Rencana rekrutmen hingga sebanyak 24.000 tamtama untuk mengisi pos batalyon Teritorial Pembangunan itu, menurut dia, bakal menambah beban anggaran negara.
"Rekrutmen 24.000 tentara tamtama itu tentunya akan menambah beban anggaran negara yg saat ini sudah 'cekak' dan tercekik oleh utang dan pelemahan ekonomi global," sorotnya.
Rekrutmen itu hanya akan menambah daftar inkonsistensi pemerintahan Prabowo, yang menegaskan perlunya efisiensi anggaran dan efektifitas kerja.
"Masih riuh kritik atas penambahan jumlah menteri dan aparat pemerintahan yang berujung struktur kelembagaan yang kian gemuk, proyek MBG (Makan Bergizi Gratis) yang memakan porsi APBN yang besar tapi minim dampak bagi UMKM di daerah, rekrutmen ini nantinya akan makin menimbulkan tanya dan sentimen negatif pada nalar bernegara pemerintahan Prabowo," tandasnya.
Lebih Baik Memfungsikan ASN yang 'Kurang Kerjaan'
Rifqi menyarankan sebaiknya pemerintah melakukan kajian ulang terkait kemungkinan refocusing anggaran dan pemberdayaan ASN yang ada untuk melaksanakan program-program prioritas yang sudah ditetapkan oleh presiden, daripada membentuk batalyon Teritorial Pembangunan.
Menurutnya, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenpanRB) harus bisa dan mampu memetakan jumlah pegawai di kementerian, lembaga, dan dinas-dinas terkait, yang mungkin bisa dialihkan untuk menjalankan fungsi pembangunan tersebut.
"Kebijakan MenPan RB terkait WFA (Work from Anywhere) menandakan adanya problem inefisiensi dan inefektivitas dalam skema kerja ASN di lembaga dan kedinasan," tuturnya.
MenPan RB, tambah Dr Rifqi, harusnya bisa memetakan berapa jumlah pegawai yang kapasitasnya bisa dialihkan untuk program prioritas karena dinas atau lembaganya tidak sepenuhnya membutuhkannya.
"Dari pada merekrut tentara baru yg ujungnya membebani keuangan negara, manfaatkan saja ASN yang 'kurang kerjaan' saat ini untuk menjalankan fungsi batalyon itu, jika memang arahnya untuk percepatan program pembangunan dan ketahanan ekonomi," sambung Doktor lulusan UM Surakarta itu.
Potensi Mengembalikan Dwifungsi ABRI/TNI
Lebih jauh, Rifqi juga menyampaikan kekhawatiran jika orientasi pembentukan batalyon Teritorial Pembangunan sebagaimana yang disampaikan Menhan Sjafrie Sjamsoeddin, bakal berpotensi mengembalikan dwifungsi ABRI/TNI seperti masa Orde Baru silam.
"Pembentukan dan penggunaan batalyon jika orientasinya sebagaimana disampaikan oleh Menteri Pertahanan, maka ketakutan akan dwifungsi ABRI yang represif layaknya Orde Baru bisa benar-benar terwujud," terangnya.