Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Freelancer - Nomad Digital

Udik!

Selanjutnya

Tutup

Puisi Artikel Utama

Puisi | Jalan Absurd Memeluk Diri

6 Maret 2020   05:11 Diperbarui: 7 Maret 2020   01:40 803
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi oleh Sofia Doudine/dribbble.com

Tidakkah kau hanya ingin terkapar di antara rak buku, 

halaman yang menghadap laut
atau puncak yang membelakangi kota-kota?
Sebab payah dan terus merosot.

Kamu membutuhkan keheningan menggelegar di rongga sadar.

Peristiwa yang pernah datang, tertanam, bercabang-cabang, patah tumbuh dan menjadi luka tiba-tiba bercerita dengan telanjang. Apa yang terdiam sedemikian lama, tenggelam dalam riuh dusta, memaksa didengar dengan sederhana. 

Peristiwa, ambisi dan kemalangan-kemalanganmu.

Kau kangen berbicara dengan seseorang di dalam dirimu. Diri yang selalu harus kaupeluk tapi dunia terlanjur merampasnya sejak kamu mengeja huruf, mengenali angka-angka juga ingin menjadi manusia.

Dunia yang bekerja dan menjadikan dirimu mesin pemburu mimpi-mimpimu sendiri. Dunia yang hanya bisa mengutuk kekalahan dan kecemasanmu sesudah kau memberikan segala kepadanya.

Berbahaya!

Tapi dunia mengajarimu bahagia dengan jalan absurd begitu. Bahkan menuntut dirimu berdamai dengan segala keberterimaan akan tragedi. "Ini ujian. Baru permulaan kecil," katanya sering. "Setiap orang ada masanya, setiap masa ada pecundangnya," katanya lagi. Kau beriman penuh padanya, hati dan pikiranmu berdoa demi restunya.

Sudahkah memeluk absurditasmu setiap pagi?

**

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun