Adakah politik pilkadal sungguh-sungguh menjadikankanmu sebagai alasan dari kekuasaan yang bekerja melayani atau masih saja sebagai daftar angka-angka yang memberi syarat prosedural bagi berkuasa?
Tapi kan, kita tidak bisa berburuk sangka secara total. Selalu ada orang-orang yang bekerja keras untuk mengembalikan kekuasaan sebagai kesepakatan bersama untuk menyejahterakan dan memanusiakan manusia. Seminimal apapun, jenis yang seperti ini selalu disediakan sejarah.Â
Tentu saja yang begini selalu ada, sebagaimana musim yang bertukar-tukar. Masalahnya bukan di sana.Â
Masalahnya tetap saja bersumber pada bagaimana politik dan kekuasaan dirancang menghadirkan lingkungan yang sehat bagi pemunculan kandidat-kandidat negarawan. Bukan sekadar orang baik yang seketika terkunci dalam aliansi-aliansi yang terpaksa mesti dilayani.Â
Demi stabilitas, demi keberlangsungan masa berkuasa. Orang-orang baik lantas mengulang yang sudah-sudah saja. Stag!
***
Kita memang tidak membicarakan akibat-akibat langsung dari pilkadal yang memaksakan pelibatan kerumunan di tengah pandemi corona.Â
Membayangkannya saja sudah ketakutan di tengah fakta-fakta telanjang dari deretan angka yang kita baca setiap hari, kondisi nakes dan fakes yang menuju kolaps, serta tekanan-tekanan ekonomi bagi orang-orang kecil seperti kita yang terpaksa harus bekerja vis-a-vis pandemi, dan lain sebagainya.
Bahwa tidak ada negara dan masyarakat yang segera beradaptasi dengan krisis ini tidak bakal bisa menjadi jawaban yang memberi pembenaran bahwa kondisi yang terjadi di sini bukanlah yang terburuk. Wahai, jiwa-jiwa yang berkuasa tidakkah satu kematian saja sudah terlalu banyak?
Bahwa, pada dasarnya, barisan kewargaan selalu memiliki cara, selalu menemukan siasat untuk bahu membahu saling menyelamatkan di tengah kepungan pandemi, tentu saja adalah modalitas sosio-kultural yang luar biasa.Â
Krisis boleh meluluhlantakan alat-alat negara; memaksanya tiba di lubang hitam disfungsi. Tapi tidak dengan warga bangsa, sekalipun negara berkali-kali mengkhianati mandatnya sendiri. Misalnya, dengan bebalnya memaksakan pilkadal.