Mohon tunggu...
Uci Anwar
Uci Anwar Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Karena Hidup Harus Bermanfaat.

Selanjutnya

Tutup

Hobby

Menulis Itu Layaknya (Maaf) Orgasme

25 Januari 2020   10:17 Diperbarui: 25 Januari 2020   10:18 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bersamaan dengan itu, suami pindah ke Jakarta karena pekerjaan. Tak ada lagi yang saya urus di Bandung. Maka saya mengikutinya. Lumayan saya cukup berguna, bisa memasakkan suami sayur bayam kesukaannya. 

Namun ada yang saya takutkan setengah mati ketika akan pindah. Saya takut kesepian, karena sepanjang hidup nyaris saya habiskan tinggal di Bandung. Apa yang akan saya lakukan di rumah setelah selesai memasak sayur bayam ?

Menulis. Itu jawabannya. Koran tempat saya menjadi freelancer di Bandung, masih sering menawari saya menulis issue-issue masyarakat dalam bentuk laporan empat halaman penuh. Beberapa kali saya lakukan, namun di usia saya yang 54 tahun ( tahun lalu), bukan hal mudah lagi terjun  meliput ke lapangan, mewawancarai 5 atau 8 sumber dalam waktu sehari atau dua hari. Stamina sudah jauh berkurang.

Maka terceburlah saya ke Kompasiana. Sebuah citizen media, sebuah media warga berupa saluran berita dan opini masyarakat yang amat membebaskan. Kendati demikian, tentu saja dengan kebebasan yang bertanggung jawab. Saya bisa menulis sesuai passion. Inilah surga saya.  

Dalam perjalanan singkat saya, saya temui menjadi "Kompasianer" ternyata amat berharga. Sama seperti ketika saya masih menjadi wartawan di koran cetak. Saya berkelimpahan teman. Namun saya sempat terkaget kaget, ketika seorang narasumber yang  berterimakasih karena diliput, memaksa saya menerima penghargaannya berupa uang. Sontak saya tolak.  Dia agak memaksa, maka bersikukuh juga saya menolaknya. 

Saya katakan padanya, mendapat izin untuk menulis dan mewawancarainya sudah sebuah kebaikan mahal yang saya terima. Dan tetap menjadikan saya sebagai temannya setelah acara berlangsung, merupakan  harga yang saya terima. Teman lebih berharga daripada uang. Itu juga alasan saya, mengapa saat saya menjadi wartawan saya tidak mau menerima uang pemberian mereka.  

Sederhana saja cara saya berpikir, Jika saya biasa menerima, saya khawatir kelak jika saya datang, mereka bersembunyi karena sedang tidak punya uang amplop untuk saya hahaha. Saya bisa berteman dengan tulus, memiliki banyak teman tukang duren, tukang warung , tukang rambutan, tukang sayur, tukang parkir, penyanyi jazz, politisi, pejabat dan berbagai orang dari berbagai kalangan dan profesi.

Kemudian di  Kompasiana, saya baca ada reward berupa cash melalui Go Pay jika tulisan memenuhi beberapa syarat dan kriteria. Pun itu tidak menjadi tekad saya. Kalau pun kelak analitik google berpihak pada saya, itu saya terima sebagai sebuah penghargaan luar biasa. Jika tidak, saya akan tetap menulis sampai mati. 

Banyak tidaknya pembaca tulisan saya, memang sering saya intip. Bukan untuk sebuah kebanggaan. Sekedar ingin mengetahui berapa banyak yang membaca. Yang saya inginkan, tulisan saya membawa manfaat. Seperti tag line yang saya tulis di profil Kompasiana "Karena hidup harus bermanfaat".

Setelah panjang lebar menulis, masih saja saya sulit menjelaskan mengapa saya amat suka menulis. Ketika tiba- tiba saya teringat seorang teman wartawan saya dalam percakapan santai di kantor dulu. Dia juga kesulitan  menjelaskan rasa yang apa yang diperolehnya saat menulis. "Seperti orgasme," katanya wartawan laki laki tersebut akhirnya. Ha..ha..ha (Uci Anwar)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun