Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Lainnya - Story Collector

- dalam ringkas ingatan, tulisan tumbuh mengabadikan -

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Hari Ketika Kau Merasa Segalanya Diam di Tempat

16 November 2018   17:35 Diperbarui: 16 November 2018   17:39 496
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Photocase.

Kau melihat televisi dan menemukan semua orang hanya memiliki mulut dan kerongkongan, berbicara tanpa ada yang mendengar.

Kau mematikan televisi, membiarkan angin masuk dari jendela sambil berharap bisa kembali tidur tetapi suara-suara itu terlanjur tumbuh di bawah kolong ranjangmu lalu bertengkar di sana. Bersaing dengan cericit tikus yang kemarin berebut celana dalam pemberian perempuan yang mulai samar-samar mengenangmu. Jadi kau memilih pergi ke dapur.

Hanya ada kulkas yang kosong dan bau busuk dari sisa makanan tadi malam. Mungkin dari sisa rendang harga lima belas ribu atau sate kambing yang dikirimkan dari rumah sebelah. Yang belum sempat kau makan. Kau ingin sekali merasakan lapar tapi suara-suara itu terus membuntuti seperti jejak kaki yang basah di atas timbunan tepung. Lengket dan menjijikan.

Kau kini pergi ke taman yang tidak pernah selesai ditanam.

Menemukan sepasang bangku tua dari kayu matoa, basah dan kedinginan. Kau lalu duduk menghadap tikungan yang sunyi dengan lampu merah yang sepanjang musim berkedip untuk dirinya sendiri. Kau terus menduga membutuhkan melamun atau membiarkan kekosongan menguasai kepalamu atau menetap di matamu yang nanar. Tapi suara-suara itu..

Kau membuka telepon genggam dan memeriksa seluruh sosial media dimana kau sering melarikan diri.

Hanya timbul layar putih, merekah kemana-mana, persis salju yang luruh dan kau menjumpai dirimu yang rapuh di dalamnya. Seperti kemarin. Seperti dalam suasana berkabung tanpa ada satu pun manusia datang membesuk, menepuk pundakmu dan mengatakan, "Tabahlah, semoga ini terakhir kali." 

Kau hanya tahu, suara-suara itu makin keras berdenging di kepalamu. Membawa pusing. Kau tiba-tiba ingin muntah. Tapi sudah tak ada apa-apa di perutmu.

[Sampit, November 2018]

*** 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun