Mohon tunggu...
Setyawan 82
Setyawan 82 Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis

Tajamnya peluru yaka akan pernah bisa mengalahkan tajamnya pena. Ketajaman pena bermanfaat saat digunakan untuk hal yang patut.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Korupsi di Tanah Abu-Abu

19 Desember 2017   14:29 Diperbarui: 19 Desember 2017   15:08 1736
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

KPK HARUS PERIKSA PEJABAT PENERBIT DAN PEMOHON, KENAPA ADA SERTIPIKAT GANDA DI OBJEK YANG SAMA, APAKAH ADA PROYEK FIKTIF DI DALAMNYA

Buntut dari terbitnya dua sertipikat ganda yang terbongkar paska pihak debitur PT ANDIKA menghentikan pembayaran sewa lahan kepada PT KAI (Persero) di Depok Baru tahun 2013, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggelar Focus Group Discussion (FGD) pada Senin, (18/12/2017) dengan mengundang Kementerian BUMN, Kementerian Perhubungan, Kementerian ATR/BPN dan Kementerian Keuangan di Kantor KPK, Kuningan, Jakarta.

Dalam pertemuan ini dari KPK hadir Deputi Bidang Pencegahan, Biro Hukum dan tim Korsupgah sedangkan dari pihak KAI hadir Direktorat Aset, dari Kemenhub ada Sesdirjen Kereta Api dan BPN hadir Sekjen Kementerian ATR/BPN didampingi Kepala Biro Hukum beserta Direktur Penetapan.

"KPK menyelenggarakan FGD dengan KAI, Kemenhub dan BPN untuk membahas aset KAI, dan pihak terkait lainnya, mengenai ruang milik jalan atau Rumija sekitar enam  meter sepanjang rel di seluruh Indonesia. Aset Rumija telah teridentifikasi sekitar 5.500 hektar di seluruh Indonesia, dengan nilai sekitar Rp. 14 triliun," ujar Jubir KPK, Febri Diansyah saat berbicara dihadapan pewarta seusai FGD.

Informasi yang diterima KPK sebagai mekanisme pemicu (trigger mechanism) bahwa penerimaan KAI dari Rumija yang dihitung senilai Rp. 744 miliar per tahun sebagiannya tertunggak karena sengketa. Nilai total sekira Rp. 144 miliar.

"Jadi, peran KPK di sini adalah menjalankan fungsi trigger mechanism di bidang pencegahan agar kepemilikan aset lebih jelas dan penerimaan negara lebih maksimal," demikian Febri Diansyah.

Sementara Sekjen Kementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional (ATR / BPN), M Noor Marzuki, mengatakan, hasil diskusi antara Kementerian ATR bersama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyepakati bahwa semua aset PT KAI (Persero) harus diselamatkan.

Guna memenuhi legalitas serta menjaga fisik lahannya agar dapat digunakan untuk kepentingan transportasi kereta api, ada dua aspek pengamanan yang menjadi keputusan bersama yaitu soal pendaftaran aset-aset KAI ke BPN. Dua hal itu adalah semua aset-aset kereta api ini didaftarkan ke BPN, dari segi aspek legal. Kedua dari segi aspek fisik di lapangan supaya dapat dijaga secara baik untuk tidak diokupasi oleh penduduk," ujar Marzuki.

"Ini merupakan tanah-tanah masa peninggalan Belanda, kemudian terjadi nasionalisasi, yang waktu itu tidak melihat kemudian di lapangan banyak diduduki masyarakat yang harus kita selesaikan. Kita inventarisasi siapa-siapa yang mendudukinya kemudian kita cari langkah-langkah solusinya," jelas Marzuki.

stasiun-depok-2-5a38be9fcaf7db520124e8e3.png
stasiun-depok-2-5a38be9fcaf7db520124e8e3.png
Membedah Lebih Dalam Kepemilikan Aset PT KAI

Kepemilikan aset PT KAI tidak datang begitu saja. Pada proses perjalanan menjadi BUMN, semua aset-aset yang melekat pada PT KAI telah dipisahkan dan mana bagian yang bermuara ke Kementerian Perhubungan dalam hal ini Ditjen Perkeretaapian juga telah dipisahkan sesuai peruntukannya dalam PP No.57 tahun 1990. Semua diatur dalam beberapa butir sebagai berikut:

Dalam pengumuman 6 Januari 1950 No.2 dari Menteri Perhubungan, Tenaga Kerja dan Pekerjaan Umum dinyatakan secara tegas bahwa semua aset kereta api eks milik Belanda (SS dan VS) secara otomatis dilimpahkan kepada DKA RI (Djawatan Kereta Api Republik Indonesia). Ini merupakan tindak lanjut dari keputusan Konferensi Meja Bundar tanggal 27 Desember 1949 tentang pelimpahan tanggungjawab dan kekuasaan dari Pemerintah Belanda kepada Pemerintah Indonesia. Dengan demikian semua aset kereta api eks. Belanda langsung menjadi kewenangan DKA dan tidak pernah melalui Kemenhub.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun