Mohon tunggu...
Chintya
Chintya Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Mahasiswi yang ingin membaktikan diri kepada nusa bangsa.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Gara-Gara Bermain UNO

8 Agustus 2012   09:59 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:05 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kartu Uno, kartu yang dipakai dalam permainan Uno

[caption id="" align="aligncenter" width="615" caption="Kartu Uno, kartu yang dipakai dalam permainan Uno (Sumber gambar: http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/4/45/Uno.jpg) "][/caption] Siang itu, kami, para murid kelas sepuluh, sebelas, dan dua belas yang tergabung dalam klub bahasa dan budaya Jepang di sekolah kami, sedang melakukan persiapan menghadapi perlombaan cerdas cermat dan penulisan kana(1). Ada yang belajar menulis kana, belajar tata bahasa, bahkan sekadar berselancar di  internet untuk mencari artikel mengenai budaya Jepang. Kami begitu sungguh-sungguh mempersiapkan diri, berharap agar kami bisa membawa pulang piala. Akan tetapi, kami tidak belajar sendiri, karena para alumnus tetap membimbing kami. Sesekali, Risa-sensei(2) ikut menyemangati kami yang sedang berlatih di kelas XII IPA 5. Akan tetapi, beliau tidak bisa berlama-lama di kelas itu, karena beliau masih harus tetap mengajar di kelas-kelas siang. Kamipun melakukan pelatihan dan persiapan hanya bersama senior dan alumnus. Tiba-tiba saja, salah seorang alumnus kami, Esa-senpai(3) mengeluarkan sebuah kemasan bertuliskan UNO. "Hei, temenin gue main UNO, yuk!" Ajaknya pada beberapa senior kami yang berada di kelas XII IPA 5. Beberapa dari para senior segera mengiyakan ajakan tersebut tanpa berpikir panjang. Mereka memainkan permainan tersebut seraya bersenda gurau. Lama-kelamaan para murid—yang semestinya justru belajar—akhirnya bergabung dalam permainan tersebut, tak terkecuali diriku. Permainan UNO ini memanglah sederhana, tetapi berhasil membuat kami terlena. Pada akhirnya, kami terlalu asyik dengan permainan ini dan melupakan tujuan awal kami berkumpul di kelas XII IPA 5. Permainan ini diselingi canda tawa. Sesekali ada juga yang berteriak kegirangan karena berhasil memenangkan permainan ini. Kami tidak menyadari bahwa teriakan kami rupanya terdengar hingga ruang guru, dan ironisnya, Risa-sensei sedang berada di ruang guru pada saat itu. Teriakan kami nampaknya membuat Risa-sensei penasaran dan memutuskan mendatangi kelas XII IPA 5. Betapa terkejutnya beliau ketika mendapati bahwa kami justru bermain kartu UNO dan meninggalkan kewajiban kami. "Jadi, ini yang kalian lakukan selama saya tidak mengawasi kalian?" Tanyanya kesal. Nada suaranya meninggi dan berhasil membuat kami terdiam. "Kalau begitu, tidak ada gunanya kalian berkumpul di kelas ini lagi. Izin dispensasi hari ini saya batalkan!" Kata wanita yang kami sebut sensei itu dengan lantang. Maksud hati ingin memohon agar waktu belajar dapat dilanjutkan, tetapi apalah daya ini? Sebab memang benar, aku dan para murid yang seharusnya mempersiapkan diri untuk perlombaan ini justru bermain-main dan berfoya-foya terhadap waktu dan tenaga. Kami kurang bijaksana. Kami lalai. Maka atas kelalaian itu, Rina sensei membubarkan kami. Membiarkan kami melanjutkan kegiatan belajar kami di kelas regular seperti biasa. Catatan kaki

  • Cerita ini terinspirasi dari kisah nyata.
  • Sensei merupakan panggilan kepada orang yang dianggap ahli dalam bidangnya. Dapat pula berarti "guru"
  • Senpai berarti "senior"
  • Kana, maksudnya huruf katakana dan hiragana, dua dari empat jenis huruf yang digunakan dalam Bahasa Jepang. Selain dua huruf tersebut, Bahasa Jepang pun menggunakan huruf kanji dan romaji.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun