Mohon tunggu...
Umi Sakdiyah Sodwijo
Umi Sakdiyah Sodwijo Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Pengelana kata yang riang gembira

Pengelana kata yang riang gembira

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Separuh Hatiku Tertinggal di Gunung Lanang

5 Desember 2021   08:05 Diperbarui: 5 Desember 2021   08:23 477
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penasaran dengan pemuda itu, juga ingin merekam kehidupan malam di Gunung Lanang, aku berjingkat meninggalkan tenda saat Sri sudah tertidur. Dua orang teman Sri di tenda sebelah juga sudah tak menunjukkan tanda-tanda kehidupan. Entah keberanian dari mana yang tiba-tiba menghinggapiku.

Sang ratu malam bertahta dengan pongah, menunjukkan kecantikannya kepada semesta. Suara-suara binatang malam bernyanyi merdu menjadikan suasana semakin semarak. Sebentuk awan tipis berarak di kejauhan, seperti iri pada kecantikan kabut tipis yang menyelimuti desa-desa di bawah sana.

Aku kembali ke gardu pandang. Jantungku nyaris berhenti berdetak saat pandanganku menyapu sosok tinggi besar yang berdiri gagah membelakangiku. Rambut lurusnya berkibar dipermainkan angin malam, jatuh dengan manis di bawah tulang belikatnya. Di atas kepalanya terlihat sekepal rambut terikat secarik kain batik.

Sungguh, dia seorang pria yang sangat fashionable, karena gaya rambut man bun memang sedang digandrungi para pria di seluruh dunia. Baju surjan lurik tak berkancing yang dibiarkan berkibar dan celana komprang warna hitam semakin menyempurnakan penampilannya.

Tak ingin mengusik, aku segera duduk di sudut sebelah kiri, tempatku tadi berdiri saat senja tiba. Aku mencoba berkonsentrasi, mengambil beberapa gambar dan merekam kehidupan malam di bawah sana.

"Sepertinya kau sedang sedih."

Sebuah suara asing mengagetkanku. Reflek aku menoleh ke asal suara dari sebelah kanan aku duduk. Mataku bersirobok dengan wajah tampan yang sedang tersenyum ke arahku.

"Ah, enggak. Saya hanya sedang mengabadikan keindahan Gunung Lanang."

"Suara bergetar dan matamu penuh kebohongan. Hampir semua yang aku temui di sini adalah orang-orang yang sedang bersedih. Patah hati, putus cinta."

"Terus kamu ngapain di sini malam-malam?" Aku mulai jengkel dengan sosok pemuda sok tahu yang telah duduk bersedeku memeluk lutut itu.

"Percayalah, aku lebih tahu apa itu luka, apa itu patah hati. Aku bahkan tak bisa berpaling ke lain hati dan mencoba cinta yang baru. Aku membawa luka cintaku dalam keabadian."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun