Mohon tunggu...
UMU NISARISTIANA
UMU NISARISTIANA Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

umunisaristiana26@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Love

Pernikahan Hanya Persoalan Ekonomi dan Politik

15 Februari 2021   10:20 Diperbarui: 15 Februari 2021   10:45 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Love. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Prostooleh

Realita di lapangan, memilih pasangan untuk menikah bukan lagi sebab agamanya. Tetapi lebih kepada materi apa yang dimiliki oleh calon pasangan, dengan dalih "Hidup butuh uang bukan dengan cinta apalagi agama". Memang miris, tapi ini nyata.

Banyak pernikahan yang terjadi disebabkan oleh persoalan ekonomi dan politik. Anak perempuan yang berasal dari keluarga miskin akan didorong untuk cepat menikah agar tanggung jawab atau beban orang tua berkurang. Ada pernikahan yang dilakukan dengan sebab politik, dimana perempuan atau laki-laki menikah hanya untuk menaikkan status sosial mereka. Itulah mengapa, menikah untuk ibadah sudah seperti sebuah khayalan. Dibalik sebuah pernikahan nyatanya menyimpan misi keduniawian yang terselubung.

Pernikahan dengan dasar ekonomi dan politik menciptakan banyak persoalan, seperti;

Ada banyak kasus pasangan dewasa yang tidak jadi atau menunda pernikahan hanya sebab tidak mampu membiayai pesta pernikahan mewah dan kekinian.

Ada banyak kasus pasangan dewasa yang terpaksa berhutang untuk mengadakan pesta pernikahan mewah dan kekinian.

Ada banyak kasus juga pasangan yang tidak direstui oleh orang tua si wanita atau si pria hanya karena si calon pasangan bukan dari keluarga terpandang.

Ketiga kasus ini atau ribuan kasus serupa diluar sana, membuat pernikahan menjadi sesuatu yang berat untuk dilakukan. Disisi lain, kasus-kasus ini juga membangun anggapan bahwa kehidupan pernikahan adalah sesuatu yang menakutkan dan berat untuk dijalani. Adanya hal ini wajar jika banyak pasangan muda masa kini tidak tertarik untuk menikah, lebih senang berpacaran atau malah justru memiliki hubungan tanpa status dengan lawan jenis.

Tidak dipungkiri, semua rumah tangga membutuhkan materi. Tetapi, ada hal yang lebih penting dari aspek materi yaitu rasa cukup. Pasangan suami-istri yang memiliki rasa cukup membuat mereka menjalani kehidupan rumah tangga dengan tenang, nyaman dan bahagia. Menikah dengan seseorang yang kaya tidak menjamin kebahagiaan, begitu juga jika menikah dengan seseorang yang serba terbatas tidak menjamin akan sengsara. Semua ini adalah persoalan relatif, disinilah pentingnya rasa cukup dan syukur. 

Rasa cukup dan syukur hanya akan muncul saat kita memiliki spiritualitas yang baik. Kerangka ini cukup mendukung ucapan Nabi SAW bahwa menikahlah dengan seseorang yang baik agamanya. Agama memang secara rasional tidak bisa mendatangkan hal-hal bersifat materi, tetapi agama akan membuat berapapun jumlah materi yang diperoleh akan terasa cukup.

Jangan sampai menggadaikan persoalan yang sakral seperti pernikahan hanya sebab keduniawian, memang terlihat begitu idealis. Tetapi banyak kisah diluar sana yang dapat dijadikan bukti bahwa pernikahan yang sudah diberkahi dengan kemapanan finansial juga mampu hancur juga, bahkan tidak jarang pernikahan pasangan yang sama-sama sudah mapan justru lebih mudah bercerai. 

Mungkin karena mereka merasa finansial tercukupi jadi mudah saja melayangkan gugatan cerai tanpa banyak pertimbangan. Ada juga pasangan kaya dan terpandang belum satu-dua tahun menikah sudah memutuskan bercerai. Banyaknya kasus perceraian seperti ini semakin menurunkan kesakralan sebuah pernikahan, seakan pernikahan mudah untuk dilangsungkan dan mudah juga untuk diakhiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun