Mohon tunggu...
Ufqil mubin
Ufqil mubin Mohon Tunggu... Jurnalis - Rumah Aspirasi

Setiap orang adalah guru

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Ribut Capres dan Cawapres, Rakyat Dapat Apa?

27 Juli 2018   00:45 Diperbarui: 27 Juli 2018   04:39 730
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah pemilihan kepala daerah (pilkada) di 171 kabupaten/kota dan provinsi yang dilaksanakan secara serentak pada tahun 2018, riuh politik nasional kembali menggema di bumi Indonesia. Menjelang pengusungan Calon Presiden (Capres) dan Wakil Presiden (Cawapres) Republik Indonesia, suara dukungan dan penolakan bergema di seantero negeri.

Hari ini, Kamis (26/7/2018), media-media arus utama (mainstream) ramai memberitakan pertemuan antara Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Ketua Umum Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) Prabowo Subianto. Dua hari yang lalu, Selasa (24/7/2018), enam partai politik pendukung Presiden Joko Widodo (Jokowi) bertemu di Istana Kepresidenan, Bojor, Jawa Barat.

Ilustrasi bakal calon presiden dan wakil presiden (jakartasatu.com)
Ilustrasi bakal calon presiden dan wakil presiden (jakartasatu.com)
Masyarakat bangsa ini juga baru saja dihebohkan dengan Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) Tuan Guru Bajang (TGB) Zainul Majdi yang memilih untuk mendukung pencalonan Jokowi sebagai capres. Lalu tak berselang lama, seluruh jagat media sosial, diselingi sumpah serapah pendukung militan partai oposisi pemerintah, bahwa lulusan Universitas Al Azhar Kairo Mesir itu tidak konsisten dalam pilihan politik.

Kala itu pula, hujatan bertebaran dari pengguna media sosial. Khususnya dari mereka yang membawa jargon Islam. Kelompok yang selama ini mengelu-elukan TGB sebagai ulama yang diharapkan dapat menguatkan gerakan 2019 ganti presiden.

TGB Zainul Majdi (liputan6.com)
TGB Zainul Majdi (liputan6.com)
Saat berselancar di linimasa facebook, saya menemukan satu kenyataan, bahwa setiap perkembangan politik di negeri ini membawa emosi tersendiri bagi masyarakat, khususnya mereka yang menanti pengumuman capres dan cawapres. Bahkan ada yang berkata penuh histeris, setelah pertemuan koalisi pendukung pemerintah, Jokowi telah mengantongi satu nama yang akan mendampinginya.

Di satu sisi, saya senang dengan perkembangan masyarakat di negeri ini. Rakyat Indonesia mulai dapat menilai dan memberikan dukungan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu. Namun di sisi lain, alasan dukungan dan penolakan itu masih didasarkan hal-hal remeh temeh yang belum menyentuh substansi problem sosial-politik-ekonomi bangsa ini. Dalam artian, masih sebatas emosi sesaat, yang tentu saja pada waktunya akan hilang ditelan waktu.

Awal tahun lalu, memori saya juga masih segar dengan perdebatan di facebook, bersama seorang teman yang dulu sempat belajar bersama saya di Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo, Jawa Timur. Di media sosial tersebut, kami berdebat soal capres dan cawapres yang layak memimpin bangsa ini di periode 2019-2024. Dia pendukung TGB yang sangat fanatik dan militan. Sementara posisi saya, tidak mendukung Jokowi, Prabowo, TGB, atau siapa pun yang tampil di pentas politik nasional.

Tetapi belakangan, seorang teman menegur saya, karena sering menulis tema-tema yang cenderung mendukung pemerintah. Mungkin dasarnya beberapa tulisan saya yang dilihat dari satu sudut pandang. Padahal dalam kenyataannya, saya tidak sepenuhnya mendukung pemerintah. Juga tidak sepenuhnya menjadi pendukung oposisi yang minim apresiasi.

Perhatian kita, rakyat Indonesia, tertuju dan menanti siapa yang akan bertarung dalam pemilihan presiden dan wakil presiden 2019. Lalu saya bertanya, apa yang bisa kita dapatkan dari histerisnya persiapan kontestasi pemilu lima tahunan itu? Bukankah itu urusan partai politik, pendukung, relawan, dan mereka yang berada dalam lingkar kekuasaan atau elit oposisi?

Saya tidak mendapatkan jawaban yang memadai atas apa yang kita dapatkan dari ramainya pemberitaan yang hilir mudik pada pencalonan orang nomor satu dan nomor dua di negeri ini. Mengapa demikian? Karena kita hanya disuguhkan dengan peta dukungan, koalisi, dan tarik menarik calon dari game politik para elit.

Sementara pada saat yang bersamaan, kehidupan sosial-ekonomi-politik, hingga problem kehidupan pribadi kita tidak kunjung mendapat jawaban dari proses politik dan gaduhnya dukungan hingga hujatan, cacian, dan makian yang memenuhi jagat media sosial kita dalam kurun waktu beberapa bulan belakangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun