Mohon tunggu...
Umi Farisiyah
Umi Farisiyah Mohon Tunggu... Guru - A mother of three and long life learner

Akun ini dibuat untuk membagikan hasil pemikiran dan juga pengalaman selama saya menempuh pendidikan magister dan doktoral

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Umi Farisiyah Filsafat Penilaian Pembelajaran Bahasa Inggris

21 Januari 2021   04:27 Diperbarui: 21 Januari 2021   04:28 3744
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

A. Latar Belakang

Kebanyakan pakar dalam mengupas hubungan ilmu bahasa dan filsafat selalu menempatkan filsafat kedalam posisi yang prestisius. Hal ini tidak mengherankan karena filsafat adalah ilmu dari semua ilmu. Bahkan, untuk yang pertama kalinya, kajian bahasa dilakukan oleh filosof dan bukan oleh ahli bahasa.

Tidak ada kegiatan manusia yang tidak melibatkan bahasa. Bahasa dipergunakan manusia dalam setiap kegiatan dan di setiap waktu mereka. Bahasa dipergunakan oleh semua makhluk hidup yang disebut manusia, mulai yang dianggap paling primitive, seperti suku asmat di Papua, hingga yang dianggap paling maju, seperti masyarakat Eropa-Amerika.

Bahasa bukanlah suatu hal yang mati, bahasa hidup dan berkembang seiring kehidupan umat manusia. Sebagai makhluk yang dibekali akal, manusia tidak cukup hanya dengan 'berbunyi' akan tetapi berkembang melalui berbahasa. Dan dengan akal ini pula, manusia dapat mengembangkan bahasa untuk kebutuhan hidupnya sesuai latar-belakang hidupnya itu. Karena manusia adalah makhluk sosial, manusia memerlukan alat untuk dapat berhubungan dengan orang lain. Dan salah satu bahasa yang perlu dikuasai adalah Bahasa Inggris, Bahasa internasional.

Di Indonesia, ilmu Bahasa Inggris berkembang sejalan dengan adanya mata pelajaran bahasa Inggris di sekolah-sekolah yang penerapannya dimulai dari kurikulum 1968 sampai pada kurikulum 2013 (Cahyono & Widiati, 2011). Dimulai dari level pendidikan terendah sampai yang tertinggi, Bahasa Inggris menjadi salah satu kajian yang perlu dikaji oleh masyarakat Indonesia yang bahasa pertamanya adalah Bahasa Indonesia. Dengan demikian, pembelajaran Bahasa Inggris di Indonesia masih hanya dalam taraf pengenalan, bukan pembiasaan bahkan penggunaan sehari-hari.

Oleh karena alasan tersebut di atas, dalam penerapan proses pembelajaran Bahasa Inggris di Indonesia masih ditemui banyak kekurangan dan kelemahan. Kekurangan tersebut seperti pada temuan penelitian yang dilakukan oleh Yahya dan Suwarjo pada tahun 2013 yaitu penggunaan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar dalam proses pembelajaran belum terlaksana sepenuhnya sesuai dengan pedoman Depdiknas 2008 mengenai pembelajaran bahasa Inggris di Sekolah.

Penerapan Bahasa Inggris di dalam proses pembelajaran yang belum maksimal sesuai kadiah dasar yang sudah diterapkan pemerintah adalah karena para pendidik yang masih belum secara optimal menguasai bidang, fasilitas pembelajaran yang belum seluruhnya mendukung dan kurangnya kesadaran baik pendidik maupun peserta didik dalam penguasaan Bahasa Inggris.

Selain pembelajaran bahasa Inggris yang belum maksimal, sistem dan cara penilaian hasil pembelajaran bahasa Inggris juga masih belum sesuai dengan kaidah penilaian yang seharusnya dipakai oleh pendidik yang telah diatur dalam aturan pemerintah mengenai standar penilaian. Tidak semua keahlian dalam berbahasa Inggris dinilai dan instrument dan rubric penilaian yang belum dijamin keabsahan dan keajegannya.

Oleh karena itu, menjadi penting kiranya untuk mengkaji lebih dalam terhadap penerapan prinsip penilaian dan pembelajaran Bahasa Inggris di dalam lingkungan belajar serta penerapan penilaian pembelajaran Bahasa Inggris yang benar-benar dapat mencerminkan sebenarnya hasil pembelajaran Bahasa Inggrisnya. Untuk menjawab kebutuhan ini, filsafat hadir sebagai suatu ilmu yang dapat digunakan sebagai pendekatan untuk mengupas, mengkritisi atau meninjau ulang sesuatu hal sehingga didapatkan pengetahuan ilmiah yang komprehensif dan mendalam.

Intisari dari filsafat ini diambil dari beberapa pandangan para tokoh tentang hakikat filsafat itu sendiri. Suriasumantri (2009) berpendapat bahwa filsafat itu erat kaitannya dengan usaha telaah secara menyeluruh tentang hakikat suatu ilmu yang dilihat dari kontelasi pengetahuan lainnya terhadap ilmu tersebut; misalnya dari sudut pandang moral, agama, dan lain sebagainya. Kemudian Chaer (2015) dan Bakhtiar (2004) menambahkan pengertian filsafat sehingga menjadi lebih lengkap yakni filsafat berkaitan dengan adanya kegiatan berupa mencari kebenaran mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan ilmu secara sebenar-benarnya. Oleh karena itu, makalah ini berfokus kepada tiga kajian sifat kritis filsafat menurut Hakim dan Saebani (2008) yakni ontologi, epistemologi, dan axiologi dalam penilaian dan pembelajaran bahasa Inggris.

B. Landasan Ontologi Penilaian Pembelajaran Bahasa Inggris

Sebagaimana konsep dasar dari ontologi berkaitan erat dengan kebenaran yang ada, the being yang dalam hal ini yakni hakikat dari suatu realitas atau dapat berarti hakikat apa yang dikaji oleh ilmu (Muhadjir, 2015; Suriasumantri, 2009; & Skrorupski, 1997), maka ontologi itu sendiri dapat dijadikan sebagai pisau bedah yang pertama untuk melakukan second look atas hakikat dari suatu ilmu. Ontologi dalam penerapannya sebagai suatu pendekatan menitikberatkan pada tiga pilar utama yakni (1) hakikat suatu ilmu, (2) pokok bahasan suatu ilmu, dan (3) objek kajian suatu ilmu (Sewel, 2013). Maka dari itu, dalam tulisan kali ini, penilaian dan pembelajaran Bahasa Inggris akan ditinjau dari ketiga pilar utama dalam ontology tersebut.

Salah satu bahasa yang vital untuk diketahui dan dikuasai dalam kehidupan ini adalah Bahasa Inggris. Hal ini dikarekanan Bahasa Inggris merupakan lingua franca dan Bahasa Internasional yang sudah disepekatai melalui konvensi. Merambah pada era MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN) penduduk Indonesia juga sudah harus kebih sadar akan kebutuhan menguasai Bahasa Inggris ini.

Dengan kata lain, dapat disimpulkan bahwa penguasaan bahasa Inggris merupakan salah satu syarat untuk menghadapi tuntutan globalisasi. Sebab dengan menguasai bahasa Inggris akan memudahkan akses perkembangan dan komunikasi internasional. Bahasa Inggris sangat berguna bukan hanya sebagai bahasa komunikasi tetapi juga sebagai bahasa untuk penyerapan ilmu pengetahuan dan teknologi. (Hamied,2000).

Pemerintah Indonesia melalui menteri Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan keputusan nomor 096/1967 tanggal 12 Desember 1967 yang menyatakan, bahwa bahasa Inggris adalah sebagai bahasa asing pertama. Sebagai implikasinya dalam kurikulum pendidikan dasar, menengah dan perguruan tinggi mata pelajaran bahasa Inggris merupakan salah satu bidang studi yang harus diberikan.

Meskipun para siswa telah mendapatkan mata pelajaran bahasa inggris dari mulai pendidikan dasar sampai perguruan tinggi, terdengar keluhan bahwa siswa masih sulit untuk berkomunikasi di dalam bahasa Inggris terutama lisan. Seperti dinyatakan oleh Swan (1985);

" The learner who has studied the language for seven years, but who can not ask for a glass of water, a cab , or a light for cigarrete, is regularly brought on to the stage to justify demand for a radical change in our approach to language teaching "

Jadi menurut Swan, ada yang harus dirubah dalam pendekatan mengajarkan Bahasa Inggris. Pengajaran bahasa seharusnya lebih berorientasi pada bagaimana memfasilitasi siswa untuk dapat berkomunikasi sehingga mengurangi fokus kajian kebahasaan semata. Hal ini sesuai dengan salah satu nilai yang diusung dalam Kurikulum 2013 yaitu meaningful learning (pembelajaran bermakna) sehingga apa yang dipelajari di ruang kelas dpaat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari siswa. Hal ini berkaitan dengan hakikat bahasa adalah alat komunikasi, denga kata lain bahasa Inggris adalah salah satu alat untuk berkomunikasi dan pembelajaran bahasa Inggris harus memenuhi kebutuhan bagaimana peserta didik berkomunikasi dengan bahasa tersebut.

Dengan demikian, dalam pembelajaran Bahasa Inggris, haruslah disampaikan dalam bentuk pembelajaran komunikatif yang tujuan akhirnya adalah membuat siswa dapat berkomunikasi. Hal ini sesuai dengan hakikat bahasa yaitu sebagai alat komunikasi. Menurut ilmu neurologi kebahasaan, proses berbahasa/ berkomunikasi itu lebih bersifat dua arah, bersifat bolak-balik antara penutur dan pendengar, maka seorang penutur kemudian bisa menjadi pendengar, dan seorang pendengar kemudian bisa menjadi penutur. Dari sini kita bisa menyimpulkan bahwa dalam pembelajaran suatu bahasa yang perlu disampaikan adalah segala unsur dalam suatu bahasa dan juga unsur luar bahasa tersebut, sehingga siswa tidak hanya menguasai teorinya tetapi juga dapat berperforma apik dalam prakteknya.

C.     Landasan Epistemologi Penilaian Pembelajaran Bahasa Inggris

Epistemologi merupakan salah satu cabang filsafat ilmu yang membahas ihwal prosedur pendapatan pengetahuan berupa ilmu dan kebenaran atas ilmu tersebut yang dalam hal ini dibuktikan dengan makna truth or false (Hakim & Saebani, 2008; dan Muhadjir, 2015). Dengan demikian, dalam memepelajari suatu ilmu, penting bagi kita untuk mengetahui prosedur cara mendapatkan ilmu tersebut, dalam hal ini prosedur dalam pembelajaran Bahasa Inggris dan menilanya.

Pusat proses berbahasa manusia adalah pada otak manusia yang secara umum terbagi menjadi dua hemisfer, yaitu hemisfer kanan dan hemisfer kiri. Menurut ahli neurologi, kedua bagian otak ini memiliki peranan, namun proses berbahasa dominasinya terletak pada hermisfer kiri pada bagian otak yang disebut Wernicke dan Broca. Hemisfer kiri yang terutama mempunyai arti penting bagi bicara bahasa, juga berperan untuk fungsi memori yang bersifat verbal (verbal memory). sebaliknya, hemisfer kanan penting untuk fungsi emosi, lagu isyarat (gesture), baik yang emosional maupun verbal.

Hemisfer kiri memang dominan untuk fungsi bicara bahasa, tetapi tanpa aktifitas hemisfer kanan, maka pembicaraan seseorang akan menjadi monoton, tak ada prosodi, tak ada lagu kalimat; tanpa menampakkan adanya emosi; dan tanpa disertai isyarat-isyarat bahasa (Chaer, 2009). Krashen (1981) juga menyebutkan bahwa hemisfer kanan juga memberi kontribusi pada proses pemerolehan dan pembelajaran bahasa kedua.

Maka dari itu, dalam pembelajaran bahasa Inggris, seharusnya disampaikan dengan metode pegajaran yang dapat mengakomodir kedua kemampuan dan kebutuhan berbahasa. Bukan hanya kemampuan tentang sisi luar bahasa, yaitu melulu hanya tentang struktur kebahasaan, hanya mampu merangkai kata menjadi kalimat dan mengahafal beribu-ribu kosakata serta merangkai kalimat tanpa cacat grammar, namun sangat penting pula mempelajarai dan menstimulasi kemampuan siswa dalam hal bagaimana menyampaikan kalimat yang sudah dia buat dengan sopan, dengan permulaan dan akhiran yang tepat dalam penyampaiannya serta dengan intonasi yang berterima.

Metode pembelajaran yang disinyalir dapat mencakup pengoptimalan kinerja kedua belah hemisfer otak tersebut adalah Pengajaran Bahasa Komunikatif (Communicative Language Teaching/CLT). CLT ini adalah suatu metode pengajaran yang bertujuan agar para pembelajara bahasa dapat menguasai kompetensi komunikatif (communicative Competence). Metode ini merupakan turunan dari Communicative Approach yang merupakan pendekatan inti yang dipakai pada Common European Framework of References for Languages (CEFRL)yang dijadikan rujukan dalam pembelajaran bahasa oleh banyak negara di dunia.

Communicative Language Teaching (CLT) adalah sebuah pendekatan dalam pengajaran bahasa asing yang lebih menekankan konsep interaksi, baik dalam proses maupun tujuan dari proses pembelajaran tersebut. Secara historis, CLT ini muncul sebagai respon terhadap Metode Audio-Lingual (ALM), yang dianggap tidak tepat dalam pembelajaran bahasa (Krashen, 1982).

Metode ini berangkat dari paham bahwa bahasa adalah suatu alat untuk berkomunikasi bukan sekedar seperangkat aturan. Oleh karena itu, pengajaran bahasa seharusnya berpegang teguh pada pemahaman tersebut, yaitu belajar bahasa adalah belajar menggunakan bahasa bukan mempelajari tentang bahasa tersebut.

Karakteristik utama dari CLT adalah adanya kombinasi antara aspek-aspek bahasa secara fungsional dan struktural. Secara fungsional, CLT menekankan pada bagaimana bahasa tersebut digunakan, sedangkan secara struktural, CLT, menakankan pada sistem atau aturan bahasa. Meskipun begitu, dalam aplikasinya porsi fungsional lebih besar daripada porsi struktural karena pengajaran-pengajaran tentang aturan bahasa tidak diberikan secara langsung, melainkan tersirat dalam proses belajar.

Communicative Competence yang menjadi target utama dalam pengaplikasian CLT adalah Linguistic competence, discourse competence, socio-cultural competence dan strategic competence (Sugirin, 2003).

l Linguistic competence adalah pengetahuan tentang faktor-faktor murni linguistik seperti Pronunciation, grammar dan Vocabulary

l Discourse competence adalah pengetahuan dan penggunaan aturan-aturan dalam wacana/teks seperti sistem kohesi, sifat koherensi dan pentingnya penempatan pada teks.

l Socio-linguistic competence adalah kemampuan untuk menggunakan bahasa secara tepat pada situasi sosial; mengetahui bagaimana memulai dan mengakhiri  percakapan, kapan dan bagaimana bertinadak sopan, bagaimana mengungkapkan perasaan, pendapat dan saran, bagiamana menyapa orang dan lain sebagainya.

l Strategic competence adalah kemampuan untuk mengumpulkan potongan-potongan dari sebuah pidato atau mungkin naskah dengan cara yang efektif untuk dapat menyelesaikan kesulitan atau untuk menambah pemahaman.

Menurut pendekatan komunikatif, agar proses pembelajaran dapat berlangsung  harus ditekankan pada pentingnya variabel-variabel di bawah ini:

- Komunikasi: kegiatan yang melibatkan komunikasi nyata untuk mempromosikan pembelajaran .

- Tugas: kegiatan di mana bahasa digunakan untuk melaksanakan tugas-tugas yang bermakna dan mendukung proses pembelajaran.

- Makna: bahasa yang bermakna dan otentik untuk meningkatkan motivasi siswa dalam belajar .

Menurut William Littlewood (1981) dalam Sugirin (2003), ciri khusus dari CTL adalah penekanan pada aspek fungsi dan struktural bahasa kepada dan mengkombinasikan keduanya kedalam cara pengajaran yang komunikatif. Tujuan dari CLT adalah agar siswa bisa menggunakan bahasa sebagai alat untuk berkomunikasi, menggunakan bahasa sebagai alat untuk mengekspresikan sesuatu dan menggunakan expresi-expresi bahasa dengan tepat ketika  berkomunikasi.

Dalam pengaplikasiannya di dalam kelas, CLT menggunakan setiap kegiatan yang melibatkan interaksi autentik, baik antara guru dan murid maupun antara murid dan murid. Ada dua bentuk kegiatan dalam kelas CLT, di antaranya adalah:

a. Kegiatan komunikasi fungsional

Kegiatan yang bertujuan untuk mengembangkan kemampuan (skill) dan fungsi bahasa tertentu, tetapi tetap melibatkan komunikasi. Contoh:

* Cara mengeksrpresikan pendapat

* Cara menyampaikan kritik dan saran

* Cara menanyakan waktu

* Cara meminta dan memberiakan arah, dan lain-lain.

b. Kegiatan interaksi sosial

Kegiatan yang menekankan pada penggunaan bahasa tersebut. Contoh:

* Percakapan dan diskusi

* Dialog

* Bermain peran (role play).

* Interviews

* Information gap

* Games

* Language exchanges

* Surveys,

* Pair work

* Learning by teaching

Metode pengajaran CLT ini merupakan metode yang mengusung sistem Student-centered atau siswa yang harus lebih aktif dalam kegiatan pembelajaran. Di dalam penerapannya di dalam kelas, CTL mempunyai dua tahapan yaitu Pre-Communicative activities dan Communicative activities.

Metode CLT bisa diaplikasikan di kelas intermediate seperti kelas menengah atas di sekoalh karena pada level ini, siswa telah mampu menghubungkan-hubungkan ide di sekitar mereka dengan yang mereka dapatkan di sekolah. Salah satu ciri CLT adalah mengangkat topik-topik yang biasa ditemui sehari-hari ke dalam pembahasan di kelas. Hal ini sesuai dengan fungsi sosio lingusitik yang diusung oleh metode ini.

Untuk menilai hasil pembelajaran Bahasa Inggris yang sudah sesuai dengan fungsi bahasa sebagai medai untuk berkomunikasi, prosedur penilaian yang menyeluruh dan otentik perlu diaplikasikan. Seperti yang kita ketahui, dalam pembelajaran Bahasa Inggris perlu dikuasai 4 keahlian, yaitu Listening, Reading, Speaking dan Writing. Maka dalam prakteknya, harus keemopat keahlian ini digali kematangannya. Inilah yang disebut dengan penilaian yang menyeluruh. Bukan hanya satu atau dua keahlian saja yang diukur, ini yang terjadi di Indonesia, namun semua keahlian harus dinilai.

Selain menyeluruh, prinsip penilaian pembelajaran Bahasa Inggris yang seharusnya diterapkan adalah penilaian otentik. Penilaian otentik adalah penilaian yang sesuai dengan keadaan aslinya. Penilaian yang hasilnya benar-benar merepresentasikan kondisi pembelajar Bahasa Inggris yang sesungguhnya, apakah mereka benar-benar paham dan menguasai atau belum. Sehingga dari hasil penilaian tersebut kita dapat menentukan langkah selanjutnya ketika peserta didik sudah menguasai dan belum.

D. Landasan Aksiologi Penilaian Pembelajaran Bahasa Inggris

Selanjutnya, setelah mengaji ontologi dan epistimologi pembelajaran bahasa Inggris dan penilaiannya, landasan aksiologis keduanya pun perlu juga dipahami. Aksiologi merupakan salah satu cabang filsafat yang bertujuan untuk membangun kebenaran makna the right or wrong. Makna the right or wrong yang dimaksud adalah bagaimana sesuatu hal dinilai dari segi kebaikan dan keburukannya (Muhadjir, 2015). Dalam hal ini Surajiyo (2010) memperjelas bahwa sesuatu kebaikan dan keburukan tersebut pada dasarnya berkaitan dengan fungsinya untuk kemaslahatan manusia. Jika berkenaan dengan ilmu, maka ilmu tersebut haruslah dapat dimanfaatkan sebagai sarana atau alat dalam meningkatkan taraf hidup manusia dengan memperhatikan kodrat manusia, martabat manusia, kelestarian dan keseimbangan alam. Surajiyo (2010) dan Suriasumantri (2009) juga menambahkan bahwa aksiologi selain berkenaan dengan fungsi atau kegunaan dari suatu ilmu juga berkenaan dengan nilai moral yaitu adat atau cara hidup.

Dari penjelasan para pakar mengenai aksiologi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa aksiologi berkaitan erat dengan dua aspek utama yaitu (1) nilai moral dari sebuah ilmu dan (2) fungsi atau kegunaan sebuah ilmu tersebut bagi kemaslahatan manusia. Dengan demikian, Penilaian dan Pembelajaran Bahasa Inggris ketika ditinjau dari dua nilai tersebut akan dibahas mengenai nilai-nilai moral yang terkandung dalam penilaian dan  pembelajaran Bahasa Inggris. Nilai-nilai moral dalam penilaian pembelajarab bahasa Inggris tercermin dalam penerapannya pada kurikulum dan dalam materi pembelajaran bahasa Inggris itu sendiri dan pemanfaatan hasil penilaian pembelajaran bahasa Inggrisnya.

Bagian pertama yakni nilai moral Bahasa Inggris dalam kurikulum di Indonesia. Kurikulum 2013 dan juga Merdeka Belajar menempatkan bahasa Inggris sebagai mata pelajaran wajib pada level SMP dan SMA yang dimana ketika siswa-siswi mempelajari bahasa Inggris tersebut mereka diharapkan dapat lebih mengenal dirinya sebagai seorang siswa, mengenal budaya orang lain, membantu peserta didik mengemukakan perasaaan, gagasan dan berpartisipasi dalam masyarakat luas.

Dengan demikian, mata pelajaran bahasa Inggris tersebut ditujukan untuk pengembangan diri peserta didik agar mereka dapat tumbuh dan berkembang menjadi warga negara yang cerdas, terampil, berkepribadian, dan berwawasan luas, dapat mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan budaya serta siap mengambil bagian dalam pembangunan nasional. Nilai pengembangan diri yang terdapat dalam pembelajaran bahasa Inggris tersebut dapat diambil dari penilaian pembelajaran yang otentik dan menyeluruh. Maka dari itu, landasan aksiologi pembelajaran dan penilaian bahasa Inggris tersebut terlihat jelas kandungan nilai moral di dalamnya, diantaranya sikap menghargai budaya orang lain, cerdas, terampil, kritis, dan kooperatif.

Selanjutnya berkenaan dengan nilai moral Bahasa Inggris dalam materi ajar Bahasa Inggris itu sendiri yakni salah satunya tercermin dalam materi gramatika yang berkenaan dengan modal auxiliary. British Council learn English (2016) menjabarkan nilai-nilai yang terkandung dalam pokok bahasan modal auxiliary yaitu sikap menghargai dan kesopanan. Misalnya ketika kita menggunakan modal auxiliary untuk memerintah orang lain untuk melakukan sesuatu maka kita menggunakan modal could you atau would you.

Nilai moral yang terkandung dalam aturan would you dan could you tersebut adalah nilai kesopanan dan kesantunan berbahasa, serta secara implisit menunjukkan sebuah nilai tentang bagaimana kita memperlakukan orang dengan baik melalui cara kita berbahasa, karena cara berbahasa menunjukkan kepribadian seseorang. Yang mana fungsi bahasa sendiri adalah alat untuk menyampaikan apa yang dipikirkan, dirasakan dan menunjukkan sebuah sikap.

Dari segi penilaian pembelajaran Bahasa Inggris, nilai baik yang dapat diambil adalah nilai kejujuran. Nilai kejujuran ini dapat diambil dari konsep penilaian pembelajaran bahasa Inggris yang otentik. Menulis baik ketika memang yang dinilai baik dan sebaliknya. Sebagai usaha mengoptimalisasi nilai kejujuran dan nilai otentik penilaian pembelajaran bahasa Inggris, Fajariyati (2019) dalam sebuah makalah mengusulkan beberapa hal untuk mengatasi permasalahan dalam penilaian pembelajaran Bahasa Inggris:

1. Need analysis

Informasi terkait apa dan bagaimana penilaian yang siswa inginkan juga bisa digali dalam analisa kebutuhan ini.

2. Graded Task

Mengembangkan task atau aktivitas-aktivitas pembelajaran yang berjenjang. Task 1 dimulai dengan aktivitas mudah, kemudian naik ke Task 2 lebih sulit dan Task 3,4 dst.

3. Differentiated assessment

Penilaian dengan memperhatikan keberagaman siswa di mana siswa akan dinilai sesuai dengan kemampuannya.

Pembahasan kedua atau yang terakhir yakni berkenaan dengan fungsi atau
kegunaan ilmu dari penilaian dan pembelajaran Bahasa Inggris dalam kehidupan manusia. Astika (2015) menjelaskan bahwa Bahasa Inggris sangat berperan penting dalam bidang pendidikan khususnya menyiapkan peserta didik yang berdaya saing dalam hal ini yaitu peserta didik yang kompetitif, kooperatif, dan mampu bersinergi dengan perkembangan globalisasi saat ini yang sebagian besar menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa komunikasi. Bahtia dan Bahtia (2011) kemudian menambahkan fungsi Pembelajaran Bahasa Inggris dalam aspek ekonomi bisnis yaitu untuk menyiapkan para praktisi atau pelaku bisnis yang dapat bernegosiasi dan bekerjasama mengembangkan bisnisnya ke dunia internasional dengan menguasai dasar-dasar bahasa Inggris untuk bisnis atau meeting.

Referensi

Abdul Chaer. (2012). Psikolinguistik. Jakarta: PT. Rineka Cipta

Astika, G. (2015). Globalisasi bahasa Inggris: so what?. Lingua, 12, 86-96.

Bahtia, V., & Bahtia, A. (2011). Business communication. Dalam J. Simpson (Eds), The Routledge. Handbook of Applied Linguistics (pp.24-38). Abingdon, OX: Routledge.

Canagarajah, S., & Said, S.B. (2011). Linguistic imperalism. Dalam J. Simpson (Eds), The Routledge. Handbook of Applied Linguistics (pp.388-400). Abingdon, OX: Routledge.

Chaer, A. (2015). Filsafat Bahasa. Jakarta: PT RINEKA CIPTA

Fajariyati, Laily A. (2019). Makalah Filsafat Pembelajaran Kemampuan Berbicara Bahasa Inggris. www.lailyenglish.com

Krashen, S.D. (1982). Principles and Practice in Second Language Acquisition. Pregamon Press Inc.

Krashen, S.D. (1981). Second Language Acquisition and Second Language Learning. Pregamon Press Inc.

Muhadjir, N. (2015). Filsafat Ilmu. (5th ed). Yogyakarta: Rake Sarasin Yogyakarta.

Sewel, A. (2013). English as a lingua franca: ontology and ideology. ELT Journal, 67, 3-10.

Sugirin. (2003). TEFL Methodology, A Handbook for Students and Lecturers. Universitas Negeri                        Yogyakarta

Surajiyo. (2010). Filsafat ilmu dan perkembangannya di Indonesia. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Suriasumantri, J. S. (2009). Filsafat ilmu sebuah pengantar populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Swan, M. (1985). A critical look at the communicative approach (2). ELT journal,

Yahya, D., & Suwarjo. (2013). Evaluasi bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar dalam proses pembelajaran di SD IDAMAN RSBI Banjarbaru. Jurnal Prima Edukasia, 1, 10- 16. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun