Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Buruh - Story Collector

Nomad Digital😎

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Cinta Kita Mungkin Kuat, Tapi Timnas Tidak Diciptakan untuk Itu...

19 Mei 2022   21:08 Diperbarui: 20 Mei 2022   08:36 1367
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kita juga mengunjungi linimasa sosial media, semua berputar-putar hanya demi menambah drama dari kegagalan yang sudah mirip kutukan ini. 

Kita, anehnya, masih merasa belum cukup merayakan patah hati dengan banjir berita dan trending lini masa yang tidak ada bedanya. Maka memutuskan pergi ke warung kopi, kafe atau di halaman bulu tangkis tempat para pemuja timnas yang tabah berkumpul. 

Kita masih ingin marah dan memaki-maki kegagalan secara bersama-sama; mirip koor yang sumbang. Walau--kita bahkan sudah tahu--demi saling membenarkan alasan-alasan yang itu-itu saja. 

Bahwa anak-anak muda itu berganti-ganti, pelatih datang dan pergi. Kecuali rezim pengurus sepak bola tidak pernah benar-benar memisahkan diri dari yang berseragam dan memiliki tongkat komando. Dan beginilah takdir sepak bola nasional. Dan beginilah kita.

Apakah kita telah dibekap oleh sejenis absurditas kolektif? 

Kita tidak ingin atau tidak benar-benar mengenali absurditas kolektif itu. Kita cuma tahu cinta yang bertahan ini selalu tersedia. Selalu ada energi besar yang siap sedia menampung sakitnya kekalahan di balik tagar #TIMNASDAY yang berlipat ganda itu. 


Cinta terhadap timnas telah terlatih menyaksikan tak berdayanya sentuhan lokal hingga ekspor di kaki Thailand, kini Vietnam. Dari replikasi gaya Italia hingga Spanyol, semua tak bisa melampaui capaian Robby Darwis, dkk di tahun 1991. 

Seolah saja, dari zaman kolonial hingga milenial, mimpi sepak bola nasional tak pernah melampaui teritori Asia Tenggara.

Sesekali memang, serupa keajaiban, anak-anak muda itu berhasil mengangkat trofi tapi untuk even yang bukan urutan pertama dari prestise bangsa-bangsa Asia Tenggara. Tidak cukup.

Bahkan seorang Leo Messi yang begitu gemilang di timnas junior Argentina hingga menorehkan daftar rekor bersama Barcelona masih harus membuktikan kualifikasinya di timnas senior. Messi penting namun itu tak cukup untuk trofi Piala Dunia.

Kita juga punya riwayat kemunculan bakat-bakat spesial di Asia Tenggara. Dari era Kurniawan Dwi Yulianto, Bambang Pamungkas hingga kemunculan bocah ajaib dari Papua, Boaz Salossa. Lantas muncul nama-nama baru seperti Egy Maulana dan Ricky Kambuaya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun