PROFESIONALITAS DALAM MENILAI LOGIKA
Saya mau menyampaikan permasalahan yang substansinya sudah diluar ilmu logika tapi masih secara rigid sering dibawa bawa ketika orang seharusnya lebih fokus pada substansinya.Idem,ini sama dengan kasus sains yang dipersoalkan karena yang membawanya fihak tertentu
......
Ada kecenderungan sebagian orang untuk merasa terbebani ketika logika berdampingan dengan agama, namun tidak ketika berdampingan dengan pandangan lain, misalnya ateisme. Sebagian orang bersikap kaku ketika seorang beragama menggunakan logika, tetapi menjadi lepas ketika logika dipakai oleh pihak selain mereka
Ketika logika digunakan oleh orang beragama, sering kali hal itu dianggap sekadar pembenaran terhadap keyakinannya. Sebaliknya, ketika logika digunakan oleh kaum skeptis, ia dipandang sebagai kebenaran objektif. Sikap serupa dapat ditemui ketika sains digunakan untuk menafsirkan kitab suci- hal ini sering dipermasalahkan-namun tidak menjadi masalah ketika sains diarahkan misal untuk memperkuat pandangan agnostik atau materialisme ilmiah.
Padahal, baik dalam ilmu pengetahuan fisik (fisika) maupun nonfisik (metafisika), orientasi yang seharusnya menjadi acuan adalah substansi, bukan siapa yang menyampaikan atau dari kelompok mana ia berasal. Profesionalitas dalam menilai berarti fokus pada isi dan esensi, bukan pada label di permukaan.
Baik sains maupun logika, ketika digunakan oleh siapa pun-baik orang beragama maupun tidak harus dinilai berdasarkan pertanyaan pokok:
1. Apakah sesuai dengan substansinya?
2. Apakah operasionalnya sudah benar?
3. Apakah sesuai dengan prinsip empirisme (untuk sains) atau kaidah logika (untuk logika)?
Analogi sederhananya: perangkat komputer tidak mempermasalahkan siapa penggunanya, selama orang tersebut memahami cara mengoperasikannya.
Sering kali, ketidakprofesionalan muncul karena orang tidak mampu membedakan antara wilayah logika dengan wilayah iman. Padahal, dalam penilaian keduanya bisa dan mesti dipisahkan-supaya obyektif-fokus ke obyek-bukan mempersoalkan sang subyek
Ambil contoh Aristoteles-salah satu filsuf paling berpengaruh dalam membangun dasar-dasar logika formal di Barat. Andaikan ia menyatakan diri sebagai orang beriman, apakah bangunan logikanya otomatis runtuh? Tentu saja tidak.