Mempelajari ilmu agama secara formal memang membuat kita bisa menjadi seorang 'alim'-berilmu tapi itu tidak cukup,setelah itu kita harus mendalami ilmu bagai mana mengelola emosi, bagaimana menjadi seorang yang bermoral baik,karena memahami persoalan moral adalah ciri dari memiliki kedewasaan spiritual.lalu bagaimana bersosialisasi atau berinteraksi dengan publik agar kita memiliki pandangan yang baik dimata mereka alias menjaga 'marwah'.ini juga untuk kepentingan agar orang orang kelak bisa menerima pesan pesan kita.
Memiliki ilmu semata itu sebenarnya baru tahap pertama,tahap berikut adalah membentuk infrastruktur dalam jiwa untuk menopang keberadaan ilmu yang telah diperoleh itu, infrastruktur jiwa itu diantaranya; pengendalian emosi yang baik-5moralitas-akhlak,memiliki tujuan hidup,rasa cinta pada kebenaran, dan bagi yang beragama tentu saja adalah iman sehingga ilmu itu kelak menjadi penopang dari iman
Ilmu tanpa infrastruktur penopang yang memadai kelak malah bisa bertumpu hanya pada rasa perasaan nafsu dan berefek bisa menjadi alat untuk ujub-ria-takabbur-merasa diri berilmu dlsb.yang adalah hanya ekspressi rasa perasaan nafsu semata.atau dengan kata lain tanpa infrastruktur spiritual yang memadai ilmu hanya akan hidup dan bertumbuh dalam rasa perasaan nafsu atau kelak malah bisa menjadi peralatan duniawi semata
Walau inti nya saya tetap tak berani membuat 'vonis' terhadap orang orang yang saya sebut diatas karena bukan hak mutlak saya untuk melakukannya tetapi renungan tentang masalah ini saya dapat dari melihat sekilas perdebatan antara kedua orang itu.jadi intinya hanya sekedar berupaya mengambil pelajaran dan tak boleh dianggap sebagai membuat penghakiman
Sebab itu inti yang sesungguhya dari artikel ini adalah hanya sebuah renungan sederhana : dengarlah nasihat orang lain walau pada mulanya kita anggap nasihat itu kurang tepat agar kita dapat menemukan sisi sisi gelap yang merupakan kebodohan kita...karena seperti yang saya sebut diatas bisa jadi kita banyak tahu dalam banyak hal tetapi masih diselipi kebodohan juga dalam banyak hal lain atau bisa jadi ilmu telah demikian menumpuk dalam kepala kita tapi karena infrastruktur spiritualnya tidak dipersiapkan dengan baik maka akhirnya kita jatuh kepada masih bodoh dalam mengelola emosi sehingga unsur emotif yang malah lebih dominan mengelilingi ilmu kita
Dan yang harus diingat adalah; menjadi seorang pintar adalah sebuah kebaikan tetapi menjadi seorang bijak adalah kesempurnaan .....
Dan bijak artinya bisa menempatkan sesuatu pada tempat yang semestinya, termasuk menempatkan atau merangkai kata atau kalimat yang tepat untuk permasalahan yang dihadapi sehingga ilmu yang kita miliki dapat tepat sasaran -tidak malah menjadi ibarat peluru nyasar yang berhamburan tanpa arah yang jelas dan lantas hanya menimbulkan keresahan di masyarakat
.........