Mohon tunggu...
Khoerul umam
Khoerul umam Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Syari'ah IAIN Purwokerto

Seorang mahasiswa semester 4 fakultas syariah IAIN Purwokerto dan pegiat literasi.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Walisongo, "Wali bergelar Pembid'ah"

9 Juni 2020   12:32 Diperbarui: 9 Juni 2020   16:39 267
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Siapa yang tidak kenal dengan walisongo. Mereka adalah kumpulan orang yang paham agama islam lalu mengajarkannya di bumi nusantara. Metode dakwah yang digunakan walisongo sukses besar. Bagaimana tidak, dulu di bumi nusantara sebagian besar manusia yang ada di nusantara beragama budha dan hindu. Lalu datanglah para walisongo yang mengislamkan mereka dan sampai sekarang umat islam menjadi mayoritas di Indonesia bahkan menjadi negara dengan umat islam terbesar di dunia. Dakwah yang dilakukan walisongo menjadi bantahan kepada para pembenci islam karena islam yang disebarkan di bumi nusantara sama sekali tidak menggunakan peperangan sebagaimana yang telah dituduhkan kepada islam. 

Dakwah islam yang dilakukan walisongo cenderung menggunakan kearifan lokal. Sunan kalijaga menggunakan wayang kulit sebagai media dakwah dengan mengganti cerita mahabarata dan sinta dengan cerita yang lebih islami dan tentunya dalam setiap adegan wayang kulit mengandung pesan tentang keislaman yang telah disisipkan oleh sunan kalijogo. Selain itu, sunan kalijogo juga menggunakan lagu-lagu sebagai media dakwah, diantaranya lagu lir-ilir, cublak-cublak suweng, dan lingsir wengi (yang pada saat ini, lagu lingsir wengi malah digunakan untuk memanggil kuntilanak). 

Penggunaan media dakwah dinilai lebih dipahami oleh masyarakat pada saat itu dan lebih diterima keberadaannyaa karena masyarakat dulu menyukai wayang kulit dan lagu-lagu. Selain itu, ada kebiasaan pada masyarakat dulu yang sulit diubah karena sudah menjadi kebiasaan mereka. Sebagai contoh, pada zaman sebelum islam orang-orang terbiasa berkumpul ditempat orang yang baru saja meninggal selama 7 hari. Aktifitas yang dilakukan cenderung berisi maksiat seperti mabuk-mabukan, judi, dan lainnya. Melihat akan hal tersebut, tidak serta merta para wali melarang perkumpulan itu (walisongo tahu kalau dilarang pasti banyak yang sulit untuk masuk islam) akan tetapi walisongo merubah isi dalam acara tersebut dengan membaca kalimat tauhid dan berdzikir setelah selesai acara berdzikir acara jamuannya masih tetap dilaksanakan. Contoh lain, dulu orang-orang berkumpul dalam suatu tempat dan duduk melingkar. Mereka semua telanjang, di tengah-tangahnya ditaruh makanan. Diawali dengan memakan makanan yang tadi, setelah kenyang lalu mereka berzinah di tempat itu juga disertai dengan mabuk. Hal itu semua dilakukan untuk memenuhi keinginan hawa nafsu mulai dari makan, minum, madon, dan lainnya. Setelah selesai melakukannya biasanya mereka akan bertapa sampai bisa menyusut menjadi kecil dan biasanya kita menyebutnya sebagai jenglot. Melihat kebobrokan tersebut walisongo merubah kebiasaan tersebut dengan mengganti isi acaranya dengan bacaan al-Quran dan kalimat tauhid. Akhirnya kegiatam tersebut dinamai dengan Tahlilan. 

Dari uraian di atas, kita dapat menyadari bagaimana fleksibelnya para walisongo dan cerdasnya mereka untuk mengislamkan nusantara. Bagaimana hasilnya jika walisongo tidak cerdas dan toleransi terhadap kebiasaan masyarakat dan menyalahkan semua perbuatan tersebut. Pasti keberadaan islam pada saat itu tidak akan bisa diterima. 

Akan tetapi, akhir-akhir ini kita sering melihat ada beberapa ustadz membid'ahkan tahlilan dan melupakan bahwa tahlilan lah yang mengislamkan nenek moyangnya di bumi nusantara. Mereka membid'ahkan tahlilan lantaran tidak ada pada zaman nabi dan semua yang tidak ada pada zaman adalah bid'ah.(perlu penjelasan panjang mengenai tahlilan oleh karena itu penjelasannya tidak dijelaskan di artikel ini) pembid'ahan terhadap tahlilan secara langsung juga membid'ahkan founding father of tahlilan yaitu para walisongo. Terasa aneh memang, walisongo sebagai pendakwah yang   alim dan masyhur dan tidak mengharap imbalan apapun termasuk uang justru dianggap sebagai pembid'ah. Saran penulis, sebaiknya para ustadz ikut membid'ahkan pendakwah yang biasanya berceramah setiap hari minggu yang ada di TV. Pasalnya nabi berceramah lewat rumahnya sahabat arqam bukan lewat rumah produksi entertaiment.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun