Diplomasi adalah suatu metode yang didalamnya membawa kepentingan negara dalam level-level tertentu. Secara sejarah, diplomasi memiliki arti yakni pelaksanaan hubungan resmi dari luar negeri antar negara-negara yang berdaulat, baik secara bilateral maupun multilateral. Dikutip dari sumber Britannica, diplomasi merupakan sebuah produk yang berasal dari system negara Eropa pasca-Renaissance. Diplomasi sendiri merupakan instrument kebijakan luar negeri namun bukan satu-satunya cara yang ditetapkan oleh pemimpin politik untuk mencapai tujuannya. Diplomasi lahir sebagai jalan untuk menyelesaikan segala permasalaan yang erjadi dalam suatu negara baik secara domestic maupun internasional.
Dalam Islam, diplomasi sendiri sudah ada jauh sebelum diplomasi hadir di dunia internasional kini, yakni salah satunya diplomasi yang terjadi dalam kisah hidup Rasulullah SAW, sebagai panutan umat Islam dan rahmatan lil 'aalamin. Dalam kepemimpinan Rasul, beliau telah menunjukkan contoh diplomasi untuk menjalin hubungan-hubungan dengan kerajaan-kerajaan lain dan hingga pada tahap pengambilan keputusan. Dikutip dari berbagai sumber, bahwa Rasulullah merupakan seorang negarawan yang memegang prinsip fundamental dalam sebuah perjanjian antar negara, yakni yang berisikan menghormati kesepakatan dan fakta perjanjian.
 Rasulullah sangat menekankan pada prinsip kejujuran di setiap tindakan dan agenda diplomasinya bahkan sebelum itu yakni ketika beliau masih belia dan turut berdagang dengan pamannya. Orang-orang dari kaum Quraisy bahkan menyebut beliau sebagai Al-Amien yang berarti dapat dipercaya. Hal ini juga sudah ditegaskan dalam Al-Qur'an bahwa Allah SWT telah menekankan ada beberapa prinsip utama dan lazim dalam sebuah kebijakan politik luar negeri, diantaranya adalah memberikan penghormatan terhadap kesepakatan disetiap perjanjian yang telah dilakukan (QS. Al-Maidah: 1, QS. Al-Anfaal: 42), dan kejujuran serta ketulusan dalam setiap transaksi (QS. An-Nahl: 94). (*)
Dikutip dari berbagai sumber.