Mohon tunggu...
Ofi Sofyan Gumelar
Ofi Sofyan Gumelar Mohon Tunggu... Administrasi - ASN | Warga Kota | Penikmat dan rangkai Kata

Today Reader Tomorrow Leader

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sering Kehabisan Ide Menulis? Simak Apa Kata 5 Kompasianer Berikut Ini

18 Januari 2018   22:07 Diperbarui: 19 Januari 2018   10:26 1270
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak pertama kali menulis di Kompasiana 3 tahun lalu, saya sudah meniatkan diri untuk menjadikan media ini sebagai sarana bagi saya dalam belajar menulis. Maklum saja, saya tak punya latar belakang ilmu jurnalistik atau sastra. Meskipun begitu, saya percaya skill menulis bisa dikuasai semua orang asal dilatih dan dipraktekkan. Buktinya ada banyak penulis terkenal yang tak punya background ilmu jurnalistik atau sastra sekalipun.

Setelah mulai aktif menulis di Kompasiana, saya menyadari saya masih bermasalah dalam menjaga konsistensi menulis. Salah satunya karena sering kehabisan ide. Iya, meskipun saya punya semangat 45 untuk menulis di kompasiana, persoalan klasik mentok ide ini kerap menyergap. Persepsi saya, ide adalah kunci pertama untuk memulai kegiatan menulis. Tanpa ide apa yang mau ditulis?

Beruntung ada banyak kompasianer yang turut menuliskan pengalaman mereka dalam melawan penyakit menulis yang satu ini. Saya bisa belajar dari tulisan mereka. Setidaknya saya mencatat ada 5 kompasianer senior yang berbagi tips mengatasi penyakit habis ide ini. Saya belajar banyak lewat artikel-artikel terbaik seputar isu menulis yang mereka tulis di tahun 2017 ini.

Tips-tips yang disarankan mereka saya yakin sudah teruji, mengingat yang menulisnya adalah kompasianer kawakan yang dibuktikan dengan produktifitas menulis mereka di kompasiana. Ditambah latar belakang mereka yang kebanyakan berkecimpung di dunia literasi serta label centang biru adalah poin lain yang membuat saya memilih tulisan mereka sebagai referensi belajar menulis. 

==

Dari Mana Mulai Menulis? Ini mungkin pertanyaan paling umum yang sering dilontarkan penulis pemula. Kebanyakan mereka terjebak pada pemikiran bahwa mereka tak tahu harus menulis tentang apa serta ketakutan bahwa tulisan mereka tak bagus. Ada satu artikel yang ditulis Wijaya Kusumah dengan judul yang sama membahas tentang ini.

Wijaya Kusumah menceritakan pengalamannya soal dari mana mulai menulis. Ia menyebutkan bahwa menulis itu harus dipaksakan dan dirutinkan. Kunci pertama dari mana awal menulis adalah dengan memaksakan diri mulai menulis. Ia memberi bocoran, tema termudah untuk ditulis adalah cerita pengalaman. Kita bisa bercerita tentang satu kejadian yang pernah terjadi ataupun sesuatu yang dirasakan. Tentu saja semua orang pasti punya pengalaman hidup yang beragam bukan? Menceritakan salah satu moment di hidup kita bisa jadi ide buat bahan tulisan yang taka da habisnya.

Omjay, begitu Wijaya biasa dipanggil, menyebut bahwa ketika memulai membiasakan menulis tersebut, ejaan dan tata Bahasa tak perlu diperhatikan. Rumus menulisnya cukup sederhana; tulis, baca ulang, koreksi, posting dan baca ulang lagi. Begitu sederhana.

Rumusan menulis serupa disinggung oleh Budiman Hakim. Katanya, dalam proses menulis itu ada dua ruang yang harus kita masuki, ruang imajinasi dan ruang editing. Untuk melancarkan proses menulis, kita harus memasuki kedua ruangan tersebut satu persatu. Tak bisa secara bersamaan. Ketika memasuki ruang imajinasi, kita dilarang keras meloncat ke ruang editing. Di ruang imajinasi kita harus membebaskan tulisan apa adanya, tanpa ada interupsi koreksi dan editing. Barulah setelah tulisan tersebut selesai, kita kemudian bisa melangkah pada ruang editing untuk mempermak tulisan yang keluar dari ruang imajinasi tersebut.

Soal membiasakan diri menulis setiap hari dan menulis secara bebas, konsep ini sebenarnya sudah disodorkan oleh beberapa pakar menulis, antara lain dari Amerika Serikat ada Natalie Goldberg, sementara di Indonesia sendiri ada Hernowo Hasyim. Keduanya sama-sama mengajarkan konsep menulis bebas (free writing). Goldberg dan Hernowo mengajak kita membiasakan diri menulis tanpa aturan, bebas saja. Maka ketika Omjay menceritakan pengalamannya dalam melatih skill menulis, saya seperti menemukan aplikasi konsep free writing tersebut.

Bahwa menulis itu bisa dilakukan tanpa perlu ide, itu bukan hal mustahil kata Budiman Hakim. Ini kabar bagus buat kita yang kerap menempatkan ide ditempat keramat sebagai senjata awal untuk menulis. Ia menulis begini, "jangan dulu menunggu ide datang baru menulis. Menulislah dulu maka ide akan datang padamu."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun