedokteran Umum

Kisah ini hadir dari teman seangkatan saya. Tahun 2010 menajdi masa bersejarah kami untuk memulai sebuah langkah baru, menentukan diri sendiri untuk memasuki dunia kampus. Teman saya ini memang tergolong pintar. Ketika banyak teman sudah mendapat kepastian akan berkuliah dimana, ia pun begitu. Diterimalah ia di jurusan Kesehatan Masyarakat UI. Lama tak terdengan kabarnya, ternyata ia pindah jurusan ke Kedokteran Gigi dengan kampus yang sama. Selang beberapa waktu, kabar mengejutkan terdengar lagi, pindah kampus. What? Pindah dari UI? Ternyata ia pindah ke Universitas Sebelas Maret jurusan Kedokteran Umum. Jadi, ia memperjuangkan impiannya masuk kedokteran, disamping realistisnya karena tidak bisa masuk kedokteran UI. Saya rasa kedokteran UNS, masih baik. Jadi ketika kami sudah memasuki waktu lulus (normal), dia masih kuliah dan harus melalui KOAS. Belum lagi, nasib dokter sekarang ini pun, tidak semenjanjikan dulu. Berita tentang 2500an lulusan kedokteran menganggur pun, terlihat mengerikan.

Namun dari perjalanan teman saya tersebut yang patut dicontoh adalah tekadnya untuk memperjuangka impiannya dan memperbaiki pilihan yang ia anggap keliru. Meskipun ada yang harus ia korbankan yaitu waktu. Kadang kita terlalu banyak memikirkan kemungkinan di masa depan dan enggan berjuang. Biasanya kalau perempuan, takut telat menikah karena terlalu lama di sekolah. Ah, klasik sekali. Teman saya ini sudah pasti lulus kuliah lebih lama dibandingkan kami, tapi jodoh siapa yang tahu? Ya, teman saya ini sudah menemukan tulang rusuknya.

Untuk siswa-siswa kelas XII SMA/SMK, pilihlah jurusan kulaih sesuai minat dan bakat kalian. Memikirkan masa depan memang penting maka kamu pun harus mempertimbangkan konsekuensi yang akan kamu hadapi. Setelah lulus mau jadi apa dan bagaimana kamu meraihnya?

Jika suatu hari kamu merasa salah dengan pilihanmu, pilihanmu hanya dua: milikilah tekad yang kuat untuk memperbaiki keadaan atau menerima keadaanmu. Terkadang, menerima dan mengikhlaskan hidupmu pada Allah membuat hidup lebih mudah dan tenang. Mungkin dibalik semua yang kamu terima hari ini, ada hadiah besar dari Nya di masa depan, yang kamu tidak tahu. Sebenarnya kita tidak tahu apapun tentang hidup kita nanti, bahkan satu detik setelah ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun