Mohon tunggu...
Ruslan Yunus
Ruslan Yunus Mohon Tunggu... Peneliti dan Penulis -

Belajar Menyenangi Humaniora Multidisipliner

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Orang-orang Besar Itu Hanya Melakukan "Hal-hal yang Besar" Pula

26 November 2017   13:47 Diperbarui: 25 Januari 2019   14:30 2594
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Cicero, seorang filsuf Rumawi Kuno (10l6- 43 SM), pernah menulis, "It is not by muscle, speed, or physical dexterity that great things are achieved, but by reflection, force of  character, and judgment".  

Sepanjang sejarah peradaban manusia, tidak sedikit "orang- orang besar"dunia (great men) telah melakukan "hal- hal yang besar"(great things), yang melahirkan karya- karya besar untuk bangsanya, kemanusiaan, dan peradaban. Mereka dan “hal- hal besar” yang telah dilakukannya dicatat oleh sejarah dengan tinta emas, dan menjadi inspirasi bagi banyak orang, bagi generasinya dan bagi generasi- generasi sesudahnya.

"Hal-hal yang besar" itu, sejatinya, dilahirkan melalui olah pikir dan olah hati. Ia tidak hanya melibatkan konsep intelektual, proposisi logika dan fakta material. Tetapi juga --yang sangat penting-- melibatkan konsep emosional dan konsep  spiritual, agar “hal- hal yang besar” itu menjadi bermakna bagi kemanusian dan peradaban. 

Bila ingin disebutkan disini, esensi dari “hal- hal yang besar” itu adalah untuk membangun kebebasan atau kemerdekaan, keadilan, kejujuran, penghormatan, tanggung jawab, kasih sayang, harga diri, moralitas, kebanggaan, rasa aman, harapan, dan kedekatan manusia kepada Tuhan- nya. Dalam hal membangun suatu prasarana fisik, jalan, jembatan, atau pabrik misalnya, esensi itupun ikut melekat di dalamnya. Hatta, untuk membangun sebuah masjid sekalipun.

Disinilah “hal-hal yang besar” itu, menjadi "berkah"  bagi manusia dan peradabannya, betapapun sederhananya “hal- hal yang besar’ itu. Dan bukan sebaliknya, ia menjadi "bencana" atau "tak membawa manfaat" bagi manusia dan peradabannya.

Bagi orang-orang besar itu, didalam melakukan “hal- hal yang besar” mungkin saja berbeda di dalam gaya dan caranya, mengikuti perkembangan jamannya. Namun esensinya tidaklah berubah. Salah satu ciri dari orang- orang besar di dalam melakukan “hal- hal yang besar” adalah sikap kerendahan hati. "I believe the first test of a truly great man is in his humility", demikian yang pernah ditulis oleh John Ruskin (1819-1900), penulis berkebangsaan Inggris.


Diantara "orang- orang besar" itu, sebutlah Umar Bin Hattab, khalifah kedua (634- 644). Umar pernah memerintah kan Amr bin Ash, untuk mengembalikan hak-hak seorang rakyat biasa, sebagai hal yang lebih utama. Gubernur Mesir Amr bin Ash ketika itu, sedang membangun sebuah masjid megah diatas sebuah tanah lapang. Amr telah membebaskan tanah tersebut dengan memberi ganti rugi kepada pemilik tanah. Namun ada seorang pemilik tanah, yang kebetulan adalah seorang kakek beragama Yahudi, tidak mau menjual tanahnya karena suatu alasan. Tapi Amr memutuskan untuk terus membangun masjid itu dengan merobohkan gubuk kakek itu. 

Sebuah garis lurus menyerupai huruf alif yang pada bagian tengahmya diberi sebuah garis melintang digoreskan Umar pada sepotong tulang kering. Goresan itu dibuat Umar dengan menggunakan pedangnya. “Berikan ini pada gubernur ku”, kata Umar pada si kakek yang mengadukan halnya itu kepada Khalifah Umar. “Tapi, saya ke Madinah ini untuk meminta keadilan khalifah, bukan tulang itu”, kata kakek itu. "Di tulang itulah terletak keadilanku, wahai kakek", kata Umar tersenyum.

Ketika kembali ke Mesir, kakek itu menyampaikan tulang itu, sebagai titipan dari Umar kepada Amr bin Ash. Melihat goresan diatas tulang itu, Amr mendadak gemetar. Ia segera memerintahkan pembongkaran masjid yang sementara dibangun itu, dan memerintah kan gubuk kakek itu didirikan kembali di tempatnya semula. Tiba-tiba kakek itu berteriak untuk tidak melakukan pembongkaran masjid. Ia lalu bertanya kepada Amr tanpa mengerti. “Apa gerangan ini, wahai gubernur ?”. Menjawab Amr, “Goresan pada tulang itu adalah perintah khalifah, agar saya mendirikan kembali gubuk bapak”. 

Mendengar itu, kakek itu berkata, “Teruskanlah membangun masjid itu, dan tanah saya, telah saya wakafkan kepada negara”. Ia sangat terharu dengan  cara Khalifah Umar memberikan rasa keadilan dan penghormatan pada dirinya. Kisah Umar dan kakek ini telah banyak ditulis di buku-buku dan disampaikan di pengajian- pengajian.

As-Shalabi (2008) di dalam The Great Leader of Umar Bin Hattab mengisahkan bahwa, ketika terjadi kemarau panjang, Umar bersumpah untuk tidak merasakan lezatnya samin, susu dan daging, sampai rakyatnya dapat menikmati kembali bahan pangan itu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun