Adapun, inovasi untuk meningkatkan kandungan beta-karoten pada Eucheuma cottonii yang juga tergolong rendah dapat dilakukan melaui inovasi manipulasi intensitas cahaya. Secara biologis, cahaya tinggi memicu biosintesis karotenoid sebagai respons adaptif. Dalam implementasinya, rumput laut dibudidayakan pada kedalaman ±60 cm, kemudian lima hingga tujuh hari sebelum panen, tali dinaikkan ke kedalaman ±30 cm. Paparan cahaya lebih tinggi pada fase akhir ini bertujuan untuk menginduksi sintesis beta-karoten secara maksimal. Kondisi ini juga diintegrasikan dengan kualitas air yang optimal (Marsaude et al., 2023). Selanjutnya, untuk meningkatkan kandungan protein, akan diterapkan Sistem Akuakultur Multi-Trofik Terintegrasi (IMTA). Dalam sistem ini, Eucheuma cottonii akan dibudidayakan bersama spesies lain seperti ikan atau udang. Rumput laut akan secara efisien menyerap kelebihan nitrogen dan fosfor dari limbah budidaya spesies tersebut, yang tidak hanya meningkatkan kualitas air tetapi juga secara signifikan meningkatkan kandungan protein pada rumput laut itu sendiri.
Pengembangan Produk Pangan Fungsional berbasis Eucheuma cottonii untuk Kelompok Rentan
Diversifikasi produk pangan dilakukan melalui pengembangan produk pangan fungsional berbasis Eucheuma cottonii yang telah dibiofortfifikasi untuk mengatasi masalah gizi spesifik pada kelompom rentan. Adapun, strategi diversifikasi produk pangan pada tiga kelompok sasaran kelompok rentan, yakni model diversifikasi dirancang berdasarkan prinsip inovasi, adaptabilitas (penerimaan), dan efektivitas zat gizi.
Model diversifikasi produk menargetkan tiga kelompok rentan, yakni balita, ibu hamil, dan remaja putri. Untuk balita, dikembangkan produk Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) berupa biskuit. Biskuit dipilih karena umumnya disukai oleh balita dan dapat berfungsi sebagai finger food untuk melatih motorik. Substitusi tepung Eucheuma cottonii terbukti dapat meningkatkan kandungan serat dan mineral pada biskuit (Hidayat et al., 2019). Dengan upaya biofortifikasi dalam meningkatkan kandungan zat besi dan seng, biskuit balita ini dapat menjadi sumber zat besi dan seng yang sangat krusial untuk mencegah stunting. Selain itu, beta karoten yang ditingkatan, menjadi pro-vitamin A yang akan diubah menjadi vitamin A sehingga dapat menjadi sumber vitamin A untuk memenuhi kebutuhan asupan vitamin A pada balita.
Adapun, untuk ibu hamil berupa minumam jeli bergizi tinggi. Minuman jeli siap minum yang menyegarkan menggunakan karagenan Eucheuma cottonii sebagai agen pembentuk jeli alami. Untuk meningkatkan penyerapan zat besi, minuman ini dikombinasikan dengan pure buah lokal yang kaya akan vitamin C. Produk ini kaya akan serat pangan dan zat gizi esensial lain, seperti kalsium, yodium, kalium, dan zat bioaktif lainnya yang dapat mendukung kesehatan secara keseluruhan (Nurjanah et al., 2016). Serat pangan juga berperan dalam menjaga kesehatan usus, yang merupakan kunci penyerapan gizi yang optimal.
Selanjutnya, produk kerupuk rumput laut panggang ditergetkan kepada remaja putri. Kerupuk ini menggunakan tepung rumput laut Eucheuma cottoni yang ditingkatkan zat gizinya. Kandungan zat gizi di dalamnya, terutama zat besi sangat penting untuk mencegah anemia pada remaja. Dalam pengolahan tepung rumput laut, perlu diperhatikan suhu pengeringan agar tidak merusak senyawa bioaktif, seperti antioksidan (Lim et al., 2018). Selain itu, dilakukan perubahan proses dari penggorengan menjadi pemanggangangan sehingga secara signifikan mengurangi kalori dan lemak jenuh.
Model Pentahelix sebagai Strategi Implementasi
Keberhasilan inovasi pangan fungsional berbasis biofortifikasi Eucheuma cottoni untuk menurunkan prevalensi stunting memerlukan sinergitas berbagai lintas sektor untuk memastikan inovasi ini dapat diimplemetasikan. Model pentahelix menjadi kerangka kolaborasi yang tepat untuk memastikan inovasi ini dapat diimplementasikan di Kabupaten Pangkep secara berkelanjutan.
Pemerintah
Pemerintah pusat dan daerah sebagai pembuat kebijakan dan akselerator menjadi penggerak utama untuk keberhasilan inovasi ini. Di tingkat pusat, pemerintah membuat regulasi tentang produk pangan sebagai upaya penurunan stunting,  menyediakan anggaran nasional dan mendorong integrasi program ini ke dalam agenda strategis nasional penurunan stunting. Sementara itu, pemerintah daerah berperan sebagai eksekutor dengan langkah konkrit yang dilakukan, meliputi integrasi produk pangan fungsional berbasis biofortifikasi Eucheuma cottonii, yakni biskuit balita sebagai MP-ASI, minuman jeli untuk ibu hamil, dan kerupuk panggang untuk remaja putri ke dalam program pemberian makanan tambahan (PMT) di posyandu dan sekolah sehinga menciptakan permintaan sealigus menjamin akses bagi kelompok rentan. Untuk memastikan program tepat sasaran, pemerintah juga perlu menyediakan monitoring dan evaluasi secara berkala melalui sistem digitalisasi yang dilaporkan oleh posyandu dan sekolah, yang dapat diakses oleh masyarakat untuk memastikan transparansi.
Selain itu, pemerintah berperan untuk memfasilitasi penyediaan peralatan dan bahan biofortifikasi agronomi, serta memberikan pelatian kepada petani rumput laut dan kelompok pembudidaya. Pendekatan ini memastikan para petani rumput laut mampu menghasilkan bahan baku berkualitas tinggi secara mandiri, sehingga rantai pasok tetap stabil dan berkelanjutan.Â