Target ASI Eksklusif Tak Tercapai, Sufor Kambing Hitamnya?
Kali ini menarik apa yang dijadikan Admin K sebagai Topik Pilihan, judulnya seolah pilihan seorang Ibu tak memberi ASI adalah sebagai wujud keabaian terhadap anjuran pemerintah. Beberapa waktu lalu juga sering membaca artikel terkait tingginya penjualan Sufor di Indonesia, entah mengapa angka ini lantas dikaitkan dengan keengganan seorang Ibu dalam memberikan ASI, tepatkah?
I don't think so, sebagai seorang Ibu Pekerja, dulu aku pernah menuliskan kepedihan hatiku tak mampu memberikan ASI kepada buah hatiku (Baca disini), namun apa daya karena alasan medis aku tak bisa memberikan ASI Eksklusif untuk anakku.Â
Sedihnya itu banyak bestie, sudahlah merasa menjadi Ibu yang tak baik , resiko anak alergi susu dengan segala penyakit penyertanya dan ditambah harus memikirkan keuangan keluarga yang minim untuk membeli Sufor newborn tentu harganya juga nggak murah.Â
Aku paham sih akhir-akhir ini Pemerintah seperti kembali menggalakkan kampanye ASI Eksklusif karena memang faktanya target ini masih rendah di Indonesia. Tahun 2018 saja tidak sampai 40% Ibu yang mampu memberikan ASI eksklusif dengan segala kendalanya. Lalu apakah bijak jika target ASI eksklusif tak tercapai kita salahkan keberadaan Sufor? TIDAK! seharusnya cari tahu apa yang menjadi kendala, bukan langsung menuding angka penjualan susu yang keren sebagai dosa gagalnya program ASI Eksklusif.
Menuntut Kewajiban Ibu Tanpa Memberikan Hak Ibu
Memberi ASI kata pemerintah adalah kewajiban Ibu, wajib itu kalau dalam keyakinanku bila tak dilakukan maka hukumnya dosa. Namun sejauh apa support pemerintah untuk mewujudkan kewajiban itu? Memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan sudah dianjurkan WHO sejak tahun 90-an makanya bestie banyak negara di luar sana sudah memberikan cuti melahirkan bahkan ada yang sampai dua tahun sehubungan anjuran WHO untuk tetap memberikan ASI kepada anak sampai berusia dua tahun.
Pemerintah kita selalu menekankan kewajiban tanpa mengecek sudahkah hak Ibu dipenuhi? Hak apa saja? paling  sederhana ya hak cuti melahirkan, program pemerintah suruh ASI selama enam bulan tapi cutinya hanya 3 bulan?Â
Itu belum bicara perusahaan 'nakal' yang memberlakukan cuti melahirkan dengan cara berbeda, ada yang harus diambil dimuka separoh jadi sisanya setelah melahirkan hanya 1,5 bulan lagi lalu tinggalkan anak dan bekerja. Ada pula yang bila cuti lebih satu bulan maka gaji nggak dibayar full, alhasil Ibu memilih lekas masuk kerja demi terpenuhinya kebutuhan keluarga.
Hak lainnya apa? Tidak ada support lain, pemerintah hanya mengandalkan susu Ibu "pokoknya tetek-i anakmu 6 bulan" padahal susu Ibu ini butuh maintenance toh? Butuh suplemen, butuh dipijat dan yang pasti kalau Ibu bekerja jelas butuh pompa ASI, ada nggak nih Bapak Ibu Menteri yang punya program mikirin?Â
Ada teman yang menangis karena harus membuang ASI karena payudaranya sudah bengkak, mau di pompa alatnya nggak ada, bukan murah bestie, botol untuk ASI perahnya? Alat pompa ASInya? tas penyimpanan ASI perah? Gel untuk membuat ASI nggak basi? ada gitu pemerintah kasih support? Nggak ada bestie!
Belum lagi kalau harus keluar rumah, giliran menyusi anak di tempat umum disorot, tapi ada nggak nih menyediakan tempat menyusui yang aman dan nyaman? Nggak usah bicara tempat umumlah, mall gede saja kadang tempat menyusuinya jauh ke ujung dan bikin malas!
So masih bertanya kenapa program pemerintah nggak bisa capai target? Seperti wacana memberikan cuti melahirkan enam bulan saja udah banyak yang berisik, pengusaha merasa rugi. Padahal pemerintah ini menuntut Ibu harus bisa menghadirkan generasi cerdas, lah piye kalau hak saja nggak di support?
Alasan Gagal Memberi ASI Eksklusif
Ada banyak tapi yang jelas medis dan keadaan menjadi faktor utama sih, keadaan ini salah satunya adalah sedikitnya waktu cuti. Selayaknya cuti melahirkan itu 6 bulan keatas sih, 6 bulan pertama memastikan Ibu memenuhi kewajiban meng-ASI-hi bayinya secara eksklusif selama 6 bulan.Â
Tahapan berikutnya memberikan MPASI dan ini nggak kalah penting karena banyak anak yang stunting akibat Ibu abai dalam membersamai tumbuh kembang anak. Setelah usia anak satu tahun anak sudah bisa menyantap menu keluarga disitulah Ibu baru bekerja kembali.
Percaya deh hanya sedikit Ibu yang nggak mau meng-ASI-hi hanya karena menuntut hak tubuhnya. Jangankan payudara kendor wong nyawa aja diberi kok ketika mengandung dan melahirkannya, betul? Jadi mencurigai seorang Ibu tak memberi ASI karena takut payudara kendor itu nggak baik ya bestie!
Pelitnya sesama Ibu yang berlimpah ASI, aku pernah loh minta ASI tapi dijawabnya "wah aku juga takut gak cukup nih" padahal poto yang di uploadnya dua kulkas ASI haha, pamer tapi pelit! Coba kalo nggak pelit pasti aku pilih beli ASI daripada sufor, nah pemerintah bisakan siapkan bank ASI?
Keberadaan sufor jelas membantu bagi Ibu yang punya alasan medis, Ibu yang rempong tanpa ada tim support bahkan untuk anak-anak yang lahir dengan kasus tertentu. Sufor juga bukan hanya dikonsumsi bayi lah anakku sampai usia 10 tahun juga masi minum sufor, so biar adil sih pilah lagi angka penjualan sufor nya yang mana nih yang tinggi. Karena suamiku juga minumnya sufor coklat anak kok haha.
Coba deh programnya dibikin menarik, misal ada tunjangan bagi Ibu menyusui nah berani nggak?
Jadi kalau mau Ibu menjalankan kewajiban yuk bisa yuk pemerintah perbaiki programnya, jangan hanya kewajiban tapi berikan Hak Ibu akur?