Mohon tunggu...
Budiman Hakim
Budiman Hakim Mohon Tunggu... Administrasi - Begitulah kira-kira

When haters attack you in social media, ignore them! ignorance is more hurt than response.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ruang Imajinasi dan Ruang Editing

16 November 2017   00:23 Diperbarui: 16 November 2017   00:34 975
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Dalam proses penulisan, ada dua ruangan yang perlu kita masuki. Yang pertama adalah Ruang Imajinasi dan yang kedua adalah Ruang Editing. Kedua ruangan ini sama pentingnya.

Yang perlu dicatat adalah kita harus memasuki kedua ruang tersebut satu persatu. Jangan pernah kita menyatukan kedua ruang tersebut dan jangan pernah kita memasuki dua ruangan tersebut dalam waktu yang bersamaan.

Yang pertama kali kita masuki adalah ruang imajinasi. Di ruangan ini kalian dilarang keras mengedit sebuah tulisan. Biarkan tulisan terpampang seperti apa adanya. Jadi bila kita sudah terlanjur menulis sebuah kata makian yang dilontarkan seorang bapak pada anaknya, "Anjing lu!", biarkan aja begitu. Jangan diedit. Kenapa demikian?

Dalam proses penulisan, kita sedang memberdayakan imajinasi kita. Kata-kata yang sudah tertulis adalah jejak emosi dari cerita yang sedang kita buat. Setiap kata yang tertulis adalah jembatan yang sedang kita lalui menuju ke imajinasi berikutnya. Kalau kita berhenti lalu mengedit tulisan tersebut, itu sama saja kalian memutus imajinasi yang sedang berjalan. Jadi biarkan semua kata tertulis apa adanya. Teruslah menulis sampai cerita selesai.

Ketika tulisan sudah rampung, barulah kita memasuki ruang editing. Di tahap ini, kita bisa membaca lagi cerita dari awal dan merevisi semua kata yang rasanya terlalu kasar, atau adegan terlalu porno, atau sesuatu yang tidak logis. Pokoknya di sinilah kesempatan kita untuk mengedit cerita dari awal sampai akhir.

Misalnya soal makian 'Anjing lu!' di atas. Kita merasa kok gak pantes banget seorang bapak memaki anaknya dengan kata sekasar itu. Okay, kita bisa menggantinya dengan kata 'Kurang ajar, kamu!' atau kalo mau yang lebih halus lagi "Keterlaluan, kamu'. Silakan pilih yang paling cocok secara tone and manner. Yang penting proses editing itu jangan dilakukan di ruang imajinasi.

Selamat menulis.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun