Selain itu, faktor eksternal seperti kualitas hubungan dengan orang tua, lingkungan pertemanan, serta dinamika kehidupan sosial turut berperan besar dalam membentuk pola pikir dan perilaku remaja. Khususnya dalam proses berpikir dan pengambilan keputusan yang nantinya akan berdampak besar untuk masa depan si remaja. Namun, di masa ini remaja menjadi lebih sensitif terhadap rangsangan sosial dari lingkungan sekitar, yang membuat mereka lebih rentan terhadap tekanan dan stres.
Pergaulan bebas merupakan salah satu bentuk kenakalan remaja yang mencerminkan perilaku menyimpang dari norma-norma sosial, budaya, dan agama yang berlaku di masyarakat. Fenomena ini sering kali muncul sebagai bentuk ekspresi kebebasan remaja dalam menjalin interaksi sosial, namun dilakukan tanpa mempertimbangkan batasan nilai dan aturan yang semestinya dihormati. Salah satu bentuk nyata dari pergaulan bebas yang berdampak serius adalah hubungan seksual di luar pernikahan.
".... peristiwa ini dilaporkan langsung oleh warga yang mengetahui dan resah adanya pesta seks di lingkungannya pada April lalu. Karena, hal tragis ini dilakukan di sebuah rumah kosong .... Baik pelaku maupun korban masih anak-anak berusia antara 13 hingga 14 tahun." Fajar Rahmad Ali Wardana (2025/05/08) dilansir dari blitarkawentar.jawapos.com.
Meskipun perilaku ini jelas bertentangan dengan norma yang berlaku, masih banyak remaja yang terjerumus ke dalamnya. Hal ini dapat terjadi karena dipengaruhi oleh berbagai faktor internal maupun eksternal. Beberapa faktor utama yang mendorong terjadinya pergaulan bebas di kalangan remaja antara lain: (1) rendahnya kemampuan dalam mengendalikan diri; (2) kurangnya kesadaran remaja terhadap risiko dan dampak negatif dari perilaku tersebut; (3) kurangnya pemahaman nilai-nilai keagamaan; (4) pola hidup yang tidak sehat atau menyimpang; (5) rendahnya tingkat pendidikan dalam lingkungan keluarga; (6) kondisi keluarga yang tidak harmonis; (7) kurangnya perhatian dan pengawasan dari orang tua; (8) pengaruh negatif dari teman sebaya; serta (9) paparan terhadap konten yang tidak sesuai melalui internet dan media digital (Anwar, Martunis, & Fajriani, 2019).
Perilaku hubungan seksual di luar pernikahan pada remaja membawa berbagai dampak negatif yang serius, baik dari aspek kesehatan, psikologis, maupun sosial bagi si remaja yang melakukannya. Dari sisi kesehatan, remaja berisiko tinggi tertular infeksi menular seksual, mengalami gangguan serius seperti kanker sistem reproduksi, kehamilan yang tidak diinginkan, serta komplikasi medis akibat kehamilan yang tidak direncanakan (Agustin, 2023). Sementara itu, dari aspek psikologis, pergaulan bebas dapat menimbulkan tekanan mental berupa stres, rasa bersalah terhadap diri sendiri maupun lingkungan sekitar, hingga berujung pada gangguan depresi.
Dampak dari hubungan seksual di luar pernikahan tidak hanya dirasakan oleh remaja yang melakukannya, tetapi juga turut memengaruhi orang-orang di sekitarnya. Dalam kasus kehamilan yang tidak diinginkan, keluarga dan lingkungan sosial remaja kerap merasakan tekanan psikologis, stigma sosial, bahkan rasa malu yang mendalam. Salah satu konsekuensi paling tragis adalah penelantaran bayi yang dilahirkan akibat hubungan tersebut. Ironisnya, di tengah kenyataan bahwa banyak pasangan dewasa mendambakan kehadiran anak, tidak sedikit remaja yang justru menelantarkan buah hati mereka karena ketidaksiapan dan ketidaksadaran akan tanggung jawab sebagai orang tua. Kondisi ini semakin menegaskan bahwa hubungan seksual di luar pernikahan memiliki dampak di berbagai sisi yang bersifat jangka panjang dan meninggalkan jejak yang sulit dihapus, baik bagi individu maupun lingkungan sosialnya.
Dalam upaya mencegah remaja terjerumus ke dalam pergaulan bebas, diperlukan langkah-langkah konkret, baik dari individu remaja itu sendiri maupun dari lingkungan terdekat seperti keluarga, wali, dan teman sebaya. Bagi remaja, terdapat sejumlah upaya preventif yang dapat dilakukan secara mandiri, antara lain: (1) mengenali dan mengendalikan diri; (2) memilih pergaulan secara selektif dan bijaksana; (3) meningkatkan keterlibatan dalam aktivitas yang bersifat positif dan produktif; (4) memiliki keberanian untuk menolak ajakan yang menyimpang; (5) menjaga komunikasi terbuka dengan keluarga; (6) mengedukasi diri terkait nilai, norma, dan risiko pergaulan bebas; (7) membatasi paparan terhadap pengaruh negatif; serta (8) menggunakan teknologi dan internet secara bijak dan bertanggung jawab.
Sementara itu, dari sisi keluarga, wali, maupun lingkungan pertemanan, beberapa bentuk dukungan yang dapat diberikan mencakup: (1) memperhatikan dan menciptakan lingkungan yang kondusif bagi perkembangan remaja; (2) memberikan pemahaman yang jelas mengenai batasan norma sosial, budaya, dan agama; (3) membangun komunikasi yang terbuka, suportif, dan tidak menghakimi; (4) memberikan dukungan emosional dan arahan yang konsisten; serta (5) mengajak remaja untuk aktif dalam kegiatan positif yang dapat memperkuat karakter dan identitas diri.
Sebagai individu, baik sebagai remaja itu sendiri, anggota keluarga, teman, maupun bagian dari masyarakat sudah sepatutnya kita turut mengambil peran aktif dalam mencegah semakin banyaknya remaja yang terperosok ke dalam pergaulan bebas. Meskipun mustahil untuk sepenuhnya menghapuskan tindakan menyimpang, upaya pencegahan yang konsisten dan kolaboratif tetap menjadi langkah penting yang patut diupayakan demi menyelamatkan generasi penerus bangsa dari kerusakan moral dan sosial yang lebih dalam.
Padang, 28 Juni 2025
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI