Mohon tunggu...
Khoerul umam
Khoerul umam Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Syari'ah IAIN Purwokerto

Seorang mahasiswa semester 4 fakultas syariah IAIN Purwokerto dan pegiat literasi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Nikmatnya Makan ala Santri

24 Juni 2020   08:02 Diperbarui: 24 Juni 2020   07:56 588
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Para Santri Yang sudah Menjadi Kiyai/dokpri

Santri adalah sebutan bagi orang yang belajar agama islam di pondok pesantren. Santri dikenal dari dulu akan kegigihannya. Baik dalam belajar agama islam ataupun mempertahankan kemerdakaan NKRI seperti perjuangan pada saat revolusi jihad. 

Pendidikan yang didapat oleh santripun tergolong berat. Bagaimana tidak? Mereka hidup didalam pondok pesantren yang tidak diperbolehkan keluar kecuali hanya dalam keadaan darurat. Serasa hidup dalam penjara, lebih halusnya penjara suci seperti yang biasa teman-teman santri update dalam status mereka. 

Selain itu,  ketika sudah masuk pondok pesantren tidak ada kesempatan lagi bagi mereka untuk memandang lawan jenis. Bagi santri putra cuma dapat melihat 1 perempuan, yaitu bu nyai.
Akibat dari lockdown selamanya di dalam pondok pesantren maka segala aktivitas santripun dilakukan di dalam pondok termasuk makan. 

Maka, tidak pernah kita melihat santri makan di restoran, kafe, atau mall kecuali sedang liburan atau mereka kabur dari pesantren, yang terakhir ini jangan kalian tiru ya. Hehe.

Para santri sudah terbiasa makan dengan lauk sederhana, cukup nasi dengan sayur-sayuran hijau ditambah mendoan jika sedang banyak uang sudah terasa seperti makan di restoran bintang tiga. Apa restoran ada bintangnya ya? Hehe. 

Setiap makan para santri akan membentuk seperti kelompok kecil yang berisi 6-7 orang kemudian mereka membentuk lingkaran kecil yang kemudian di tengah-tengahnya mereka terdapat sebuah nampan. Nampan tadi di isi dengan nasi dan sayur-sayuran. Meskipun sambil berdesakan ketika makan dan nasi yang dimakan juga masih panas-panasnya justru kenikmatannya terletak disitu.

Kalau tidak percaya, silahkan kalian ajak suami, istri, anak, ayah, ibu, atau yang lainnya. Untuk ngumpul bersama dan makan dalam satu wadah dan tidak menggunakan sendok, saya jamin akan ada kehangatan yang berbeda dan nuansa yang belum pernah anda rasakan.
Semoga bermanfaat. Thanks

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun