Mohon tunggu...
rusli_ck
rusli_ck Mohon Tunggu... Administrasi - Gak hobby nulis

jangan dibaca kalo gak menarik

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Aksi Penolakan Pelantikan Sri Sultan HB X dan Sri Paduka Paku Alam IX

5 Oktober 2012   09:31 Diperbarui: 20 September 2015   10:51 2686
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_209917" align="aligncenter" width="461" caption="Dokumen Pribadi"][/caption] Siang ini tepat nya tanggal 05 Oktober 2012 puluhan tokoh / sesepuh masyarakat Yogyakarta yang tergabung dalam "SEKERTARIAT BERSAMA KEISTIMEWAAN DIY" melakukan aksi demo di depan Gedung Agung (Istana Presiden) Yogyakarta. Demo dimulai pada pukul 14.00wib dan berakhir sekitar pukul 14.45. Demo tersebut ialah menolak nya pelantikan Gubernur dan wakil Gubernur Yogyakarta yang jatuh pada tanggal 10 Oktober 2012, dan menolak pelantikan yang akan dilaksana kan di Gedung Agung (Istana Presiden) kawasan Malioboro. Sebagai mana masyarakat Yogyakarta ketahui, pelantikan Gubernur Yogyakarta selalu dilaksanakan setiap tanggal 09 Oktober dan bertempat di Siti Hinggil Kraton Ngayogyakarta. Pasalnya rencana hari pelaksanaan dan lokasi pelantikan Sri Sultan Hamengku Buwono X dan Sri Paduka Paku Alam IX sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DIY dari semula yang sudah diputuskan DPRD DIY di Siti Hinggil Kraton ke Istana Kepresidenan Yogyakarta sangat mengejutkan sekaligus mengundang rasa kekecewaan mendalam bagi masyarakat Yogyakarta. [caption id="attachment_209919" align="aligncenter" width="423" caption="Dokumen Pribadi"]

13494291831594981111
13494291831594981111
[/caption] Perubahan hari pelaksanaan dari semula dijadwalkan tanggal 09 Oktober 2012 menjadi 10 Oktober 2012 menimbulkan kekosongan jabatan Kepala Daerah meskipun hanya satu hari. Kekosongan ini meski pemerintah pusat menunjuk Sekda sebagai pelaksana tugas memunculkan anggapan bahwa pemerintah pusat tidak mampu mengelola-penyelenggaraan pemerintahan secara baik. Menurut mereka kekosongan jabatan juga rawan mengundang manuver politik pihak yang ingin mengacaukan situasi. Perubahan lokasi dari Siti Hinggil ke Gedung Agung (Istana Kepresidenan) akan berdampak antara lain: membatasi masyarakat yang ingin menyaksikan secara langsung proses pelantikan yang bersejarah dan sudah sangat di nantikan sekian lama. Dampak berikut nya tidak adanya tempat parkir di Gedung Agung (Istana Kepresidenan) serta sangat sempit, jika dibanding kan dengan Alun-alun Utara. Sehingga akan mengganggu aktivitas keseharian di kawasan Malioboro. [caption id="attachment_209920" align="aligncenter" width="404" caption="Dokumen Pribadi"]
1349429232900768012
1349429232900768012
[/caption] Pemindahan lokasi seakan-akan menegasi keberadaan Siti Hinggil Kraton Yogyakarta sebagai bangunan anak negri yang menjadi salah satu rumah kelahiran Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sebagai mana diketahui di Siti Hinggil itu pula lah dulu presiden Soekarno dilantik menjadi Presiden RIS. Pada masa penjajahan Belanda, semua Gubernur tidak ada yang tinggal di Gedung Agung, selalu menghormati keberadaan Kraton. Pergeseran lokasi mengundang spekulasi politik bahwa presiden SBY menaruh gengsi politik tinggi seakan-akan dia hadir dan melantik Sultan dan Paku Alam di Siti Hinggil Kraton seperti pecundang (menurut seorang yang melakukan orasi nya). Muncul dugaan kuat bahwa Presiden SBY mengedepankan kalkulasi gengsi politik ketimbang berbesar hati sebagai kepala negara serta mengayomi dan melayani semua komponen masyarakat. Padahal menurut para aksi demo pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur DIY oleh Presiden adalah mandat UU Keistimewaan No.13 Tahun 2012.

Dalam aksi demo nya Sekber Keistimewaan DIY menyatakan :

Mendesak Presiden SBY untuk tetap melakukan pelantikan Sri Sultan HB X dan Sri Paduka Paku Alam IX pada tanggal 09 Oktober 2012 di Siti Hinggil Kraton Yogyakarta. Apabila Presiden SBY tetap memaksakan pelantikan tanggal 10 Oktober 2012 di Gedung Agung (Istana Kepresidenan), mereka meminta Gedung Agung (Istana Kepresidenan) dibuka untuk akses masyarakat yang ingin menyaksikan jalan nya pelantikan. Bagaimana pun juga menurut mereka Gedung Agung semula berdiri di atas tanah Sultan Ground, meskipun kemudian hari, tanpa persetujuan Kraton oleh Sekretariat Negara disertifikasi secara sepihak. Para aksi menyerukan kepada semua lapisan masyarakat untuk hadir dalam pelantikan Sri Sultan Hamengku Buwono X dan Sri Paduka Paku Alam IX sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta. Aksi ini pun berakhir dan ditutup dengan pembacaan ikrar tentang penolakan-penolakan yang menyangkut pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur Yogyakarta. Dan terakhir para aksi melakukan penaburan kembang di depan halaman Gedung Agung (Istana Kepresidenan) dengan menyalakan dufa sebagai bentuk penolakan. [caption id="attachment_209922" align="aligncenter" width="404" caption="Dokumen Pribadi"]

13494293061889320954
13494293061889320954
[/caption]

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun