Mohon tunggu...
Muhammad Ulil Amri
Muhammad Ulil Amri Mohon Tunggu... Freelancer - Youth Movement | @ulil.amri__

Berbagi cerita, biar inspirasi tumbuh lewat cerita itu.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Pemikiran Kritis sebagai Pertahanan Diri

8 Januari 2020   16:10 Diperbarui: 4 Januari 2024   12:42 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
globalteacherprize.org

Hai temen-temen semua..

Ini adalah tulisan pertama saya di kompasiana, sedikit membahas tentang pemikiran kritis.

Oke langsung saja, didalam kelas kita pasti mempunyai teman yang punya daya kritis tinggi. kadang kalian pasti jengkel sama temen yang kritis, misalnya udah waktunya istirahat tapi karena temen kita ini tanya terus jadi molor lagi waktu istirahatnya. Memang cukup menjengkelkan sekelas dengan anak yang punya pemikiran kritis, sering-sering aja di ingatkan untuk kritis pada porsinya. haha

Tapi kali ini saya akan ulas sedikit berbeda, hasil dari diskusi malam bersama dengan teman-teman. Oke begini, Ada kesan negatif di dalam keseharian dan sudut pandang masyarakat tentang pemikiran kritis. Hal ini yang harus dilawan dan diubah sudut pandangnya karena pemikiran kritis adalah benteng diri dari informasi yang di serap dari berbagai sumber.

Semua indera yang kita miliki akan menerima informasi yang didapatnya. mata dengan melihat, telinga dengan mendengar, hidung dengan menghirup, kulit dengan menyentuh, dan indera lainnya. semua informasi ini akan masuk kedalam pikiran sebagai landasan untuk bergerak. pemikiran kritis hadir sebagai filter dalam menyaring informasi yang kemudian di aplikasikan dalam perbuatan.

Dari hasil diskusi semalam,

level kritis dibagi menjadi 2 level.

Pertama adalah level dimana ketika seseorang mendengar dan melihat suatu permasalahan akan berkutat pada pemaknaan sebuah kata. contoh, setiap mendengar kisah kegagalan dalam membuka usaha, maka akan takut untuk memulai sebuah usaha karena akan gagal. 

Level kedua adalah orang yang berfikir mengenai penyebab dari sebuah permasalahan dan menjadikannya sebagai pembelajaran agar permasalahan tak terulang kembali. contoh yang sama pula, setiap mendengar kisah kegagalan dalam membuka usaha, kisah itu akan dianalisa segala penyebabnya dan menjadikan pembelajaran agar tak terulang kembali.

dari 2 level tersebut tentu kita sudah memahami dimana level pemahaman kita. jangan sampai rasa malu, sungkan, dan hal lain dapat menurunkan daya kritis sehingga banyak terjadi ketimpangan. Maka kemudian pastikan bahwa pemikiran kritis yang ada akan berdampak pada sektor agama, negara, dan sosial. mari kritisi.

Gettoserafim.com

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun