Tukang ojek  memboncengku dari Bangorejo dan tiba di Pasar Pedotan dan tiba di Pasar Pedotan kurang dari setengah jam. Pasar desa ini terlihat sepi pengunjung., ingin mencari pedagang pracangan teman salindri, aku memutuskan sarapan di warung nasi pecel dekat pintu masuk pasar karena sudah sangat lapar.
Semenjak dari terminal Jajag hingga ke pasar Pedotan tiada henti keheranan menyelimuti perasaan. Aksen bahasa Jawa yang digunakan masyarakat di daerah Banyuwangi selatan ini sama persis dengan masyarakat di Blitar. Tulungagung. Trenggalek. Ini yang unik pergi ke timur tetapi rasanya serasa di daerah Jawa Timur bagian barat.
Tanpa menyebutkan aku dari mana, Pedagang nasi pecel menyapa, "Sangking pundi, Mas?" Sebelum aku menjawab, dia berseloroh, "Kok kadose Sanes asli mriki, Mas sangking Surabaya enggih?" ujarnya lagi.
"Enggih Bu. Saya dari Surabaya. ibu punya kemampuan telepati ya?"
"Kentara dari cara bicaranya, Mas," katanya sambil tertawa lembut. Aku pun ikut tersenyum.
Barusan satu sendok nasi pecel yang aku makan. Pikiran spontan ingat rasa masakan nasi pecel di Tulungagung.
"Mas mau mencari siapa kok dolan jauh sampai ke sini?" tanya ibu penjual nasi pecel.
"Cari teman lama, Bu. Pengen nostalgia!"
"Alamatnya di mana,?"
"Saya lupa," jawabku tersenyum. "
"Saya mencari seorang pedagang, punya toko Pracangan di dalam pasar yang kenal dengan teman saya," sahutku lagi.