Mohon tunggu...
Abdisita Sandhyasosi
Abdisita Sandhyasosi Mohon Tunggu... Psikolog - Penulis buku solo "5 Kunci Sukses Hidup" dan sekitar 25 buku antologi

Alumni psikologi Unair Surabaya. Ibu lima anak. Tinggal di Bondowoso. Pernah menjadi guru di Pesantren Al Ishlah, konsultan psikologi dan terapis bekam di Bondowoso. Hobi membaca dan menulis dengan konten motivasi Islam, kesehatan dan tanaman serta psikologi terutama psikologi pendidikan dan perkembangan. Juga hobi berkebun seperti alpukat, pisang, jambu kristal, kacang tanah, jagung manis dan aneka jenis buah dan sayur yang lain. Motto: Rumahku Mihrabku Kantorku. Quote: "Sesungguhnya hidup di dunia ini adalah kesibukan untuk memantaskan diri menjadi hamba yang dicintai-Nya".

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Alaska dalam Rindu

14 Januari 2023   19:05 Diperbarui: 14 Januari 2023   19:04 461
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menu makan siang Mbak Iin biasanya  nasi, bothok tempe, tahu kuning, telur rebus, sayur bening daun katuk,  sup wortel jamur dan  soto ayam. Tetapi siang itu Yuk  Maryam--Pembantu Rumah Tangga--tidak memasak karena   tetangga Mbak Iin sudah  mengiriminya nasi kotak berisi nasi,   ayam goreng dan lalapan .

Setelah makan siang Mbak  lin minum obat herbal seperti habbatusauda,  temulawak, dan madu.
 
Satu jam kemudian Mbak Iin minum vitamin C dosis tinggi dan obat batuk tablet karena "qodarullah" Mbak  lin mempunyai keluhan batuk. Tetapi kehadiran  covid  pada tubuh  Mbak lin  tanpa penyakit penyerta atau  komorbid seperti pneumonia, jantung,  diabetes melitus dan hipertensi.

Ketika Mbak Iin melihat baju kotor menumpuk di keranjang cucian, Mbak Iin ingin mencucinya. Lalu Mbak Iin menuju tempat cucian. Mengambil air di bak penampungan. Lalu menuangkannya ke dalam ember. Setelah ember penuh air, Mbak Iin memasukkan baju kotor dan deterjen ke dalam ember. Baru beberapa kali mengucek,  tangan  Mbak Iin sudah tidak berdaya. Sehingga Mbak terpaksa menghentikan pekerjaannya.

Mbak Iin memasuki kamarnya. Dalam keadaan tidak berdaya Mbak lin berusaha menghubungi suaminya lewat telpon. Suami Mbak Iin bekerja sebagai pelaut. Qodarullah saat itu kapal pesiar yang ditumpanginya  sedang berlayar menuju Alaska, negeri tanpa malam.

"Papa, aku sudah tidak kuat. Titip Qonita!" ucap Mbak Iin dengan nafas terengah-engah."

Dari seberang sana suami Mbak Iin menyahut, "Sayang, kamu tidak boleh berputus asa dari rahmat-Nya. Kamu harus  kuat. Kamu harus sehat. Qonita masih membutuhkanmu."
"Tapi, Pa. Aku betul-betul tidak kuat..." Mbak Iin tak melanjutkan kata-katanya.

"Ma...dzikir, salawat, istighfar dan berdoa memohon pertolongan-Nya tak kenal lelah. Semoga cepat sembuh, Ma," kata sang suami memotivasi.

Mbak Iin diam.

"Ma, kamu wanita kuat. Pantang menyerah. Papa doakan kamu sembuh. Karena, Qonita masih butuh kamu. Bukankah kamu ingin melihat dia menjadi Hafizah yang hafal Al-Qur'an 30 juz?"

"Ya!" Jawab Mbak Iin singkat dan pelan.

Setelah itu hubungan dengan sang suami terputus. Mbak Iin berdoa memohon keselamatan dunia akhirat tiada henti. Dia berdoa tidak hanya untuk  dirinya tetapi juga untuk  suaminya yang sedang berlayar menjelajah Alaska.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun