Mohon tunggu...
Unggul Sagena
Unggul Sagena Mohon Tunggu... Konsultan - blogger | educator | traveler | reviewer |

Asia Pacific Region Internet Governance Forum Fellow 2021. Pengulas Produk Berdasarkan Pengalaman. Pegiat Literasi Digital dan Penyuka Jalan-Jalan.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Jebakan Mengumbar Relasi Keluarga di Media Sosial

20 Februari 2021   10:50 Diperbarui: 20 Februari 2021   11:14 231
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Linimasa di Facebook saya dihampiri oleh status seorang rekan yang mengatakan hampir menjadi korban penipuan, gara-gara menerima permintaan pertemanan di facebook. Rupanya, "teman baru"nya ini mengetahui informasi pribadi dengan membaca informasi yang ditampilkan, termasuk orangtua, saudara kandung, dan status-status teman saya yang menunjukkan informasi sensitif, misalnya lokasi, anaknya, suaminya.

Metode yang dilakukan penjahat tersebut mengumpulkan data pribadi sebanyaknya, dan menarget orang yang terdekat dengan kita. Ketika mengetahui hubungan kekerabatan dan pertemanan, maka ada pintu masuk untuk melakukan beragam upaya kejahatan dengan berpura-pura sebagai diri kita --melalui upaya peretasan akun, atau hanya sekadar personifikasi (membuat akun mirip dengan profil gambar teman kita). Kemudian melakukan kontak dengan kerabat, melalui berbagai moda.

Metode Penjahat Online

Dulu, phising scams (upaya penipuan/scaming dengan membuat korban memberikan informasi pribadi dan dimanfaatkan utk motif ekonomi), via email, sekarang banyak macam. Mulai telepon (voice phising/vhising), Iklan popup, link ke sebuah website, hingga pesan singkat yang semuanya berkata-kata "manis". Semuanya upaya agar kita terpancing untuk mengisi data tertentu misalnya nomer telepon aktif, alamat rumah, hingga nomer kartu kredit dan kode verifikasi tertentu yang membuat mereka dapat menjebol identitas online kita.

Kembali ke masalah relasi di sosmed. Yang dilakukan akun tersebut mencari informasi pribadi dan apabila pengaturan akun kita masih mengumbar informasi pribadi, yang secara default akan dapat dilihat oleh "friends" --itupun jika Anda tak mengubahnya menjadi "publik" yang bisa dilihat orang banyak. Dari upaya pertama ini, mungkin Anda sudah "aware" sehingga tidak lagi mencantumkan tetek-bengek selengkap mungkin di profil, lebih lengkap dari KTP.

Upaya lain adalah dengan melihat "status" post Anda. Jika relasi tidak ditemukan dalam profil, biasanya akan ditemukan pada interaksi di status. Ambil contoh, status facebook dan instagram dimana kita mengomentari status teman. Bisa diklik dan dicek oleh penjahat. Kira-kira, ada yang bisa "dioptimalkan" tidak.

Oleh karena pertemanan itu sifatnya cair, bisa jadi teman Anda serta-merta menolak jika ada permintaan uang untuk Anda (sebenarnya bukan Anda) pinjam. Namun bagaimana dengan keluarga? Beberapa data menunjukkan korban yang banyak berasal dari satu keluarga atau diri sendiri yang ditarget "teman baru" seperti kisah diatas.

Misalnya orang tua di kampung yang diminta mentransfer uang untuk anaknya yang kuliah di Jakarta, adik yang ditangkap polisi, dan anak yang kecelakaan di sekolah SD nya. Bahkan diri Anda sendiri dan "relasi" palsu di luar negeri yang meminta sejumlah uang agar kiriman barangnya dilepas oleh bea cukai.

Problematika Relasi Keluarga di Media Sosial

Mengumbar relasi, kadang tak kita sadari. Walau akun kita cukup "aman" dengan hanya menuliskan informasi singkat diri pribadi. Misalnya seorang ibu yang memposting foto keluarga di media sosial , lengkap dengan face recognition Facebook yang mengarah ke tagging akun anaknya, suaminya dan orang-orang yang ada pada arisan keluarga misalnya. Padahal hal tersebut dilihat publik (paling tidak teman) yang artinya menunjukkan kegiatan di depan orang banyak. Apabila berada di sebuah tempat wisata, mengumbar "live" ataupun foto dengan fitur geolokasi ditunjukkan, bersama keluarga. Pada saat bersamaan, penjahat bisa melihat, rumah yang ditinggalkan karena satu keluarga sedang nun jauh disana. 

Pun sebaliknya,  saat update, di bagian komentar, suami istri saling berkomentar dan ketahuan dengan adanya komentar rekan lainnya, "suami istri kok saling komen disini" yang mengakibatkan banyak lagi yang tahu jejaring relasi yang bersangkutan. Tapi memang benar, suami-istri kok saling komen di media sosial, disaksikan oleh banyak orang. Selain tidak elok, ini celah bagi pelaku kejahatan online yang sedang mencari korban. 

Konteks update sosial media secara natural, akan disesuaikan dengan konteks yang ada. Dunia setiap orang berbeda yang mungkin tidak akan "nyambung" dengan peran di rumah, karena konteks peran yang dimainkan saat menulis status di medsos. Misalnya saat mengeluhkan pekerjaan, menyampaikan opini, yang "mengharapkan" persetujuan/komentar dari lingkungan profesionalnya. 

Ketika seseorang teman berkomentar, dia akan komentar melalui sudut pandang dirinya yang mengenal kita. Sebagai rekan bisnis, sebagai teman kuliah dan seterusnya, dan berbicara dengan konteks sebagaimana berbicara dengan kita pada tempat kita biasa bergaul dengan dirinya. Tanpa berpikir bahwa kita sedang bersama istri/suami, anak, orangtua. Untuk itulah relasi keluarga ini tidak seharusnya dibawa-bawa pada saat bermedia sosial. Justru kita "amankan".

Bedakan Media Sosial

Dalam literasi digital, diperlukan manajemen identitas online. Kita memerlukan lebih dari satu akun untuk email dan penyimpanan drive tertentu. Atau memerlukan lebih dari satu akun untuk akun "aktualisasi diri" sebagai seorang diri kita, akun "profesi" terkait profesionalisme dan mungkin akun sebagai seorang "family man". Namun demikian, pada praktiknya, paling tidak dalam sisi keamanan, diversifikasi akun penyimpanan yang paling sering dilakukan, karena akan melipatgandakan storage dengan banyak akun, dan memudahkan manajemen email dan pendaftaran online berbagai platform yang biasanya memerlukan email dan data pribadi.

Membedakan media sosial, dapat pula dilakukan dengan hanya satu akun pribadi namun menjaga privasi dalam melakukan aktivitas seperti posting. Menghindari relasi kekeluargaan sering tercantum sebagai pintu masuk kejahatan dengan memanfaatkan informasi pribadi yang tersebar. Stop baper kalau tidak "di-tag" dan "di-mensyen", berpikir positif dan mulailah menganggap media sosial adalah tempat bisnis.

Anggap soal update foto, status, dan sebagainya di media sosial adalah hal yang remeh-temeh. Tidak layak diperdebatkan, dibaperin dan dilebaykan. Ya, karena media sosial saat ini sudah menjadi platform bisnis memanfaatkan jejaring sebagai konsumen, bukan jejaring yang pada akhirnya menemukan teman bisnis. Semua dapat "dimonetisasi". Termasuk foto dan status teman atau keluarga kita. Anggap saja itu yang terjadi, kalau ada yang "aneh" dan "beda" dan Anda sebagai pasangan, suami/istri, anak, tidak merasa "diperhatikan" dan dia asik dengan dunia sendiri. Berpikir positif. 

Lagipula, yang paling penting adalah, kita punya kehidupan pribadi di luar media sosial. Membagikannya, harus secara selektif. Boleh, karena jaman ini jamannya apa-apa dibagi, karena ada "media"nya. Namun hindari posting yang terlalu personal (terkait informasi pribadi) dan serius (walau freedom of speech diagungkan, tapi di Indonesia masih ada aturan dan etika yang harus diperhatikan),  ingat kalau medsos adalah ajang profesional (jualan/bisnis) dan ajang ketidakseriusan (bercanda, lepas dari rutinitas pekerjaan sesaat). 

Terakhir, perlu direnungkan, mungkin malah tidak mendapatkan manfaat, kecuali jempol dan komentar. Berbeda dengan keseharian yang kita dapatkan bersama keluarga yang sangat terasa dan tak perlu dibagi semuanya ke dunia. Justru dengan membagi semua kehidupan kita di media sosial, kita akan hanya punya kehidupan disana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun