Mohon tunggu...
Uci Anwar
Uci Anwar Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Karena Hidup Harus Bermanfaat.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Bertarung Nasib 24 Jam di Lapak Durian

16 Januari 2020   14:42 Diperbarui: 18 Januari 2020   05:05 4163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Istri hamil ngidam durian di tengah malam gulita? Jangan khawatir, banyak lapak durian mirip instalasi gawat darurat rumah sakit, buka 24 jam.

"Lapak saya memang buka 24 jam. Kalau ngantuk, ya saya memang tidurnya di sini. Enggak punya rumah di Jakarta. Nanti ada juga yang bangunin kita tengah malem, kalau mau beli duren," kata Somad (37) pedagang buah di pinggir jalan Pasar Palmerah, Jalan Palmerah Utara Jakarta Barat (13/10).

Bukan hanya untuk mereka yang ngidam, banyak pula orang memang sengaja berpesta durian pada malam hari. Seperti pada saat malam pergantian tahun baru lalu. 

Menurut Somad, saat itulah biasanya orang berbondong-bondong mencari durian.  Hal yang dinanti oleh para pedagang buah musiman seperti Somad. Menangguk rezeki besar di pergantian tahun.

Namun pada pergantian tahun baru ini, nasib mujur belum berpihak pada laki-laki asal Bumi Ayu, Jawa Tengah ini.

"Durennya adem (hambar) semua. Saya rugi 4 juta," katanya memelas.

Karena tidak manis, durian sebanyak 150 buah itu dia jual secara borongan ke pedagang es krim langganannya yang biasa menampung sisa durian. Oleh pedagang es krim gerobak, durian itu dicampurkan sebagai aroma rasa es krim.

Harga modal sebuah durian, menurut Somad, antara 30 ribu hingga 50 ribu per buah, di luar durian super. Dia banting harga ke tukang es menjadi hanya 10 ribu rupiah per buah.

Dok. pribadi
Dok. pribadi

"Yang penting jadi duit lagi. Buat modal dagang lagi," kata Somad pasrah. 

Tak tampak kesedihan yang berlebihan di wajahnya. Baginya berdagang adalah bertaruh modal. Bisa untung, bisa rugi.

Dia menjelaskan, konsumennya boleh memilih durian yang manis saja, dengan cara tradisional, mencicipi daging buah durian yang dikoyak sedikit oleh pisau. Jika tidak manis, tentu saja konsumen boleh batal membeli atau memilih durian yang lain lagi.

Hal tersebut tidak bisa dilakukan Somad. Sebagai pedagang, dia kulakan di Pasar Meruya, Jakarta Barat. Bandarnya pedagang dari Palembang atau Medan. "Kalau kita kan nggak mungkin milih satu-satu durennya. Kalau kita colek dan nyicip dagingnya, kan durian jadi cacat sampai ke pembeli kita," katanya.

Sebab itu ia bertaruh pada nasib. Berjualan durian pada musim penghujan, sering membuat duriannya busuk sebelum terjual ke konsumen. Jika berdagang di musim kemarau, maka durian cepat pula kering.

Namun tentu saja hidup tak selalu kelam. Seringkali harinya cerah. Seperti Senin itu. Senyum lebar menghiasi wajahnya. Duriannya dominan manis legit. Lewat lohor itu, sudah 15 buah terjual.

Habis atau tidak buah duriannya, setiap hari dia tetap berbelanja durian ke bandar langganannya di Meruya. Beberapa teman pegadang durian di sepanjang jalan tersebut, biasanya mendapat droping langsung dari bandar masing-masing. Duduk manis di lapak, menunggu kiriman buah durian,yang diangkut oleh mobil bak terbuka.

Dok. pribadi
Dok. pribadi

Somad lebih menyukai memilih langsung di bandar. Kendati untuk itu ada ongkos angkutan yang harus dikeluarkannya. Dia biasa menyewa angkutan umum M 11 arah Meruya. Uniknya harga sewa angkutan ini disepakati dengan cara menghitung jumlah durian yang dibawanya.

"Kalau bawa 100 biji, ya bayar seratus ribu. Kalau bawa 150 durian, bayarnya 150 ribu," ujarnya menjelaskan. Kesepakatan yang tak tertulis, namun sudah saling dipahami antara pedagang durian dan sopir angkot.

Berdagang di lapak ini Somad bekerja sama dengan seorang temannya, bernama Rusli, penduduk daerah Meruya. Siang itu temannya tengah beristirahat di rumah. Somad menjaga dagangannya sendirian.

Kerja sama bukan semata tenaga saja, meliputi juga sharing modal. Sudah belasan tahun Somad menyewa lapak yang diturunkan oleh saudaranya itu. Ia membayar biaya listrik untuk lampu sebesar 25 ribu per hari. Jika durian sedang tidak musim, dia berjualan nangka.

Dok. pribadi
Dok. pribadi

Sudah lebih dari 10 tahun dia bertarung nasib di lapak 24 jam ini. Sebelumnya dia sempat menjadi pengusaha konveksi yang mempunyai bebeberapa mesin jahit dan anak buah. Bukan sekedar menjahit, bahkan dia ahli juga memotong. Sebuah keahlian yang tidak dimiliki oleh semua tukang jahit konveksi.

Namun dia tertipu dengan cara yang sudah biasa terjadi di kalangan pedagang. Seseorang yang mengaku memiliki toko, membeli celana-celana levis buatannya.

Mula-mula orang tersebut membayar cash. Pada beberapa kali pembelian, membayar dengan giro. Saat diuangkan, dana ada. Namun terakhir kali, orang itu memesan celana senilai 70 juta rupiah. Saat Somad akan menguangkan giro yang dipegangnya, ternyata kosong. Amblas semua modalnya.

"Saya trauma. Enggak mau lagi menjahit," katanya nanar. Namun ada tiga jiwa yang harus dihidupinya, yakni istri dan dua orang anaknya. Enggan menekuni lagi usaha konveksi, dia mencoba banting setir menjadi kuli bangunan. Hingga kemudian seorang saudaranya menawarkan untuk meneruskan menjalankan lapak buah di Pasar Palmerah.

"Alhamdulilah, rejeki saya dari ini. Orang beli durian cash, enggak pake giro," katanya tertawa.

Tak banyak mimpinya, bisa terjual 100 buah per hari sudah membuat harinya menjadi begitu indah. "Bisa  habis 100 biji sehari, kalau nasib lagi bagus," katanya optimis. (Uci Anwar).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun