Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Freelancer - Nomad Digital

Udik!

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Seharus Apa Pilkada Langsung bagi Hidupmu?

26 September 2020   09:18 Diperbarui: 28 September 2020   11:23 552
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seorang peserta menyelesaikan lukisannya pada lomba mural bertema Nemo Golput (Jangan Golput) di Palu, Sulawesi Tengah, Minggu (16/8/2020). Lomba yang digelar oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Palu itu sebagai ajakan kepada warga untuk tidak golput pada Pilkada Serentak yang akan digelar pada 9 Desember 2020. ANTARAFOTO/Basri Marzuki/foc

Adakah politik pilkadal sungguh-sungguh menjadikankanmu sebagai alasan dari kekuasaan yang bekerja melayani atau masih saja sebagai daftar angka-angka yang memberi syarat prosedural bagi berkuasa?

Tapi kan, kita tidak bisa berburuk sangka secara total. Selalu ada orang-orang yang bekerja keras untuk mengembalikan kekuasaan sebagai kesepakatan bersama untuk menyejahterakan dan memanusiakan manusia. Seminimal apapun, jenis yang seperti ini selalu disediakan sejarah. 

Tentu saja yang begini selalu ada, sebagaimana musim yang bertukar-tukar. Masalahnya bukan di sana. 

Masalahnya tetap saja bersumber pada bagaimana politik dan kekuasaan dirancang menghadirkan lingkungan yang sehat bagi pemunculan kandidat-kandidat negarawan. Bukan sekadar orang baik yang seketika terkunci dalam aliansi-aliansi yang terpaksa mesti dilayani. 

Demi stabilitas, demi keberlangsungan masa berkuasa. Orang-orang baik lantas mengulang yang sudah-sudah saja. Stag!

***

Kita memang tidak membicarakan akibat-akibat langsung dari pilkadal yang memaksakan pelibatan kerumunan di tengah pandemi corona. 

Membayangkannya saja sudah ketakutan di tengah fakta-fakta telanjang dari deretan angka yang kita baca setiap hari, kondisi nakes dan fakes yang menuju kolaps, serta tekanan-tekanan ekonomi bagi orang-orang kecil seperti kita yang terpaksa harus bekerja vis-a-vis pandemi, dan lain sebagainya.

Bahwa tidak ada negara dan masyarakat yang segera beradaptasi dengan krisis ini tidak bakal bisa menjadi jawaban yang memberi pembenaran bahwa kondisi yang terjadi di sini bukanlah yang terburuk. Wahai, jiwa-jiwa yang berkuasa tidakkah satu kematian saja sudah terlalu banyak?

Bahwa, pada dasarnya, barisan kewargaan selalu memiliki cara, selalu menemukan siasat untuk bahu membahu saling menyelamatkan di tengah kepungan pandemi, tentu saja adalah modalitas sosio-kultural yang luar biasa. 

Krisis boleh meluluhlantakan alat-alat negara; memaksanya tiba di lubang hitam disfungsi. Tapi tidak dengan warga bangsa, sekalipun negara berkali-kali mengkhianati mandatnya sendiri. Misalnya, dengan bebalnya memaksakan pilkadal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun