Mohon tunggu...
Ulan Hernawan
Ulan Hernawan Mohon Tunggu... Guru - I'm a teacher, a softball player..

Mari berbagi ilmu. Ayo, menginspirasi!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Pendidikan E-Sport untuk Generasi Milenial

22 September 2017   01:03 Diperbarui: 22 September 2017   13:10 8267
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
[Ilustrasi : vgprofessional.com]

Pendidikan E-Sport untuk Generasi Milenial

Pernahkah anda mendengar istilah e-sport baru-baru ini? Apabila anda masih awam dengan istilah ini, maka anda bisa bertanya ke anak laki-laki anda (atau perempuan) atau teman-teman anda yang gemar bermain "game" teknologi  dalam mobile smartphone mereka atau PC (computer electronic) mereka.  Ya, e-sport adalah istilah dalam olahraga elektronik yang merupakan istilah untuk kompetisi permainan video game multiplayer secara online. 

Bahasa kasarnya, bila anda pernah download game di google play (tentu saja game yang bisa dimainkan dengan banyak orang) maka anda pun sudah terlibat dalam e-sport game. Ada banyak jenis e-sport game seperti real time strategy (game strategy dengan waktu nyata), fighting (perkelahian), race (balapan), first shoot person (tembak-menembak), MOBA  (multiplayer battle online arena), dan sebagainya. Contoh game yang ada adalah League Of Legends, Dota 2, Mobile Legends, Arena Of Valor, dan sebagainya.

Geliat perkembangan e-sport dalam beberapa tahun terakhir sungguh luar biasa. Bahkan Presiden Jokowi pun menanggapi dengan memberikan pernyataan bahwa sudah sebaiknya pendidikan e-sport diharapkan mampu masuk ke dalam dunia pendidikan di masa mendatang. Terutama untuk generasi milenial.

Untuk para orang tua masa kini, jangan berpikir pesimis dahulu apabila anak anda sering bermain game di dalam gadget mereka. Siapa tahu itu adalah hobi dan passion mereka untuk  menjadi gamer profesional. Meskipun ada yang pro dan ada yang kontra, namun kita perlu melihat dari berbagai sisi tentang ini. Dalam artikel di atas disebutkan, industri e-sport adalah salah satu yang diperhitungkan di dunia ini.

Jenis permainan olahraga game elektronik ini, dimana tim saling beradu dan berkompetisi di dalamnya tercatat digemari 148 juta orang di seluruh dunia dan mencetak pendapatan 493 juta dollar AS pada tahun 2016 atau meningkat 51 persen daripada di tahun 2015. Bahkan negara seperti Korea Selatan pun memasukkan e-sport dalam program Bachelor of Science in Gaming Industry.

Industri e-sport ini pun tidak main-main dengan produk hiburan mereka dan kompetisi yang mereka adakan setiap tahunnya. Hadiah yang mereka tawarkan pun tergilang fantastis. Di Indonesia apabila anda pernah melihat  iklan game di televisi yang menawarkan hadiah 7 miliar (AOV/Arena Of Valor) adalah salah satu dari sekian banyak industri game yang promosi di berbagai media. 

Bahkan, tercatat pertandingan e-sport Dota2, selalu memberikan kejutan dengan total nilai hadiah kompetisi yang mereka tawarkan. Ya, tidak tanggung-tanggung hadiah sebesar 20.773.957 dollar AS atau sekitar Rp.277 milliar rupiah. Siapa yang tidak tergoda apabila hanya bermain game bisa menjadi milliader? Di Asian Games tahun 2022 pun e-sport sudah diwacanakan masuk dalam perebutan medali antarnegara. Jadi, dari sekarang tiap-tiap negara harus mulai bersiap diri untuk berkompetisi dalam ajang ini.

Bagaimana Pendidikan E-Sport untuk Indonesia?

Pendidikan e-sport sebaiknya mulai dirancang dan diperkenalkan di Indonesia. Bukan berarti pendidikan ini hanya bertujuan untuk hiburan atau bisnis semata, tapi ada nilai-nilai edukasi yang penting untuk diajarkan. Terutama untuk generasi muda dan milenial di masa ini dan mendatang. 

Bermain game sah-sah saja, siapapun boleh bermain, tidak memandang gender maupun usia. Apabila sekedar untuk hiburan tidak masalah, namun apabila tujuannya untuk menjadi profesional dan profesi, maka perlu ada pendidikan yang tepat dan terarah.  Indonesia adalah negara terbesar pengguna game e-sport di Asia. Sebagian besar penggunanya pun adalah anak-anak muda. Sudah sepantasnya negara mulai memperhitungkan pendidikan di bidang ini.

Faktanya, seringkali ada kontras antara pendidikan dan game. Biasanya stigma yang ada dalam masyarakat adalah anak-anak yang keseringan bermain game, maka mereka cenderung lupa atau mengabaikan pendidikan mereka sebagai prioritas. Banyak orang tua yang sering memarahi anak mereka saat bermain game, sehingga anak-anak kerap sembunyi-sembunyi untuk sekedar menghibur diri dengan game.  Tidak sedikit pula kejadian tindak kriminal anak karena bermain game online. Contoh, banyak kasus anak yang rela mencuri (uang, helm untuk dijual, benda berharga) hanya untuk membeli voucher game online.

Semua hal tersebut dapat dihindari apabila ada pendidikan khusus tentang e-sport. Selain pengawasan orang tua, akan lebih baik apabila ada profesional (guru) yang juga turut membantu memberikan arah yang tepat untuk anak-anak dalam bermain game. Terutama game e-sport bergenre multiplayer.

Pendidikan e-sport yang baik dan yang utama adalah memberikan motivasi kepada para player (pemain) untuk apa mereka bermain game. Tujuan apa yang hendak mereka raih dan bagaimana meraihnya. Bila sekedar hiburan semata, maka kalah menang tidak akan menjadi masalah. Namun bila tujuannya menjadi profesional, maka sudah selayaknya bermain dan bekerja seperti profesional. Artinya, player yang serius dengan e-sport harus bermain layaknya atlet olahragawan sesungguhnya. Berlatih dengan aturan, sistem, dan pola tertentu. Menerapkan strategi, latihan dan kompetisi secara teratur. Meningkatkan level, kerja sama tim, mengikuti aturan internasional, serta etika-etika dalam permainan seperti fair play, no racism dan sebagainya.

Lebih jauh lagi, pendidikan e-sport tidak hanya sekedar bermain game. Akan lebih baik dan berguna bila mempelajari seluk beluk proses pembuatan game, pengembangan atau menciptakan game, pemasaran bisnis game e-sport, penelitian, seminar serta bentuk edukasi lain yang dapat dielaborasikan dengan e-sport. Dengan begitu, anak-anak generasi milenial tidak hanya gemar bermain game saja. Bahkan, praktik mempelajari bahasa asing pun akan lebih mudah diserap dengan bermain game (bahasa Inggris sebagai contoh).

Saat ini, pendidikan e-sport memang belum bisa masuk begitu saja dalam kurikulum pendidikan Indonesia. Butuh proses panjang. Perlu kajian mendalam dan berbagai penelitian agar terwujud. Paling banter, pendidikan e-sport bisa dimasukkan dalam kegiatan ekstrakurikuler sekolah. Tentu saja dengan pembina yang berpengalaman dan mampu mengajarkan ilmu e-sport dengan baik dan profesional. Kompetisi antar pelajar dan turnamen antar daerah pun dapat diwujudkan dalam bidang ini. Terutama game yang bergenre multiplayer, atau dimainkan oleh orang banyak. Sisi kerjasama tim, menghargai lawan atau kawan sendiri adalah nilai moral yang cukup tinggi dalam permainan e-sport. 

Bila sekolah-sekolah dan pemerintah jeli, ini adalah salah satu alat untuk mengurangi kegiatan negatif anak-anak muda seperti tawuran, nongkrong tidak jelas, balapan liar, dan sebagainya. Apalagi akses untuk bermain game saat ini sangat mudah sekali. Tentu saja, dukungan orang tua yang paling utama. Bukankah lebih baik anak menjadi gamer profesional daripada tidak menjadi apa-apa? Lebih bagus lagi, karir di pendidikan dan pekerjaan berimbang dengan status gamer profesionalnya. Karena bila sudah pro maka sponsor, gaji tinggi, serta bonus akan datang dengan sendirinya.   

Ulan Hernawan

Referensi:

Jokowi Ingin Ada Pendidikan Jurusan E-Sport Di Indonesia (nasional.tempo)

Rekor Baru Hadiah Kompetisi Dota 2 Capai Rp. 277 miliar (kompas.com)

Garena Helat Turnamen Arena Of Valor Berhadiah Rp 7 miliar (liputan 6.com)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun