Mohon tunggu...
Ufqil mubin
Ufqil mubin Mohon Tunggu... Jurnalis - Rumah Aspirasi

Setiap orang adalah guru

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

"From Zero to Hero"

19 Desember 2018   13:36 Diperbarui: 19 Desember 2018   13:54 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lukman Hakim (aicis.iainsurakarta.ac.id)

Karena umumnya pemberi beasiswa kerap memberikan penilaian yang tinggi pada kemampuan bahasa asing ketimbang aspek lainnya. Anda tentu masih ingat dengan novelis terkenal Ahmad Fuadi yang telah berhasil mendapat beasiswa di empat benua. Dia mengaku, prestasi itu didapatkan tidak lain karena hasil pendidikan di Gontor.

KH Syamsul Hadi Abdan pernah berujar, santri-santri Gontor dididik mulai dari nol. "From zero to hero," demikian beliau berujar saat pengarahan santri baru pada 2015 silam. Motivasi seperti inilah yang kerap dipegang teguh para pelajar di pesantren yang berdiri di desa yang tak jauh dari pusat Kota Ponorogo itu.

KH Syamsul Hadi Abdan https://www.pinterest.com/openulis
KH Syamsul Hadi Abdan https://www.pinterest.com/openulis
"Siapa yang bekerja keras tanpa henti, maka akan tetap bertahan di pesantren ini. Ia akan meraih prestasi belajar. Sebaliknya, siapa yang bermalas-masalan, maka akan tergilas oleh kerasnya persaingan di pesantren ini," kurang lebih begitu pimpinan pondok itu berpesan. Mungkin karena motivasi dan penanaman nilai-nilai secara berulang-ulang itu, sebagian besar santri berjibaku mengejar prestasi di pesantren. Keberhasilan tak dapat dipisahkan juga dengan dukungan lingkungan bagi pendidikan di Gontor.

Para pelajar yang awalnya tidak memahami sedikitpun bahasa Arab, setelah enam bulan di pesantren, akan "fasih" berbicara dalam bahasa tersebut. Pengulangan-pengulangan belajar serta kontrol yang ketat, membuat semua santri "dipaksa" berbicara dan menguasai bahasa asing itu. Tak heran, para pelajar lulusan sekolah umum yang masuk di Gontor, dalam penguasaan bahasa, secara "revolusioner" menyamai prestasi santri yang pernah mengenyam pendidikan di madrasah islamiyah.

Stadion Gontor https://www.pinterest.com/openulis
Stadion Gontor https://www.pinterest.com/openulis
Saya merasakan bagaimana perbedaan pendidikan di Gontor dengan sekolah umum dan pesantren salaf. Tanpa mengecilkan lulusan-lulusan di lembaga pendidikan lain, barangkali ke depan, Indonesia perlu belajar banyak pada pesantren tersebut. 

"Kekacauan" materi belajar hingga bongkar pasang aturan adalah bagian yang membuat bangsa ini lemah dalam bidang pendidikan. Padahal aspek itu menjadi ukuran mutlak dalam pengembangan dan kemajuan bangsa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun