Sisri hanya tersenyum seolah dia ingin orang tahu kalau dia baik-baik saja dan tidak masalah dengan ucapan Tania. Namanya juga perumahan, setiap pagi pasti ada saja pedagang yang keliling, kali ini yang datang pertama adalah penjual ikan. Nenek Farida menyerahkan cucunya pada Sisri tanpa meminta persetujuan nya kemudian menghampiri si tukan ikan.Â
Hanya sebentar lalu nenek Farida kembali, katanya semua ikannya busuk. Si penjual yang mendengar wajahnya langsung berubah, Sisri tahu kalau penjual itu pasti tersinggung.
"Kau lihat lah itu Sri, itu namanya Iva. Dia anaknya Nenek Sani, nah dia itu nikah sama suami orang," ucap Nenek Farida sambil menujuk ke seorang perempuan mua yang sedang memandikan anaknya di depan rumah.
Sisri hanya terdiam dan mencoba melukis senyum di ujung bibirnya.
"Disini banyak sawah ya, Nek. Kampung saya juga tapi sepertinya disini lebih banyak." ucap Sisri membuka percakapan lain.
"Halah, disini oranya tapi males. Eh tau nggak Sri, si nenek Sani itu nikah dua kali nah yang anak biasa sama dia itu si bontot, dia udah tua tapi masih punya anak umur 5 tahun, ck.. pasti kasihan nantinya anak itu,"Â
Datang Bu Lasmi dengan dua anaknya yang masih kecil-kecil, satu persatu anaknya ia suapi. Anak pertama tiba-tiba nangis karena ibunya hanya menyuapi adiknya, dan adiknya tidak terima kalau kakaknya makan jatah ayamnya, suasana pagi yang ramai seperti biasa.Â
"Gini nih Sri kalau udah punya anak mah repot, pagi-pagi harus ngurus suami anak rewel cucian banyak. Kamu sih enak pengantin baru."ucap Lasmi mencoba membandingkan hidupnya yang menurutnya tidak enak itu dengan Sisri.
"Maaf bu, tapi justru saya ingin kaya ibu. Menikah hamil punya anak." tegas Sisri.
"Nikmati aja dulu Sri," ucap Lasmi.
"Tau nggak Las, itu si Yanti sama suaminya itu lho, ampun masa tirai doang dia akui kan saya juga berhak," sela nenek Farida.