Mohon tunggu...
Uci Anwar
Uci Anwar Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Karena Hidup Harus Bermanfaat.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Bertarung Nasib 24 Jam di Lapak Durian

16 Januari 2020   14:42 Diperbarui: 18 Januari 2020   05:05 4163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dia menjelaskan, konsumennya boleh memilih durian yang manis saja, dengan cara tradisional, mencicipi daging buah durian yang dikoyak sedikit oleh pisau. Jika tidak manis, tentu saja konsumen boleh batal membeli atau memilih durian yang lain lagi.

Hal tersebut tidak bisa dilakukan Somad. Sebagai pedagang, dia kulakan di Pasar Meruya, Jakarta Barat. Bandarnya pedagang dari Palembang atau Medan. "Kalau kita kan nggak mungkin milih satu-satu durennya. Kalau kita colek dan nyicip dagingnya, kan durian jadi cacat sampai ke pembeli kita," katanya.

Sebab itu ia bertaruh pada nasib. Berjualan durian pada musim penghujan, sering membuat duriannya busuk sebelum terjual ke konsumen. Jika berdagang di musim kemarau, maka durian cepat pula kering.

Namun tentu saja hidup tak selalu kelam. Seringkali harinya cerah. Seperti Senin itu. Senyum lebar menghiasi wajahnya. Duriannya dominan manis legit. Lewat lohor itu, sudah 15 buah terjual.

Habis atau tidak buah duriannya, setiap hari dia tetap berbelanja durian ke bandar langganannya di Meruya. Beberapa teman pegadang durian di sepanjang jalan tersebut, biasanya mendapat droping langsung dari bandar masing-masing. Duduk manis di lapak, menunggu kiriman buah durian,yang diangkut oleh mobil bak terbuka.

Dok. pribadi
Dok. pribadi

Somad lebih menyukai memilih langsung di bandar. Kendati untuk itu ada ongkos angkutan yang harus dikeluarkannya. Dia biasa menyewa angkutan umum M 11 arah Meruya. Uniknya harga sewa angkutan ini disepakati dengan cara menghitung jumlah durian yang dibawanya.

"Kalau bawa 100 biji, ya bayar seratus ribu. Kalau bawa 150 durian, bayarnya 150 ribu," ujarnya menjelaskan. Kesepakatan yang tak tertulis, namun sudah saling dipahami antara pedagang durian dan sopir angkot.

Berdagang di lapak ini Somad bekerja sama dengan seorang temannya, bernama Rusli, penduduk daerah Meruya. Siang itu temannya tengah beristirahat di rumah. Somad menjaga dagangannya sendirian.

Kerja sama bukan semata tenaga saja, meliputi juga sharing modal. Sudah belasan tahun Somad menyewa lapak yang diturunkan oleh saudaranya itu. Ia membayar biaya listrik untuk lampu sebesar 25 ribu per hari. Jika durian sedang tidak musim, dia berjualan nangka.

Dok. pribadi
Dok. pribadi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun