Mohon tunggu...
Uli Hartati
Uli Hartati Mohon Tunggu... Blogger

A wife, mommy of 2 boys, working mom also as a blogger Contact me : WA 089627103287 Email uli.hartati@yahoo.com Blog http://ulihape.com IG dan Twitter @ulihape

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

Ketika Anak Menjadi Kritikus Film Dadakan

20 Agustus 2025   17:57 Diperbarui: 21 Agustus 2025   15:48 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ILUSTRASI | Dok. pribadi ulihape

Dari situ aku sadar, anak-anak bukan sekadar suka mengkritik. Mereka juga tahu bagaimana rasanya kagum pada karya yang menurut standar mereka memang pantas dipuji. Jadi komentar pedas terhadap Merah Putih - One for All bukan semata-mata tak menghargai karya orang lain, tapi perbandingan jujur dari pengalaman mereka menonton karya lokal lain yang kualitasnya lebih baik.

Keterangan: Salah satu konten yutub anakku yang ditonton sampai 1juta lebih

Sebagai anak yang membuat konten game Roblox di YouTube, si sulungku menurutku cukup profesional. Meski hanya menggunakan PC dan tools seadanya, dia tahu betul bahwa karya yang bagus butuh dukungan alat dan modal. Jadi wajar kalau dia punya standar tersendiri saat menilai kualitas visual sebuah animasi.

Apalagi dengan kehadiran AI, anak-anak makin terbiasa melihat visual yang rapi dan mengagumkan. Bahkan beberapa netizen sempat me-remake trailer Merah Putih - One for All dengan bantuan AI, dan hasilnya memang terlihat jauh lebih mulus daripada versi aslinya.

Meski begitu, rasa penasaran tetap ada. Kedua anakku sempat ingin menonton Merah Putih - One for All di bioskop, tapi akhirnya batal setelah teman-temannya meledek, "Yaelah, ngapain sih nonton film cupu?"

Mereka pun mundur, entah karena takut diejek atau memang kehilangan minat. Aku hanya menimpali, "Ah, paling nanti juga akan tayang di Netflix atau Disney. Seringnya begitu kan dengan film Indonesia, jadi santai aja."

Di titik ini aku menyadari sesuatu. Kritik bukan berarti tidak mendukung, dan apresiasi tidak harus selalu dibungkus kata-kata manis. Anak-anak zaman sekarang lebih realistis: mereka bisa mengkritik dengan keras, tapi juga bisa memberikan pujian tulus ketika memang pantas.

Buatku pribadi, Merah Putih - One for All adalah contoh menarik tentang bagaimana karya lokal akan selalu diuji di era keterbukaan digital. Mungkin benar kualitas visualnya masih jauh dari Pixar, mungkin juga banyak kekurangan di sana-sini. Tapi tetap saja, keberanian untuk berkarya itu patut diapresiasi.

Dan yang lebih penting, film ini membuka diskusi di rumah kami---tentang kualitas, tentang kritik, tentang bagaimana anak-anak melihat karya lokal. Itu saja menurutku sudah menjadi sumbangsih berharga.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun