Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Lainnya - Story Collector

- dalam ringkas ingatan, tulisan tumbuh mengabadikan -

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Guru Kami Seorang Pemain Bola

29 November 2021   20:51 Diperbarui: 1 Desember 2021   14:00 1255
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pemain bola: envato elements

Tapi dalam dunia bocah, hukuman begini hanyalah simulasi yang mengawetkan sindrom tobat sambal. Oh ya, Buce itu nama anak lelakinya. 

Akan tetapi, barangkali, Anda mesti melihat riwayat kebengalan ini dari sudut pandang yang lebih eksistensialis. Seperti seorang Mas Joko P, yang oleh kecintaannya pada kekalahan dan rasa sakit, telah menerima Real Betis sebagai pujaan sejak dalam kandungan. 

Persisnya memaknai riwayat kebengalan sebagai kisah dari betapa sepak bola telah menarik bocah-bocah kedalam perelaan diri yang sungguh-sungguh. Sepak bola dalam pada itu hingga selama-lamanya adalah jenis permainan yang selalu meminta kegembiraan yang serius.

Tidakkah kehilangan kegembiraan bermain yang serius adalah salah satu sebab yang bikin hidup orang-orang dewasa kayak kamu jadi sok tahu, kaku, membosankan, hambar dan tergulung-gulung kedalam kelelahan akut yang terlanjur kamu idealisasi sebagai tanggungjawab?

Nah, guru kami itu berfungsi dalam dua segi konstitutif bagi barisan bocah bengal tiada tobat serupa. 

Pada satu sisi, sekolah membuatnya harus menjaga tegak aturan dan kedisiplinan murid-muridnya. Penegakan yang merawat "keberlangsungan sekolahisasi" ini melanggengkan kami kedalam dunia yang serius, sesekali kaku dan membosankan. Beliau kebetulan guru matematika, begitu kira-kira. 

Apalagi kalau sudah merunutkan jenis cita-cita bocah khas 80-an: dokter, pilot, tentara, dll, dsb. Hidup seperti kompetisi sejak dini sampai mati. Ironisnya cita-cita menjadi pemain sepak bola malah tak pernah kami sebut. 

Tapi di sisi yang sebelahnya, dalam dunia yang serius bermain-main, beliau sering mengambil peran yang tak pura-pura. Beliau adalah centre back yang terlibat sungguh dalam permainan. 

Tentulah tak menggunakan tackle yang keras dalam mengamankan pertahanan. Sejauh di luar jam sekolah dan berhenti sebelum magrib, beliau bersedia hadir. 

Tak ada jejak guru yang sangar dan memilih prinsip garis keras menegakkan aturan, termasuk terhadap anaknya sendiri. Di dalam sepak bola, beliau adalah bagian dari permainan yang seru. "Pak Guru, bagi bolanya!" Bahkan kami perintah-perintah pula. 

Pendek kata, peran yang dilakoni beliau melambangkan usaha seorang guru menjaga keseimbangan dari keseriusan bersekolah dan bermain sepak bola. Selalu ada ketegangan yang asik di sana. 

Juga seolah mengatakan sejak dini jika ada dunia di luar sana yang akan membuatmu mesti berhati-hati. Dunia orang-orang dewasa yang dijejali oleh rupa-rupa judul diri, peran, angan-angan dan kemalangan. Lambat laun, mereka berkembang seperti mesin; seperti aku dan kamu hari ini. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun