Pandemi Covid-19 tidak terasa sudah lebih dari 2 bulan, dan di negara yang "dianggap" sebagai asal Covid-19, yaitu Republik Rakyat Tiongkok sudah membuka Lockdown, diantaranya sudah dibukanya kembali Disneyland Tiongkok meskipun jumlah pengunjung masih dibatasi hanya sepertiga dari kapasitas maksimalnya. Selama pandemi hampir semua sektor terdampak, mulai dari industri, pertanian, keuangan, dan juga pendidikan. Di dunia pendidikan dampak yang paling terasa adalah dilakukannya belajar dari rumah, dimana anak didik harus tetap mengikuti pembelajaran, meskipun sedang berada di rumah. Moda yang dilakukan pun beragam, namun mayoritas menggunakan moda daring, dengan pertimbangan efektifitas hasil belajar.
Di Indonesia, pendidikan mulai melaksanakan kegiatan belajar dari rumah sejak 16 Maret 2020, yang bertepatan dengan hari pertama UNBK SMK. Langkah cepat untuk melakukan pembelajaran pun diambil, dan akhirnya diambil keptusan belajar dari rumah dengan moda pembelajaran yang menyesuaikan, selama sesuai dengan protokol kesehatan Covid-19. Moda daring pun ditentukan oleh sebagian besar sekolah, meskipun ada sekolah masih mengalami kesulitan apabila mengaplikasikan moda tersebut.
Dengan menggunakan internet sebagai media pembelaran, maka jelas, harus memanfatkan teknologi, padahal teknologi di negara berkembang adalah hal yang "awam-lumrah" dalam artian sudah ada tapi tidak disadari, seperti misalkan ada seseorang yang memiliki gawai yang berbasis Android, berati otomatis dalam gawai tersebut memiliki perangkat peramban, drive, dan juga surat elektronik.Â
Ternyata banyak yang tidak menyadari ternyata gawainya sudah terinstal drive dan surat eletronik tersebut. Mungkin karena dulu waktu mengistal minta tolong orang lain atau juga sebab lain.Â
Dengan adanya penerapan teknologi atau saya sebut sebagai "teknologisasi" ini, maka menuntut semua yang terlibat dalam lembaga pendidikan yang menerapkan moda daring diwajibkan menguasai teknologi, dan jalan satu-satunya adalah dengan revolusi dibidang teknologi ytersebut.Â
Teknologisasi sebenarnya bukanlah hal yang sulit, karena semua infrastruktur teknologi sudah tersedia, belum lagi kemudahan penggunaan teknologi itu sendiri, termasuk sudah banyaknya aplikasi yang sudah menggunakan bahasa Indonesia dalam fitur layanannya.Â
Bukan alasan tidak bisa menggunakan teknologi, apalagi bagi siswa di tingkat SMK, dimana di SMP atau pendidikan yang sederajat sudah ada kurikulum untuk pelajaran komputer.Â
Bagi guru sendiri juga tidak ada alasan untuk mengkambinghitamkan teknologi sebagai penghalang dalam kegiatan belajar mengajar, karena profesi guru dituntut untuk dapat mengikuti perkembanan jaman, apalagi di tengah pandemi Covid-19 ini, dimana harus dilaukan revolusi.Â
Dikatakan revolusi karena teknologisasi ini harus berkelanjutan, bukan hanya digunakan pada saat pandemi saja, namun harus ada kelanjutannya, dengan jaman terus berkembang, dengan teknologi yang semakin maju, dengan perkembangan negara maju sudah sangat jauh meninggalkan negara berkembang.
Tekonologisasi adalah salah satu "jurus" untuk bisa ekual dengan negara maju, atau paling tidak kita bisa bersaing dengan Singapura dan Malaysia yang merupakan 2 negara dengan tingkat pendidikan terbaik di kawasan ASEAN.
Aplikasi teknologi adalah salah cara untuk dapat mendukung terciptanya Sustainable Development Goals (SDGs) yang merupakan cita-cita bangsa di seluruh dunia, dimana kemiskinan, ketertinggalan teknologi, dan pencemaran lingkungan akan dihilangkan maksimal pada taun 2030.Â