Mohon tunggu...
Herlin Variani
Herlin Variani Mohon Tunggu... Guru - Penulis Parents Smart untuk Ananda Hebat, Guru, Motivator

Penulis Parents Smart untuk Ananda Hebat, Guru, Motivator

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Bejana Kegagalan (4)

20 Oktober 2020   08:37 Diperbarui: 20 Oktober 2020   10:29 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Apa harapan dan cita anda saat ini duhai pembaca hebat? Apa semuanya sudah terwujud? Good Luck untuk anda yang sukses meraih cita. Teruslah berkarya. Jangan pernah berhenti sebelum ajal tiba.

Bagi yang masih berjuang, tetap semangat. Jangan pernah menyerah. Peluang selalu tersedia untuk yang tak kenal lelah dalam berjuang.

Apakah ada diantara anda yang enggan untuk meretas langkah dalam mewujudkan cita? Punya keyakinan, bahwa anda adalah seorang agen 'kegagalan'? Semoga saja tidak ada yang berpikir demikian.

Seperti ulasan sebelumnya, penulis mencoba merangkai alasan yang kerap disebut sebagai momok kegagalan. Walau semua alasan itu tak dapat dibenarkan. Diantaranya:

  1. Merasa diri tidak sempurna
  2. Merasa pantas gagal karena penyakit menggerogoti tubuh
  3. Berasal dari keluarga miskin
  4. Keluarga broken home

Keempat poin di atas telah diulas pada tulisan sebelumnya. Namun, banyak tokoh yang menolak alasan tersebut sebagai penyebab kegagalan. Sesulit apapun kondisi yang dialami, mereka tetap gigih berjuang. Hingga berhasil menjadi pemenang dalam hidupnya.

Oke, kita coba kupas poin berikutnya.

Kelima, rendahnya status pendidikan. Kualitas pendidikan yang dimiliki tak jarang memberi pengaruh kuat pada rasa percaya diri seseorang. 

Memiliki ijazah dari kampus kenamaan negeri ini, kerap membuat rasa percaya diri meroket. Walau itu bukan jaminan seseorang meraih kejayaan dalam hidupnya.

Begitupun sebaliknya. Saat memiliki strata pendidikan yang dianggap rendah. Hal ini akan membuat rasa percaya diri sebagian orang rontok begitu saja. 

Hingga terbentuk mindset, bahwasanya mereka hanya layak menjadi pekerja atau bawahan semata.

Benarkah demikian? Tak layakkah mereka yang tak mengenyam bangku perkuliahan untuk meraih kesuksesan dalam hidupnya? 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun